"Aset kami pada 2018 tercatat Rp65,629 triliun, sekarang meningkat menjadi Rp76,441 triliun sehingga Bank Jateng pada tahun ini dikategorikan pada tingkat kesehatan bank (TKB) pada Komposit 2 atau sehat karena pertumbuhan yang stabil, bahkan cenderung berkembang," kata Direktur Utama Bank Jateng Supriyatno di Semarang, Kamis.
Di sisi dana pihak ketiga, Bank Jateng mengalami pertumbuhan 19,64 persen, yaitu dari Rp52,193 triliun pada 2018 menjadi Rp62,446 triliun pada 2019 untuk periode yang sama.
Di sektor perkreditan, pada 2019 telah disalurkan Rp48,593 triliun dengan pertumbuhan 6,63 persen dari tahun sebelumnya yang Rp45,570 triliun, sedangkan laba usaha mengalami sedikit penurunan pada 2018 tercatat Rp1,536 triliun menjadi Rp0,893 triliun pada 2019 dari target Rp1,200 triliun pada akhir tahun ini.
Menurut dia, hal itu sejalan dengan Rencana Bisnis Bank (RBB) yang telah disusun dan sepakati bersama antara Bank Jateng dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 3.
"Untuk target di akhir tahun kami tetap optimistis akan dapat dicapai," ujar pria yang akrab disapa Nano itu.
Baca juga: UMP-Bank Jateng Syariah gelar kegiatan bersepeda bersama
Ia mengungkapkan non-performing loan (NPL) merupakan salah satu indikator TKB, di mana indikator tersebut merupakan rasio keuangan pokok yang dapat memberikan informasi penilaian atas kondisi permodalan, laba usaha, risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas.
NPL, lanjut dia, indikator yang harus dicermati dengan saksama agar tidak melampaui batas yang ditetapkan oleh regulator.
Mengacu Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.03/2017 tanggal 4 April 2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum, ditetapkan bahwa batas tertinggi rasio kredit bermasalah lima persen.
Besaran kredit bermasalah (NPL) Bank Jateng per September 2019 mencapai 2,98 persen ekuivalen Rp1,448 triliun.
"Kami berupaya untuk melakukan penarikan kembali atau 'recovery', artinya jangan sampai masyarakat termakan isu/berita yang disampaikan pihak lain yang berupaya mendiskriditkan kinerja bank melalui data yang tidak benar. Bisa jadi, ada maksud lain di balik itu semua," katanya.
Baca juga: Analis: Investigasi dugaan pidana kredit macet Bank Jateng Cabang Jakarta
Meski Bank Jateng masih pada kategori sehat dan aman, dirinya sepakat terus dilakukan pembenahan dan pengembangan, termasuk di dalamnya pengawasannya.
Dalam konteks pengawasan, keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) diakui penting karena perbankan terus diingatkan akan rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar.
"Dalam hal pengembangannya, kami bekerja dengan selalu berinovasi dan dinamis, tetapi tetap dalam koridor prinsip kehati-hatian karena perbankan adalah usaha yang berisiko tinggi," ujarnya.
Ia menambahkan Bank Jateng selalu memberikan informasi-informasi data yang akurat, yaitu yang telah disepakati bersama dengan OJK sehingga apa yang disampaikan dapat dipertanggungjawabkan.
Baca juga: Equity Life-Bank Jateng bidik generasi milenial peserta asuransi
Baca juga: Bank Jateng berikan deviden Rp49 miliar ke Solo