Solo (ANTARA) - Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) DPR menyosialisasikan diplomasi parlemen di kalangan kampus salah satunya di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
"Kami pilih kampus karena kami melihat dalam demokrasi itu mahasiswa ini kan cikal bakal munculnya demokrasi di Republik Indonesia, tanpa mahasiswa kita tidak mungkin mengalami masa reformasi yang sangat legendaris tersebut," kata Wakil Ketua BKSAP DPR, Achmad Hafisz Tohir, di Solo, Kamis.
Ia mengatakan selain menganggap mahasiswa sebagai media untuk menyosialisasikan diplomasi parlemen tersebut, kalangan ini juga menjadi agen perubahan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Jadi pemikiran-pemikiran mahasiswa itu tidak ada intrik-intrik politik, mereka begitu riil. Kami sampaikan di forum terhormat ini, dengan masuknya kami ke kampus itu kami menjelaskan tugas-tugas DPR yang kadang kala juga dikritisi secara positif oleh mahasiswa," katanya.
Mengenai fungsi konvensional DPR, dia berkata, yang sudah berjalan puluhan tahun yaitu penganggaran, konsoling, membuat undang-undang, dan juga mengawasi jalannya pemerintahan.
"Ada satu fungsi yang kadang rakyat tidak tahu, yaitu menciptakan perdamaian dunia dan berperan aktif dalam pergaulan dunia dalam bentuk bebas aktif. DPR berperan serta terhadap diplomasi dunia, makanya kami namanya second track diplomation, karena diujung tombaknya tetep pemerintah," katanya.
Pada kesempatan itu, Ketua BKSAP, Fadli Zon, mengatakan kerja sama dengan perguruan tinggi negeri merupakan bagian dari menjangkau diplomasi total.
"Jadi (diplomasi) bukan hanya pekerjaan dari Kementerian Luar Negeri dan duta besar yang ada di luar yang menjadi bagian diplomasi formal. Nah, anggota parlemen DPR ini kan wakil rakyat, itu sudah ada di setiap negara,. Dalam hal ini kami ingin mengajak PTN untuk turut serta dengan pemerintah kota dan pemerintah provinsi supaya diplomasi kita itu membawa sesuatu yang konkrit," katanya.
Ia mencontohkan produk-produk tertentu yang mengalami hambatan seperti sawit, diharapkan dengan adanya parlemen maka diplomasi akan lebih mudah.
"Itu kan yang memutuskan parlemen Uni Eropa dan karena dia parlemen ketika dihadapkan dengan parlemen kan diplomasi menjadi lebih mudah, karena kami tidak terikat pada diplomasi formal yang mungkin agak kaku. Kami bisa sampaikan apa yang menjadi aspirasi masyarakat Indonesia, begitu juga tentang soal-soal lain," katanya.