Purwokerto (ANTARA) - Penanganan kasus dugaan korupsi dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) Kementerian Ketenagakerjaan di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, memasuki tahap pemberkasan, kata Kepala Kejaksaan Negeri Purwokerto Sunarwan.
"Dua tersangka sudah ditetapkan, sekarang sudah pemberkasan, mungkin sebentar lagi sidang. Masih pemberkasan di penyidik, belum diserahkan ke penuntut umum," katanya kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam Diskusi Panel "Mencari Vaksin Pandemi Korupsi 2021" di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Kamis.
Hingga saat ini, menurut dia, belum ada tambahan tersangka lain karena berdasarkan alat bukti, baru mengarah kepada AM (26) dan MT (37), warga Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Banyumas, yang telah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 16 Maret 2021.
Terkait dengan adanya kabar bahwa sebelumnya telah ada kesepakatan antara kelompok masyarakat dan kedua tersangka untuk bersama-sama mengelola dana JPS Kemnaker tersebut, Kajari menegaskan bahwa kabar tersebut tidak benar.
"Bukti-bukti mereka diminta. Namanya diminta 'kan beda dengan menyerahkan. Itu juga berbeda dengan tujuan proposal dibuat," katanya.
Ia mencontohkan dalam proposal yang dibuat oleh kelompok masyarakat, ada yang berencana menggunakan dana tersebut untuk bertani durian.
Dengan demikian, apa yang dilakukan kedua tersangka dengan meminta dana JPS Kemnaker tersebut tidak sesuai dengan tujuan proposal yang dibuat oleh kelompok masyarakat.
"Jadi, tujuan ini (JPS Kemnaker, red.) adalah untuk menciptakan lapangan kerja di tengah masyarakat karena pandemi. Tujuannya untuk pengangguran dan setengah menganggur sebenarnya, sehingga mereka mempunyai lapangan pekerjaan dengan modal itu," katanya menegaskan.
Baca juga: Kombatan tuntut Kejari Purwokerto usut tuntas kasus JPS Kemnaker
Akan tetapi, jika dana tersebut disatukan dan dialihkan ke tempat lain, kata dia, kelompok masyarakat penerima program JPS Kemnaker sama saja tidak bekerja.
"Yang bekerja, ya, korporasi ini (usaha yang dikelola kedua tersangka, red.) sehingga tujuan pemerintah tidak tercapai," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, dana tersebut untuk membangun green house buah melon yang direncanakan oleh kedua tersangka, sedangkan kelompok masyarakat penerima program JPS Kemnaker hanya diberikan keuntungan jika usahanya untung.
Kajari mengatakan bahwa tujuan pemerintah memberikan program JPS tersebut juga dalam rangka memberdayakan masyarakat dengan membuat wirausaha baru.
"Itu yang tak tercapai," katanya.
Terkait dengan pembuatan green house buah melon yang direncanakan oleh kedua tersangka, dia mengatakan bahwa hal itu dikontrakkan kepada pihak ketiga yang mengerjakan pekerjaannya.
"Setelah jadi, nanti akan dikelola siapa, juga belum jelas. Akan tetapi, pengelolanya bukan kelompok tani (kelompok masyarakat, red.). Karena kelompok tani tersebar di seluruh kabupaten, enggak mungkin dia di situ," katanya.
Baca juga: Kejari Purwokerto tetapkan dua tersangka dugaan korupsi JPS Kemnaker
Menurut dia, kelompok masyarakat itu akan mendapatkan 40 persen keuntungan, sedangkan pengelolanya sebesar 60 persen.
Ia mengatakan bahwa pembagian keuntungan sebesar 40 persen untuk kelompok masyarakat itu bukan merupakan kesepakatan, melainkan rencana sepihak.
"Kerugian negara dalam kasus ini Rp2,150 miliar," katanya.
Seperti diwartakan, Kejari Purwokerto pada tanggal 16 Maret 2021 telah menetapkan AM (26) dan MT (37), warga Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana JPS Kemnaker bagi 48 kelompok masyarakat di Kabupaten Banyumas.
Barang bukti yang diamankan Kejari Purwokerto, di antaranya 38 stempel kelompok dari total 48 kelompok, satu unit komputer, beberapa dokumen perjanjian kerja sama antara 48 kelompok dan Direktorat Pengembangan dan Perluasan Kerja pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Bina Penta dan PKK) Kemnaker RI.
Baca juga: Kejari Purwokerto selidiki kasus korupsi program JPS Kemnaker