Solo (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap bisa memberikan masukan terkait revisi Undang-Undang (UU) KPK untuk menyempurnakan beberapa kekurangan.
"Mengenai UU KPK ini kami tidak diajak bicara tentang penyusun, akhirnya ya sampailah kemarin (pengunduran diri Komisioner KPK, red). Bapak-bapak (DPR, red) ini ibaratnya seperti menjahit baju tetapi tidak nanya ini nanti bajunya yang pakai siapa. Ketika sudah jadi diserahkan ke orang itu tetapi ternyata kekecilan, karena bapak ini tidak mengukur kebutuhan yang memakai seperti apa," kata Komisioner KPK Alexander Marwata di Solo, Jateng, Rabu.
Ia mengatakan saat ini revisi UU KPK tersebut secara paripurna sudah disetujui, tetapi butuh waktu satu bulan untuk ditandatangani Presiden dan diundangkan dalam Berita Negara.
Baca juga: Warga Solo aksi dukung pengesahan UU KPK
"Nanti seperti apa, resminya kalau sudah diundangkan dalam Berita Negara," katanya.
Pihaknya melihat ada beberapa yang pasal yang belum sempurna. Menurut dia, dari sisi produk dalam revisi ada aturan lebih lanjut untuk implementasi UU dalam bentuk peraturan pemerintah (PP).
"Dalam PP inilah kami akan coba berikan masukan pada pemerintah untuk menutup lubang-lubang ini, misalnya di dalam revisi UU KPK yang baru kan pimpinan KPK tidak dicantumkan sebagai penyidik, penuntut umum, dan penanggung jawab tertinggi komisi. Jadi tidak jelas siapa penanggung jawabnya. Termasuk penyidik dan penuntut umum," katanya.
Menurut dia, jika tidak ada penanggung jawab maka tidak ada kepastian siapa yang akan menandatangani sejumlah surat, seperti surat perintah penyidikan (sprindik) dan surat tuntutan.
Baca juga: Polemik revisi UU KPK harus jadi catatan bersama
"Selama ini kan pimpinan yang tanda tangan, biasanya ditulis misalnya saya selaku apa karena penyidik itu kan punya kewenangan penyidikan karena dia memperoleh delegasi kewenangan dari pimpinan," katanya.
Menurut dia, kondisi tersebut harus diantisipasi dari awal untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
"Jangan-jangan ketika ditandatangani pimpinan nanti dipraperadilankan. Itu kan harus diantisipasi," katanya.
Baca juga: Pakar hukum: KPK kehilangan muruahnya
Sementara itu, ia memastikan KPK tidak antipengawasan termasuk keterbukaan pengelolaan manajemen.
"Silahkan kami terbuka diawasi, termasuk dilakukan audit. Kami juga terbuka dalam mengelola manajemen. Bagaimanapun juga KPK bagian dari NKRI, bagian dari sistem ketatanegaraan Indonesia. Tidak bisa seolah-olah berada di planet lain," katanya.
Menurut dia, KPK tidak mungkin dapat bekerja sendiri sehingga harus berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk Pemerintah Daerah.
"Itu cara kerja KPK. Yang pasti KPK tidak akan lumpuh, kami hanya ingin menambal yang bolong-bolong agar kerja KPK efektif," katanya.
Baca juga: Ini analisis Fahri mengapa Jokowi setujui revisi UU KPK
Baca juga: JK: Potensi kerugian negara lebih banyak jika KPK tak diawasi
Berita Terkait
Unjuk rasa tolak revisi Undang-Undang Pilkada di Solo berlangsung aman
Jumat, 23 Agustus 2024 8:19 Wib
Kelompok akademisi dan sipil desak DPR hentikan revisi UU Pilkada
Rabu, 21 Agustus 2024 14:14 Wib
Revisi UU Desa resmi disahkan, Perangkat dan pekerja ekosistem desa terlindungi Jamsostek
Rabu, 26 Juni 2024 14:21 Wib
Kementerian PAN RB: Konsep paruh waktu adil bagi tenaga honorer
Kamis, 27 Juli 2023 8:40 Wib
Kementerian PAN RB gandeng Unnes uji publik RUU ASN
Kamis, 27 Juli 2023 7:49 Wib
Surakarta revisi protokol kesehatan setelah status pandemi dicabut
Kamis, 22 Juni 2023 16:23 Wib
Revisi UU Pemilu jangan ganggu tahapan Pemilu 2024
Kamis, 1 Desember 2022 8:52 Wib
Ganjar minta revisi PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan
Selasa, 15 November 2022 8:20 Wib