Semarang (ANTARA) - Aliansi Nelayan Indonesia (Anni) minta pemerintah memasukkan sekitar 800.000 nelayan kecil untuk mendapatkan jaring pengaman sosial (JPS) di tengah wabah virus corona jenis baru (COVID-19).
"Wabah corona menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia, tidak terkecuali nelayan kecil dan masyarakat pesisir yang rentan dengan ketidakberdayaan ekonomi," kata Ketua Umum DPP Anni Riyono di Semarang, Selasa.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2017, sebut Riyono, jumlah nelayan Indonesia hampir 2,7 juta jiwa, sedangkan yang berada di garis ambang kemiskinan sekitar 25 persen dan mereka masuk ke kategori keluarga miskin.
Baca juga: Nelayan Pati keluhkan rendahnya harga jual ikan
"Oleh karena itu harus ada alokasi khusus jaminan pengaman sosial untuk kelompok masyarakat miskin ini, khususnya nelayan dan masyarakat pesisir. Anggaran Rp110 triliun untuk rakyat terdampak harus sampai ke nelayan, jangan salah sasaran," kata pria kelahiran Magetan, Jawa Timur itu.
Menurut dia, saat ini nelayan dalam kondisi sulit karena 90 persen armada kapal tangkap nelayan kecil adalah di bawah 30 GT, bahkan malah rata-rata 10 GT ke bawah.
"Di tengah pandemi ini membuat harga ikan juga fluktuatif dan cenderung turun di pasar karena makin sedikit pembeli," kata sarjana Ilmu Kelautan Undip Semarang tersebut.
"Nelayan kecil kita, katakan 800 ribu jiwa dikalikan Rp600 ribu selama 3 bulan hanya butuh Rp1,44 triliun. Itu angka kecil, namun dana itu dapat menyentuh langsung kehidupan nelayan kecil. Jadi tidak ada alasan negara untuk tidak mampu," kata Riyono.
Nilai tukar nelayan (NTN) per Maret 2020, katanya, rata-rata 100. Artinya, nelayan belum sejahtera dan menjadi sinyal bahwa ada dampak langsung pandemi corona ini.
Oleh karena itu, menurut dia, Presiden dan KKP harus menjamin keamanan pangan di kalangan nelayan dan masyarakat pesisir.
Baca juga: Pengamat ekonomi: Tingkatkan bantuan untuk nelayan selama pandemi COVID-19