Magelang (ANTARA) - Matthew Healey dalam buku “What Is Branding?” mendefinisikan bahwa brand adalah nama yang dimiliki oleh suatu institusi.
Sedangkan jika merujuk pada tempat, ia mengatakan bahwa suatu tempat, baik negara, wilayah, kota, distrik, jalan, bahkan mal dan gedung, adalah brand.
Dari definisi ini kita bisa mengetahui bahwa suatu kota, juga merupakan brand. Untuk membangun suatu brand dilakukanlah branding. Branding adalah suatu kumpulan kegiatan komunikasi yang dilakukan institusi dalam rangka membangun dan membesarkan brand.
Jika dikaitkan dengan branding suatu kota atau biasa disebut "city branding" maka hal itu didefinisikan sebagai suatu proses atau kegiatan membangun dan membentuk brand/identitas suatu kota agar mempermudah pemangku kota memperkenalkan kotanya kepada target pasar kota tersebut.
Kumpulan kegiatan komunikasi dalam branding merupakan strategi, di antaranya membuat kalimat slogan, logo, simbol, ikon, ekshibisi, dan berbagai komunikasi media lain.
Teori klasik branding memang dibentuk dalam hal yang berkaitan dengan produk konsumsi,sehingga brand dilihat sebagai suatu entitas yang kompleks, bukan sekadar pemberian nama terhadap suatu produk.
Dalam perkembangannya, suatu kota pun melakukan kegiatan branding. "City Branding" menunjukkan aktivitas yang menjadi instrumen kota untuk mendefinisikan dirinya sebagai brand dan menarik perhatian positif masyarakat dunia pada era globalisasi informasi dan dunia yang berjejaring.
Demikian pula kota-kota di Indonesia, melakukan "city branding" sebagai strategi aktif pemerintah daerah membangun identitas daerahnya sendiri sebagai suatu brand.
Dalam konteks kota pembangunan, brand adalah proses strategi untuk menciptakan visi bersama jangka panjang yang relevan bagi kota.
Salah satu aktivitas "city branding" yang sering menjadi bagian tak terpisahkan dan sering menjadi pemicu kesalahpahaman pengertian branding, adalah slogan. Slogan yaitu perkataan atau kalimat pendek yang menarik atau mencolok yang mudah diingat untuk memberitahukan atau menyampaikan sesuatu.
Untuk daerah-daerah di Indonesia, sudah banyak contoh kalimat komunikasi yang dipilih berbentuk slogan. Misalnya, Jateng Gayeng, Jogja Istimewa, Magelang Kota Sejuta Bunga, Jepara Mempesona, dan Solo Spirit Of Java.
"City branding" akan membantu memengaruhi dan membentuk persepsi suatu kota dan menstimulasi kunjungan wisatawan atau masuknya investasi. "City branding" harus menjadi sebuah jangkar bagi tujuan-tujuan pengembangan masyarakat, politik, dan ekonomi kota.
Sejarah
Sejarah "city branding" bisa dilihat di Amerika Serikat, yaitu Kota New York yang menjadi rujukan para pegiat "city branding" karena dianggap sebagai aktivitas "city branding" tersukses di dunia.
Kota New York sebagai brand dengan slogan "I Love New York" yang resmi digunakan sejak 1970-an, dengan logo yang sangat fenomenal dibuat oleh Milton Glaser dan ditiru banyak kota di dunia.
Dalam proses branding kota, Pemerintah Kota New York sejak awal melibatkan warganya sampai tahap di mana konsep branding dari kota dapat diterima para New Yorkers (sebutan untuk warga New York).
Dengan metode ini warga kota menjadikan dirinya sendiri menjadi media iklan berjalan dan berbicara mempromosikan kotanya. Warga kota menjadi aset tak ternilai yang berkontribusi mendukung proses dan berhasilnya branding Kota New York.
Ilustrasi - Foto branding Kota Magelang (ANTARA/HO/Humas Pemkot Magelang)
"Mind mapping"
Untuk menggambarkan dalamnya implikasi "city branding", penulis membuat "mind mapping" yang disebut "Cart Wheels Diagram" atau Diagram Roda Pedati.
Diagram itu menggambarkan proses branding kota sebagai suatu brand. Ketika suatu kota melakukan kegiatan branding berupa proses komunikasi, di antaranya membuat kalimat tagline/slogan, melakukan positioning, membuat logo, ikon, dan simbol, pameran, dan iven, serta pelibatan media.
Maka, dampak positif yang dapat dicapai suatu kota, di antaranya kesejahteraan, kepercayaan, kesetiaan, pengurangan kemiskinan, penurunan kemiskinan, terkenal, berkembangnya sektor pariwisata, mendapat perhatian tinggi masyarakat, menjadi tempat spesifik untuk tujuan tertentu, tercitrakan unik, kredibel, dan menarik investasi.
Di dalam proses branding, perlu juga secara paralel dilakukan pembangunan, berupa fisik prasarana, ekonomi, dan budaya.
Pembangunan fisik prasarana dan ekonomi lebih mudah dicapai dan diukur, sedangkan pembangunan budaya memerluka strategi serta upaya yang lebih dan berkelanjutan karena berkaitan dengan kompleksitas sosial.
Pembangunan budaya akan mudah jika "sense of community" dari warga sudah mengakar terhadap proses branding yang dilakukan.
Perlu rekayasa
Jika "sense of community" rendah maka upaya menyukseskan "city branding" diperlukan rekayasa sosial budaya untuk membangkitkannya, terutama "sense of belonging" atau rasa handarbeni (memiliki) setiap pemangku kepentingan.
Namun, rasa ini bisa muncul ketika sudah ada keselarasan pemahaman konsep dan definisi branding suatu kota.
Meskipun tidak mudah, jika sudah muncul rasa handarbeni, segenap pemangku kepentingan akan bekerja bersama-sama melakukan aktivitas yang mampu membangun kota selaku brand untuk mencapai tujuan bersama.
Di sinilah peran media yang dimiliki oleh setiap kota selain sebagai saluran komunikasi, juga untuk membangkitkan keselarasan pemahaman dan rasa itu melalui instrumen media.
Sektor ini dapat dipimpin oleh organisasi perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsi berkaitan dengan media dan didukung seluruh aparatur kota, termasuk pimpinan daerah dan jajarannya.
Selain itu, rasa handarbeni juga akan muncul dengan sendirinya jika di dalam proses branding ini, masyarakat dan komunitas mendapatkan manfaat ekonomi.
Oleh karena itu, pembangunan berbasis ekonomi komunitas dan masyarakat yang berkaitan dengan proses branding, harus ditingkatkan oleh pemerintah daerah masing-masing.
*) Hendra Subiyanto, S.E., M.Ec.Dev., Kepala Sub Bagian Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Magelang
Baca juga: Perindah hutan kota, tampilan Taman Gunung Tidar diperbarui
Baca juga: Kota Sejuta Bunga dan "Tuin Van Java"
Baca juga: Pencapaian rendah, program Magelang Kota Sejuta Bunga dilanjutkan hingga 2024