Pekanbaru (ANTARA) - Debt collector (DC) atau penagih utang yang diduga terlibat pengeroyokan dan perusakan sebuah mobil di halaman Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Bukit Raya, Pekanbaru, Provinsi Riau, akhirnya dibekuk.
Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Riau baru membekuk empat penagih utang dalam kasus tersebut. Sementara itu, tujuh DC lainnya masih buron.
Dalam konferensi pers di Pekanbaru, Senin, Direktur Ditreskrimum Polda Riau Kombes Pol. Asep Darmawan menyebutkan inisial empat pelaku, yakni A, MHAF, R, dan RS.
Mereka diduga bagian dari kelompok penagih utang yang hendak menarik kendaraan secara paksa dari tangan korban berinisial RP pada hari Jumat (18/4).
"Saat ini masih ada tujuh orang yang sedang kita cari. Kita akan temukan dan tangkap ke mana pun mereka pergi," kata Kombes Pol. Asep.
Direktur Ditreskrimum Polda Riau menjelaskan bahwa kejadian bermula dari cekcok antara korban dan kelompok penagih utang yang hendak menarik kendaraan.
Keributan berlanjut hingga ke Jalan Parit Indah saat korban mencoba melarikan diri.
Baca juga: Bos debt collector ditangkap polisi setelah buron setahun
Baca juga: Kasus delapan penagih utang dilimpahkan ke Kejari Semarang
Korban yang diteriaki sebagai perampok, akhirnya masuk ke halaman Mapolsek Bukit Raya, tempat pengeroyokan terjadi. Di tempat ini, pelaku menyerang mobil korban dengan membabi buta.
Pada kesempatan itu, disebutkan sejumlah barang bukti yang diamankan dalam kasus ini, di antaranya mobil Toyota Calya milik korban yang dirusak, sepeda motor yang digunakan pelaku, dan sebuah tongkat besi.
Akibat perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP tentang kekerasan secara bersama-sama dengan ancaman pidana maksimal 7 tahun penjara.
Polda Riau mengimbau masyarakat untuk melaporkan jika mengalami penarikan kendaraan secara paksa oleh penagih utang.
Kombes Pol. Asep menegaskan bahwa hanya pemilik sah yang dapat melakukan eksekusi fidusia, dan itu pun harus berdasarkan putusan pengadilan.
"Penagih utang tidak memiliki hak menarik kendaraan secara paksa, apalagi dengan cara-cara premanisme. Itu melanggar hukum," ujarnya.