Semarang (ANTARA) -
Aliansi Mahasiswa Jateng (AMJ) mendukung wacana pengunduran penyelenggaraan pemilu karena selaras dengan kajian dan studi lapangan yang telah dilakukan, serta melihat perkembangan konfigurasi politik terkini.
Juru Bicara AMJ Maulana mengatakan landasan menunda pemilu adalah ekonomi belum stabil dan masih banyak persoalan rakyat yang belum tuntas, serta hutang uang negeri yang masih banyak.
"Rakyat butuh ketentraman dan harga-harga murah dibandingkan harus mengikuti pemilu lagi dalam waktu yang relatif singkat," katanya saat menggelar aksi di halaman Gedung DPRD Jateng, Semarang, Sabtu (5/3).
Ia menegaskan dengan kesadaran penuh dan banyak pertimbangan melihat Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja sehingga semua pihak harus prihatin dan jeli melihat semua ini.
"Serta proyek Wadas yang menuai kontroversi simpang siur, yang negara sendiri acuh tidak becus mengkondisikannya. Pemilu 2024 harus ditunda adalah harga mati," ujarnya.
Menurut dia, para pengamat tidak paham persoalan rakyat, khususnya dari arus bawah dan percuma kalau digelar pemilu 2024 karena belum mampu menjawab permasalahan rakyat, dan tidak menghasilkan pemerintahan yang memahami rakyatnya.
Ia menyebut pemilu mendatang adalah pemilunya kalangan anak muda dan 60 persennya merupakan pemilih dari milenial dan generasi Z.
"Oleh sebab itu momentum pemilu adalah tanggung jawab yang harus diemban bersama, dengan itu kami harus membuktikan bahwa di tangan anak-anak muda Indonesia ke depan akan lebih baik," katanya.
Selain melakukan diskusi terkait penundaan pemilu, AMJ juga melakukan deklarasi dukungan kepada Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar menjadi calon presiden pada Pilpres mendatang.
Sosok Muhaimin Iskandar, lanjut dia, dinilai merupakan representatif pemimpin yang ideal untuk memimpin Indonesia ke depan.
"Cak Imin paham betul persoalan masyarakat khususnya dari menengah ke bawah. Hal tersebut terlihat dari rekam jejak, pengalaman, dan kiprah Cak Imin yang benar-benar meniti karir dari mahasiswa sampai sekarang," ujarnya.
Sosok Cak Imin yang pluralis, humanis dan egaliter tidak bisa dipisahkan dari proses penempaan yang panjang, dimulai sejak yang bersangkutan menjadi aktivis kampus dan pergaulannya dengan almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).