Ini hasil penelitian Komnas HAM atas kematian dr Sunardi oleh Densus 88
Jakarta (ANTARA) - Komnas HAM mengumumkan tidak ada pelanggaran hak asasi manusia atas insiden tewasnya seorang anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Sunardi saat berusaha ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri di Kabupaten Sukoharjo, Jateng, pada Maret 2022.
Komisioner Komnas HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan M. Choirul Anam saat jumpa pers di Jakarta, Senin, menjelaskan Densus 88 Antiteror Polri telah bekerja sesuai prosedur dan prinsip yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
“Kami tidak melihat ini (sebagai pelanggaran HAM) kecuali ada bukti lain dan sebagainya, sepanjang yang kami dalami saat ini, kami bertemu keluarganya, kami cek lokasi, kami cek macam-macam, sepanjang itu, kami tidak menemukan terjadi pelanggaran hak asasi manusia,” kata Choirul Anam.
Ia menjelaskan pemantauan dan penangkapan atas dr. Sunardi merupakan bagian dari rangkaian penyidikan tindak pidana terorisme mengingat almarhum saat itu telah ditetapkan sebagai tersangka.
“(Penetapan) tersangka ini pengembangan dari berbagai keterangan termasuk dokumen putusan pengadilan,” ujar dia.
Kepolisian telah melakukan pendalaman kasus selama 3 tahun sebelum mengawasi dan menetapkan dr. Sunardi sebagai tersangka tindak pidana terorisme.
Densus 88 Antiteror Polri yang telah membawa surat penangkapan, berupaya menyergap dan menangkap dr. Sunardi di sekitar Jalan Bekonang, Kabupaten Sukoharjo, 9 Maret 2022, pada malam hari.
Komnas HAM menilai adanya surat tugas menunjukkan Densus 88 Antiteror Polri telah memenuhi prinsip legalitas saat bertugas.
Tidak hanya prinsip legalitas, Komnas HAM menyimpulkan bahwa Densus 88 Antiteror Polri telah memenuhi prinsip nesesitas dan kehati-hatian saat berusaha menangkap dr. Sunardi.
Namun, dr. Sunardi saat berusaha ditangkap polisi justru melawan dan berusaha melarikan diri. Tersangka sempat menabrak seorang petugas dan mengendarai mobilnya dalam kecepatan tinggi.
Di bak mobil yang dikendarai dr. Sunardi, ada dua polisi yang berusaha menghentikan tersangka.
Komnas HAM dalam laporannya menyebutkan dr. Sunardi juga menabrak kendaraan milik warga dan petugas saat berusaha melarikan diri.
Di tengah kejadian itu, polisi yang berada di bak mobil tersangka melepas sembilan tembakan, tiga di antaranya tembakan peringatan.
Pelarian dan pengejaran terhadap dr. Sunardi kemudian berhenti setelah dia menabrak pagar beton rumah warga dengan kecepatan tinggi. Dua polisi yang berada di bak mobil terlempar dan pingsan, sementara dr. Sunardi ditemukan tidak sadar di dalam kendaraan.
Dia langsung dibawa ke Klinik Bhayangkara Polresta Surakarta untuk pertolongan pertama, kemudian tersangka terorisme itu dirujuk ke RS Bhayangkara Semarang.
RS Bhayangkara Semarang pada 10 Maret 2022 menetapkan dr. Sunardi meninggal dunia setelah kondisinya terus memburuk.
Hasil pemeriksaan di RS menunjukkan ada empat luka tembak pada tubuh korban, yaitu di kulit lengan kanan dekat siku, lengan bawah kanan di atas pergelangan tangan, punggung kanan atas dekat tulang belikat (peluru tidak tembus), dan otot bagian pinggang sisi kanan.
Walaupun demikian, pihak keluarga menolak autopsi terhadap dr. Sunardi dan tidak berniat mengajukan gugatan hukum atas kematian tersangka terorisme itu.
Dari hasil pemantauan dan penyelidikan atas kematian dr. Sunardi, Komnas HAM lmemberi tiga rekomendasi untuk kepolisian, yaitu meningkatkan penegakan HAM untuk setiap penindakan yang dilakukan Densus 88 Antiteror Polri, mengembangkan pendekatan humanis dalam menangani kasus terorisme, mengupayakan akuntabilitas, dan transparansi dalam seluruh penegakan hukum tindak pidana terorisme.
Komisioner Komnas HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan M. Choirul Anam saat jumpa pers di Jakarta, Senin, menjelaskan Densus 88 Antiteror Polri telah bekerja sesuai prosedur dan prinsip yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
“Kami tidak melihat ini (sebagai pelanggaran HAM) kecuali ada bukti lain dan sebagainya, sepanjang yang kami dalami saat ini, kami bertemu keluarganya, kami cek lokasi, kami cek macam-macam, sepanjang itu, kami tidak menemukan terjadi pelanggaran hak asasi manusia,” kata Choirul Anam.
Ia menjelaskan pemantauan dan penangkapan atas dr. Sunardi merupakan bagian dari rangkaian penyidikan tindak pidana terorisme mengingat almarhum saat itu telah ditetapkan sebagai tersangka.
“(Penetapan) tersangka ini pengembangan dari berbagai keterangan termasuk dokumen putusan pengadilan,” ujar dia.
Kepolisian telah melakukan pendalaman kasus selama 3 tahun sebelum mengawasi dan menetapkan dr. Sunardi sebagai tersangka tindak pidana terorisme.
Densus 88 Antiteror Polri yang telah membawa surat penangkapan, berupaya menyergap dan menangkap dr. Sunardi di sekitar Jalan Bekonang, Kabupaten Sukoharjo, 9 Maret 2022, pada malam hari.
Komnas HAM menilai adanya surat tugas menunjukkan Densus 88 Antiteror Polri telah memenuhi prinsip legalitas saat bertugas.
Tidak hanya prinsip legalitas, Komnas HAM menyimpulkan bahwa Densus 88 Antiteror Polri telah memenuhi prinsip nesesitas dan kehati-hatian saat berusaha menangkap dr. Sunardi.
Namun, dr. Sunardi saat berusaha ditangkap polisi justru melawan dan berusaha melarikan diri. Tersangka sempat menabrak seorang petugas dan mengendarai mobilnya dalam kecepatan tinggi.
Di bak mobil yang dikendarai dr. Sunardi, ada dua polisi yang berusaha menghentikan tersangka.
Komnas HAM dalam laporannya menyebutkan dr. Sunardi juga menabrak kendaraan milik warga dan petugas saat berusaha melarikan diri.
Di tengah kejadian itu, polisi yang berada di bak mobil tersangka melepas sembilan tembakan, tiga di antaranya tembakan peringatan.
Pelarian dan pengejaran terhadap dr. Sunardi kemudian berhenti setelah dia menabrak pagar beton rumah warga dengan kecepatan tinggi. Dua polisi yang berada di bak mobil terlempar dan pingsan, sementara dr. Sunardi ditemukan tidak sadar di dalam kendaraan.
Dia langsung dibawa ke Klinik Bhayangkara Polresta Surakarta untuk pertolongan pertama, kemudian tersangka terorisme itu dirujuk ke RS Bhayangkara Semarang.
RS Bhayangkara Semarang pada 10 Maret 2022 menetapkan dr. Sunardi meninggal dunia setelah kondisinya terus memburuk.
Hasil pemeriksaan di RS menunjukkan ada empat luka tembak pada tubuh korban, yaitu di kulit lengan kanan dekat siku, lengan bawah kanan di atas pergelangan tangan, punggung kanan atas dekat tulang belikat (peluru tidak tembus), dan otot bagian pinggang sisi kanan.
Walaupun demikian, pihak keluarga menolak autopsi terhadap dr. Sunardi dan tidak berniat mengajukan gugatan hukum atas kematian tersangka terorisme itu.
Dari hasil pemantauan dan penyelidikan atas kematian dr. Sunardi, Komnas HAM lmemberi tiga rekomendasi untuk kepolisian, yaitu meningkatkan penegakan HAM untuk setiap penindakan yang dilakukan Densus 88 Antiteror Polri, mengembangkan pendekatan humanis dalam menangani kasus terorisme, mengupayakan akuntabilitas, dan transparansi dalam seluruh penegakan hukum tindak pidana terorisme.