Semarang (ANTARA) - Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menerima apapun dan dalam bentuk apapun terkait dengan kasus dugaan korupsi terkait program digitalisasi pendidikan, khususnya pengadaan laptop Chromebook, pada periode 2019-2022.
"Saya tidak pernah menerima apa pun, dalam bentuk apa pun, yang berkaitan dengan perkara ini," katanya, di Semarang, Rabu, saat dimintai tanggapan atas munculnya namanya dalam persidangan kasus tersebut.
Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (16/12), jaksa mengungkapkan bahwa Agustina, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR RI menitipkan tiga nama pengusaha untuk pengadaan laptop dan Chrome Device Management (CDM).
Penyebutan namanya dalam persidangan tersebut, dipahaminya sebagai bagian dari proses hukum yang sedang berjalan dan menghormati sepenuhnya proses hukum tersebut.
"Saya berharap informasi yang beredar dapat disampaikan secara proporsional dan berimbang agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat,” kata dia.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi dalam digitalisasi pendidikan pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019-2022 mencapai Rp2,1 triliun.
"Total kerugian negara mencapai lebih dari Rp2,1 triliun,” kata Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Riono Budisantoso di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, Senin (8/12).
Riono mengatakan perkara ini terkait dengan pengadaan perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) berupa Chromebook serta Chrome Device Management (CDM) yang dilaksanakan pada tahun 2019-2022.
Terdapat lima tersangka dalam kasus itu, yakni Nadiem Makarim, Sri Wahyuningsih, Ibrahim, Mulyatsyah, serta mantan Staf Khusus Mendikbudristek, Jurist Tan. Namun, berkas Jurist Tan belum dilimpahkan, karena tersangka masih buron.
Nadiem disebut menerima uang Rp809,59 miliar terkait kasus dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan berupa pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management di lingkungan Kemendikbudristek pada 2019–2022.
Hal itu diungkapkan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung Roy Riady pada sidang pembacaan surat dakwaan terhadap tiga terdakwa dalam kasus yang sama, yakni Ibrahim Arief alias Ibam, Sri Wahyuningsih, dan Mulyatsyah.
Uang yang diterima Nadiem berasal dari PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (PT AKAB) melalui PT Gojek Indonesia, kata JPU, dan sebagian besar sumber uang PT AKAB berasal dari investasi Google senilai 786,99 juta dolar AS.
Hal tersebut dapat dilihat dari kekayaan Nadiem yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada tahun 2022, yakni terdapat perolehan harta jenis surat berharga senilai Rp5,59 triliun.
Dalam kasus tersebut, ketiga terdakwa diduga merugikan keuangan negara senilai Rp2,18 triliun, yang meliputi sebesar Rp1,56 triliun terkait program digitalisasi pendidikan pada Kemendikbudristek.
Serta, senilai 44,05 juta dolar AS atau setara dengan Rp621,39 miliar akibat pengadaan Chrome Device Management (CDM) yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat pada program digitalisasi pendidikan.

