Semarang (ANTARA) - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko, M.Kes., Sp.B., Subsp.Onk(K) membantah bahwa dirinya memohon Kementerian Kesehatan menarik pembekuan izin klinisnya di RSUP dr Kariadi Semarang.
"Saya tidak sepragmatis itu. Apa yang saya katakan selalu diartikan berbeda oleh wartawan," katanya, dalam pernyataan, di Semarang, Sabtu.
Pernyataan itu disampaikannya untuk meluruskan pemberitaan yang dianggapnya melenceng bahwa dirinya memohon Kemenkes menarik pembekuan izin klinisnya di RSUP dr Kariadi saat konferensi pers di Undip, Jumat (13/9) lalu.
Menurut Yan, yang dikatakannya saat konferensi pers tersebut adalah meminta Kemenkes untuk kembali mengijinkan 84 mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anastesi melakukan praktek belajar di RSUP Dr. Kariadi.
Sebab, praktik belajar PPDS Prodi Anestesi di RSUP Kariadi dihentikan sementara oleh Kemenkes selama proses penyidikan kematian mahasiswi PPDS semester V, yakni Dokter Aulia Risma Lestari.
Yan menambahkan bahwa saat mendapatkan surat pembekuan izin klinisnya di RSUP Dr. Kariadi, beberapa Minggu lalu, dirinya langsung tegak lurus dengan aturan itu.
"Meski puluhan pasien saya mengirimkan pesan WA secara langsung, untuk tetap ditangani oleh saya. Tapi itu tidak saya lakukan karena saya sangat menghormati aturan itu, ," kata dokter spesialis bedah onkologi tersebut.
Sebelumnya, Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi atas sejumlah peristiwa perundungan yang terjadi pada mahasiswa PPDS.
Meski sebenarnya FK Undip juga telah memberikan sanksi kepada sejumlah pelaku perundungan, hingga di DO (drop out) alias dikeluarkan.
Adapun Direktur Layanan Operasional RS Kariadi Semarang Mahabara Yang Putra juga mengakui peristiwa perundungan yang terjadi lembaga kesehatannya itu merupakan bentuk kealpaan.
"RS Kariadi sebagai wahana pendidikan turut bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi," katanya.
Hal tersebut disampaikannya dalam temu wartawan bersama Undip, RSUP dr Kariadi, dan perwakilan Komisi IX DPR RI yang membidangi Tenaga Kerja dan Kesehatan, yakni Irma Suryani Chaniago, Jumat (13/9) lalu.
Irma Suryani yang berasal dari Partai NasDem itu mengapresiasi keterbukaan FK Undip demi memberikan perbaikan dalam tata kelola mahasiswa PPDS sehingga menjadi "role model" bagi FK dan RS vertikal di seluruh Indonesia.
"Undip dan Kariadi sudah mengakui perundungan terjadi. Selanjutnya merupakan momentum untuk memperbaiki tata kelola, proses, dan pelaksanaan yang harus diperbaiki," kata Irma.
Ia memberi apresiasi kepada Undip Semarang yang telah terbuka dan bersedia melakukan perubahan dan mendukung pemberian sanksi terhadap mahasiswa yang melakukan perundungan terhadap juniornya.
Demikian pula terhadap RSUP dr Kariadi Semarang, ia meminta manajemen rumah sakit tersebut juga terbuka.
"Saya juga tahu RS Kariadi membutuhkan anak-anak PPDS ini untuk membantu. Oleh karena itu harus jadi kesepahaman," kata Irma.