Ini rekomendasi Icolgas 2023 yang digelar Fakultas Hukum Unsoed
Icolgas merupakan konferensi internasional yang secara rutin diselenggarakan Fakultas Hukum Unsoed setiap 2 tahuna
Purwokerto (ANTARA) - Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) telah melaksanakan "The 3rd International Conference of Law, Governance, and Social Justice" atau Icolgas 2023 di Krishna Ballroom, Java Heritage Hotel, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (4/10).
"Kegiatan ini diisi oleh keynote speakers Jaksa Agung Republik Indonesia Prof. (H.C-Unsoed) Dr. Sanitiar Burhanudin, S.H., M.H. dan lima speakers lainnya," kata Ketua Panitia Icolgas 2023 Dr. Tedi Sudrajat, S.H., M.H. di Purwokerto, Jumat.
Ia mengatakan lima speakers itu terdiri atas Prof. Dr. Dora Marinova (Curtin University, Australia), Prof. Hibnu Nugroho, S.H., M.Hum. (Unsoed), Prof. Dr. I Gusti Ketut Ayu Rachmi Handayani, S.H., M.M. (UNS), Prof. Nurul Barizah, S.H., LLM.,Ph.D (Unair), dan Assoc. Prof. Christopher M. Cason (University of Washington).
Selain itu, kata dia, terdapat 146 presenter yang telah menyampaikan analisis dan gagasannya tentang isu law, governance, dan social justice serta dihadiri 1.356 peserta secara daring dari seluruh unsur kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri di Indonesia, serta akademikus dari 37 perguruan tinggi di Indonesia dan luar negeri.
"Seluruh peserta terdiri dari beberapa negara seperti Indonesia, India, Malaysia, dan Thailand," jelasnya.
Berdasarkan hasil diskusi, terdapat beberapa rekomendasi untuk topik law, governance, dan social justice sebagai berikut:
1. Law
a. Penegakan hukum diarahkan pada pemenuhan aspek kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum yang tidak sekedar menerapkan pasal-pasal yang kaku (rigid) dan eksklusif, melainkan lebih mengedepankan keadilan substantif dan humanis.
b. Hukum seharusnya menerapkan prinsip Suprema Lex Esto (keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi), terutama ketika menghadapi keadaan kahar (force majeure). Namun implikasinya, dalam setiap pembuatan dan penerapan hukum harus selalu dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan asas kepatutan, objektivitas, dan transparansi.
c. Dalam konteks perdata, Indonesia perlu melakukan reformasi pengadilan melalui pembentukan pengadilan khusus yaitu pengadilan perdata internasional. Pengadilan ini memiliki hakim yang memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang masalah hukum dan teknis yang relevan tentang isu perdata internasional. Indonesia dapat belajar dari Pengadilan Niaga Internasional Singapura, meratifikasi the Hague Convention on the Choice of CourtAgreements (2005), dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Hukum Perdata Internasional. Implikasi hal ini akan memperjelas ruang lingkup ketentuan tentang yurisdiksi internasional pengadilan domestik dan asing.
2. Governance
a. Pengelolaan wilayah pesisir oleh masyarakat hukum adat terus mengalami kemunduran dalam pengelolaannya karena adanya tumpang tindih aturan terkait pengelolaan wilayah perairan terutama terkait administrasi perizinan dari pemerintah pusat, sehingga masyarakat adat kehilangan hak-hak khususnya. Masyarakat hukum adat harus diberikan ruang hukum melalui aturan yang lebih spesifik, seperti peraturan daerah yang mengakomodir kepentingan masyarakat hukum adat secara berkelanjutan.
b. Penyelenggaraan pemerintahan di daerah harus adaptif dengan memperhatikan kekhasan budaya, adat istiadat, agama, permasalahan sosial, kondisi geografis dan perekonomian yang ada di daerah. Kebijakan hukum di daerah seharusnya dapat menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat.
3. Social justice
a. Pemenuhan Hak Asasi Manusia di bidang lingkungan hidup harus selalu berkorelasi dengan SDGs (sustainable development goals). Lingkungan hidup merupakan barang publik global yang harus dilestarikan. Lingkungan yang sehat, bersih, dan berkelanjutan perlu didefinisikan kembali (sesuai kondisi kekinian) sebagai bentuk tanggung jawab manusia terhadap lingkungan hidup guna menciptakan keadilan sosial secara global.
b. Setiap manusia berhak atas air yang cukup, sehat, dapat diakses dan terjangkau untuk keperluan pribadi dan komunitas. Akses air bersih adalah milik semua orang guna pemenuhan kesejahteraan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hak asasi manusia seharusnya dijadikan sebagai dasar hukum dalam desain pembangunan berkelanjutan, melalui pembuatan kebijakan publik yang dapat mengantisipasi kesenjangan sosial dan degradasi lingkungan.
"Icolgas merupakan konferensi internasional yang secara rutin diselenggarakan Fakultas Hukum Unsoed setiap 2 tahunan, yang diikuti oleh akademisi, praktisi, dan pemerhati hukum, pemerintahan, dan keadilan sosial," ungkap Tedi.
Baca juga: Mahasiswa Unsoed manfaatkan rumput gajah sebagai anti-hiperkolesterol
Baca juga: Pakar pertanian: Mau atau tidak mau impor beras harus dilakukan
Baca juga: Tim PKM Unsoed latih warga olah daging ayam jadi nuget
"Kegiatan ini diisi oleh keynote speakers Jaksa Agung Republik Indonesia Prof. (H.C-Unsoed) Dr. Sanitiar Burhanudin, S.H., M.H. dan lima speakers lainnya," kata Ketua Panitia Icolgas 2023 Dr. Tedi Sudrajat, S.H., M.H. di Purwokerto, Jumat.
Ia mengatakan lima speakers itu terdiri atas Prof. Dr. Dora Marinova (Curtin University, Australia), Prof. Hibnu Nugroho, S.H., M.Hum. (Unsoed), Prof. Dr. I Gusti Ketut Ayu Rachmi Handayani, S.H., M.M. (UNS), Prof. Nurul Barizah, S.H., LLM.,Ph.D (Unair), dan Assoc. Prof. Christopher M. Cason (University of Washington).
Selain itu, kata dia, terdapat 146 presenter yang telah menyampaikan analisis dan gagasannya tentang isu law, governance, dan social justice serta dihadiri 1.356 peserta secara daring dari seluruh unsur kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri di Indonesia, serta akademikus dari 37 perguruan tinggi di Indonesia dan luar negeri.
"Seluruh peserta terdiri dari beberapa negara seperti Indonesia, India, Malaysia, dan Thailand," jelasnya.
Berdasarkan hasil diskusi, terdapat beberapa rekomendasi untuk topik law, governance, dan social justice sebagai berikut:
1. Law
a. Penegakan hukum diarahkan pada pemenuhan aspek kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum yang tidak sekedar menerapkan pasal-pasal yang kaku (rigid) dan eksklusif, melainkan lebih mengedepankan keadilan substantif dan humanis.
b. Hukum seharusnya menerapkan prinsip Suprema Lex Esto (keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi), terutama ketika menghadapi keadaan kahar (force majeure). Namun implikasinya, dalam setiap pembuatan dan penerapan hukum harus selalu dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan asas kepatutan, objektivitas, dan transparansi.
c. Dalam konteks perdata, Indonesia perlu melakukan reformasi pengadilan melalui pembentukan pengadilan khusus yaitu pengadilan perdata internasional. Pengadilan ini memiliki hakim yang memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang masalah hukum dan teknis yang relevan tentang isu perdata internasional. Indonesia dapat belajar dari Pengadilan Niaga Internasional Singapura, meratifikasi the Hague Convention on the Choice of CourtAgreements (2005), dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Hukum Perdata Internasional. Implikasi hal ini akan memperjelas ruang lingkup ketentuan tentang yurisdiksi internasional pengadilan domestik dan asing.
2. Governance
a. Pengelolaan wilayah pesisir oleh masyarakat hukum adat terus mengalami kemunduran dalam pengelolaannya karena adanya tumpang tindih aturan terkait pengelolaan wilayah perairan terutama terkait administrasi perizinan dari pemerintah pusat, sehingga masyarakat adat kehilangan hak-hak khususnya. Masyarakat hukum adat harus diberikan ruang hukum melalui aturan yang lebih spesifik, seperti peraturan daerah yang mengakomodir kepentingan masyarakat hukum adat secara berkelanjutan.
b. Penyelenggaraan pemerintahan di daerah harus adaptif dengan memperhatikan kekhasan budaya, adat istiadat, agama, permasalahan sosial, kondisi geografis dan perekonomian yang ada di daerah. Kebijakan hukum di daerah seharusnya dapat menciptakan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat.
3. Social justice
a. Pemenuhan Hak Asasi Manusia di bidang lingkungan hidup harus selalu berkorelasi dengan SDGs (sustainable development goals). Lingkungan hidup merupakan barang publik global yang harus dilestarikan. Lingkungan yang sehat, bersih, dan berkelanjutan perlu didefinisikan kembali (sesuai kondisi kekinian) sebagai bentuk tanggung jawab manusia terhadap lingkungan hidup guna menciptakan keadilan sosial secara global.
b. Setiap manusia berhak atas air yang cukup, sehat, dapat diakses dan terjangkau untuk keperluan pribadi dan komunitas. Akses air bersih adalah milik semua orang guna pemenuhan kesejahteraan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hak asasi manusia seharusnya dijadikan sebagai dasar hukum dalam desain pembangunan berkelanjutan, melalui pembuatan kebijakan publik yang dapat mengantisipasi kesenjangan sosial dan degradasi lingkungan.
"Icolgas merupakan konferensi internasional yang secara rutin diselenggarakan Fakultas Hukum Unsoed setiap 2 tahunan, yang diikuti oleh akademisi, praktisi, dan pemerhati hukum, pemerintahan, dan keadilan sosial," ungkap Tedi.
Baca juga: Mahasiswa Unsoed manfaatkan rumput gajah sebagai anti-hiperkolesterol
Baca juga: Pakar pertanian: Mau atau tidak mau impor beras harus dilakukan
Baca juga: Tim PKM Unsoed latih warga olah daging ayam jadi nuget