Ini penyebab suhu di Jateng lebih dingin
Semarang (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Ahmad Yani Semarang menjelaskan bahwa puncak kemarau, khususnya di wilayah Jawa Tengah, ditandai dengan suhu dingin.
"Beberapa hari terakhir ini, untuk wilayah Jateng bisa dijumpai suhu dingin, terutama pada malam hingga dini hari, menjelang pagi," kata prakirawan BMKG Ahmad Yani Semarang Noor Jannah Indriyani di Semarang, Senin.
Menurut dia, fenomena tersebut normal karena ketika memasuki puncak musim kemarau maka tutupan awal relatif kecil sehingga radiasi bumi yang dipancarkan tidak memiliki hambatan atau penghalang.
"Malam hari di mana radiasi Bumi dipancarkan itu tidak ada hambatan atau penghalang sehingga bumi lebih cepat mengeluarkan panasnya, dan untuk suhu di sekitar permukaan Bumi bisa lebih dingin daripada biasanya," katanya.
Ia memprakirakan puncak musim kemarau di wilayah Jateng terjadi pada Agustus-September 2024 dengan fenomena suhu dingin yang bervariasi di masing-masing daerah, bergantung dengan konturnya.
Untuk suhu paling rendah, kata dia, terjadi di wilayah pegunungan, seperti Dieng, Wonosobo, dan sekitarnya yang dimungkinkan mencapai nol derajat celsius, dibuktikan dengan dijumpai embun upas.
"Untuk wilayah Kota Semarang, kami prakirakan (suhu terendah) berkisar 21-22 derajat celsius. Kalau normalnya pas tidak dingin sekitar 24-25 derajat celsius," katanya.
Memasuki puncak musim kemarau, kata dia, fenomena suhu dingin, terutama saat malam hari dimungkinkan akan terus terjadi dan menjadi lebih sering pada Agustus-September 2024 untuk wilayah Jateng secara umum.
Meski masih musim kemarau seperti saat ini, kata dia, dimungkinkan juga terjadi hujan secara tiba-tiba, namun hanya bersifat lokal sebagai fenomena yang masih normal.
"Untuk hujan, terutama yang bersifat lokal dan wilayah-wilayah yang bertopografi tinggi, seperti di pegunungan itu masih akan sangat mungkin juga terjadi," katanya.
"Beberapa hari terakhir ini, untuk wilayah Jateng bisa dijumpai suhu dingin, terutama pada malam hingga dini hari, menjelang pagi," kata prakirawan BMKG Ahmad Yani Semarang Noor Jannah Indriyani di Semarang, Senin.
Menurut dia, fenomena tersebut normal karena ketika memasuki puncak musim kemarau maka tutupan awal relatif kecil sehingga radiasi bumi yang dipancarkan tidak memiliki hambatan atau penghalang.
"Malam hari di mana radiasi Bumi dipancarkan itu tidak ada hambatan atau penghalang sehingga bumi lebih cepat mengeluarkan panasnya, dan untuk suhu di sekitar permukaan Bumi bisa lebih dingin daripada biasanya," katanya.
Ia memprakirakan puncak musim kemarau di wilayah Jateng terjadi pada Agustus-September 2024 dengan fenomena suhu dingin yang bervariasi di masing-masing daerah, bergantung dengan konturnya.
Untuk suhu paling rendah, kata dia, terjadi di wilayah pegunungan, seperti Dieng, Wonosobo, dan sekitarnya yang dimungkinkan mencapai nol derajat celsius, dibuktikan dengan dijumpai embun upas.
"Untuk wilayah Kota Semarang, kami prakirakan (suhu terendah) berkisar 21-22 derajat celsius. Kalau normalnya pas tidak dingin sekitar 24-25 derajat celsius," katanya.
Memasuki puncak musim kemarau, kata dia, fenomena suhu dingin, terutama saat malam hari dimungkinkan akan terus terjadi dan menjadi lebih sering pada Agustus-September 2024 untuk wilayah Jateng secara umum.
Meski masih musim kemarau seperti saat ini, kata dia, dimungkinkan juga terjadi hujan secara tiba-tiba, namun hanya bersifat lokal sebagai fenomena yang masih normal.
"Untuk hujan, terutama yang bersifat lokal dan wilayah-wilayah yang bertopografi tinggi, seperti di pegunungan itu masih akan sangat mungkin juga terjadi," katanya.