Nunggak pajak, bahaya bisa akibatkan kendaraan "bodong"
Semarang (ANTARA) - Tim Pembina Samsat Nasional yang terdiri dari Jasa Raharja, Korlantas Polri, dan Kemendagri kembali menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait implementasi UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya pasal 74 tentang penghapusan data registrasi kendaraan bermotor bagi penunggak pajak.
Agenda yang diikuti oleh perwakilan akademisi, Kemenkominfo, pengamat transportasi, dan media massa itu, digelar di Gedung Jasa Raharja Kantor Pusat, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Selasa (17/1/2023).
Pembahasan FGD kali ini menitikberatkan perihal mekanisme penyampaian peringatan secara elektronik, terhadap pemilik kendaraan bermotor yang tidak melakukan registrasi ulang dua tahun berturut-turut, setelah habis masa berlaku STNK.
“Kami terus melakukan kajian dan pembahasan agar nantinya surat peringatan yang kami kirimkan kepada pemilik kendaraan benar-benar sah dan patut secara hukum,” kata Direktur Operasional Jasa Raharja Dewi Aryani Suzana dalam diskusi tersebut.
Baca juga: Tantangan 2023, Kolaborasi dan inovasi digital jadi "senjata" Jasa Raharja
Dalam pasal 85 Peraturan Kepolisian No 7 Tahun 2021, tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor (Ranmor), kata Dewi, disebutkan sebelum penghapusan dari daftar Regident Ranmor, Unit Pelaksana Regident Ranmor harus terlebih dahulu menyampaikan peringatan, baik secara manual maupun elektronik.
Dewi mengatakan terkait hal tersebut ada beberapa hal yang harus terlebih dahulu dioptimalkan, seperti data pemilik kendaraan yang valid dan keabsahan serta mekanisme surat peringatan.
“Kendaraan yang memenuhi ketentuan Pasal 74 ayat (2) huruf b itu jumlahnya jutaan, sehingga apabila dilakukan secara manual dengan mengirimkan surat peringatan satu-persatu akan menimbulkan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu, melalui FGD ini kami ingin mendapat masukan dari para peserta,” katanya.
Dalam paparannya, Direktur Regident Korlantas Polri Brigjen Pol. Yusri Yunus menyampaikan tahapan penghapusan registrasi kendaraan bermotor diawali dengan pengiriman peringatan kepada pemilik kenadaraan yang terdiri dari peringatan pertama, kedua, dan ketiga.
Jika dalam kurun waktu yang ditentukan tidak juga mendapat tanggapan, maka data registrasi kendaraan bermotor akan dihapus secara permanen atau "bodong".
“Penghapusan regident kendaraan bermotor dilakukan dengan memberikan catatan atau tanda cap stempel 'dihapus' pada kartu induk, buku register, BPKB, STNK, dan pada sistem manajemen registrasi ranmor,” katanya.
Baca juga: Jasa Raharja imbau masyarakat gunakan angkutan umum resmi
Menurutnya, terkait hal itu, perlu ada pembahasan secara detail bersama para pemangku kepentingan terkait teknis pelaksanaan penghapusan data regiden ini.
“Pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat juga perlu dilakukan terkoordinir melalui penyampaian informasi yang jelas dan benar, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan atau kebingungan masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Kasubdit Pendapatan Daerah Wilayah II Kemendagri Azwirman menyampaikan sebelum peraturan tersebut diimplementasikan, Tim Pembina Samsat melalui Pemerintah Daerah telah memberikan relaksasi berupa penghapusan denda pajak dan menggratiskan Biaya Balik Nama (BBN 2).
“Pemberian keringanan, pengurangan, pembebasan, itu kewenangan pemerintah daerah dengan memperhatikan kondisi wajib pajak dan atau objek pajak,” katanya.
Penyampaian peringatan penghapusan data kendaraan bermotor melalui sistem elektronik, mendapat dukungan dari advokat dan pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan.
Baca juga: HUT ke-62, Jasa Raharja berkomitmen terus optimalkan pelayanan
Menurutnya, kekhawatiran adanya risiko gugatan bisa tidak terjadi, karena tujuannya untuk penyelenggaraan negara.
“Secara umum setuju. Hanya, gimana caranya supaya peringatan ini sampai ke masyarakat,” katanya.
Dukungan terhadap implementasi Pasal 74 UU 22 Tahun 2009, juga disampaikan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Nurhasan Ismail. Adapun, terkait penyampaian peringatan kepada pemilik kendaraan bermotor, menurutnya harus dipastikan terlebih dahulu kendaraan bermotor tersebut tidak sedang dalam status blokir serta tidak sedang dalam proses dilelang akibat sita.
“Namun, informasi tentang hal ini sudah pasti mudah diketahui oleh pejabat Polri yang akan menerbitkan surat peringatan, karena adanya catatan blokir atau sita terhadap Ramor di Samsat,” katanya.
Jika sudah dipastikan kedua syarat tersebut, lanjut Nurhasan, maka surat peringatan bisa disampaikan.
“Jika Ranmor sedang rusak berat dan sedang proses diperbaiki di bengkel, maka pemilik dapat menyampaikan konfirmasi dengan melampirkan surat keterangan dari bengkel,” jelasnya.
FGD tersebut juga dihadiri antara lain Kepala Divisi Manajemen Risiko Jasa Raharja Haryo Pamungkas, perwakilan Direktorat Pendapatan Daerah Bina Keuangan Kemendagri Azwirman, Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Teguh Afriyadi, Direktur SPORA Comm Pracoyo Wiryoutomo, dan perwakilan media massa, Doffier Zamahsyari
Agenda yang diikuti oleh perwakilan akademisi, Kemenkominfo, pengamat transportasi, dan media massa itu, digelar di Gedung Jasa Raharja Kantor Pusat, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Selasa (17/1/2023).
Pembahasan FGD kali ini menitikberatkan perihal mekanisme penyampaian peringatan secara elektronik, terhadap pemilik kendaraan bermotor yang tidak melakukan registrasi ulang dua tahun berturut-turut, setelah habis masa berlaku STNK.
“Kami terus melakukan kajian dan pembahasan agar nantinya surat peringatan yang kami kirimkan kepada pemilik kendaraan benar-benar sah dan patut secara hukum,” kata Direktur Operasional Jasa Raharja Dewi Aryani Suzana dalam diskusi tersebut.
Baca juga: Tantangan 2023, Kolaborasi dan inovasi digital jadi "senjata" Jasa Raharja
Dalam pasal 85 Peraturan Kepolisian No 7 Tahun 2021, tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor (Ranmor), kata Dewi, disebutkan sebelum penghapusan dari daftar Regident Ranmor, Unit Pelaksana Regident Ranmor harus terlebih dahulu menyampaikan peringatan, baik secara manual maupun elektronik.
Dewi mengatakan terkait hal tersebut ada beberapa hal yang harus terlebih dahulu dioptimalkan, seperti data pemilik kendaraan yang valid dan keabsahan serta mekanisme surat peringatan.
“Kendaraan yang memenuhi ketentuan Pasal 74 ayat (2) huruf b itu jumlahnya jutaan, sehingga apabila dilakukan secara manual dengan mengirimkan surat peringatan satu-persatu akan menimbulkan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu, melalui FGD ini kami ingin mendapat masukan dari para peserta,” katanya.
Dalam paparannya, Direktur Regident Korlantas Polri Brigjen Pol. Yusri Yunus menyampaikan tahapan penghapusan registrasi kendaraan bermotor diawali dengan pengiriman peringatan kepada pemilik kenadaraan yang terdiri dari peringatan pertama, kedua, dan ketiga.
Jika dalam kurun waktu yang ditentukan tidak juga mendapat tanggapan, maka data registrasi kendaraan bermotor akan dihapus secara permanen atau "bodong".
“Penghapusan regident kendaraan bermotor dilakukan dengan memberikan catatan atau tanda cap stempel 'dihapus' pada kartu induk, buku register, BPKB, STNK, dan pada sistem manajemen registrasi ranmor,” katanya.
Baca juga: Jasa Raharja imbau masyarakat gunakan angkutan umum resmi
Menurutnya, terkait hal itu, perlu ada pembahasan secara detail bersama para pemangku kepentingan terkait teknis pelaksanaan penghapusan data regiden ini.
“Pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat juga perlu dilakukan terkoordinir melalui penyampaian informasi yang jelas dan benar, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan atau kebingungan masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Kasubdit Pendapatan Daerah Wilayah II Kemendagri Azwirman menyampaikan sebelum peraturan tersebut diimplementasikan, Tim Pembina Samsat melalui Pemerintah Daerah telah memberikan relaksasi berupa penghapusan denda pajak dan menggratiskan Biaya Balik Nama (BBN 2).
“Pemberian keringanan, pengurangan, pembebasan, itu kewenangan pemerintah daerah dengan memperhatikan kondisi wajib pajak dan atau objek pajak,” katanya.
Penyampaian peringatan penghapusan data kendaraan bermotor melalui sistem elektronik, mendapat dukungan dari advokat dan pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan.
Baca juga: HUT ke-62, Jasa Raharja berkomitmen terus optimalkan pelayanan
Menurutnya, kekhawatiran adanya risiko gugatan bisa tidak terjadi, karena tujuannya untuk penyelenggaraan negara.
“Secara umum setuju. Hanya, gimana caranya supaya peringatan ini sampai ke masyarakat,” katanya.
Dukungan terhadap implementasi Pasal 74 UU 22 Tahun 2009, juga disampaikan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Nurhasan Ismail. Adapun, terkait penyampaian peringatan kepada pemilik kendaraan bermotor, menurutnya harus dipastikan terlebih dahulu kendaraan bermotor tersebut tidak sedang dalam status blokir serta tidak sedang dalam proses dilelang akibat sita.
“Namun, informasi tentang hal ini sudah pasti mudah diketahui oleh pejabat Polri yang akan menerbitkan surat peringatan, karena adanya catatan blokir atau sita terhadap Ramor di Samsat,” katanya.
Jika sudah dipastikan kedua syarat tersebut, lanjut Nurhasan, maka surat peringatan bisa disampaikan.
“Jika Ranmor sedang rusak berat dan sedang proses diperbaiki di bengkel, maka pemilik dapat menyampaikan konfirmasi dengan melampirkan surat keterangan dari bengkel,” jelasnya.
FGD tersebut juga dihadiri antara lain Kepala Divisi Manajemen Risiko Jasa Raharja Haryo Pamungkas, perwakilan Direktorat Pendapatan Daerah Bina Keuangan Kemendagri Azwirman, Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Teguh Afriyadi, Direktur SPORA Comm Pracoyo Wiryoutomo, dan perwakilan media massa, Doffier Zamahsyari