Kelola wisata kampung adat, desa di Sumba Barat gunakan Dana Desa
Waikabubak (ANTARA) - Pemerintah Desa Tebara di Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, memanfaatkan Dana Desa untuk mengelola Kampung Adat Prai Ijin sebagai salah satu destinasi wisata daerah.
"Melalui BUMDes Iyya Tekki desa kami, sebagian Dana Desa itu untuk pengelolaan kampung adat, baik pembangunan sarana prasarana maupun penguatan kapasitas sumber daya pengelolaan," kata Kepala Desa Tebara Marten R. Bira di Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat, Kamis.
Kampung Adat Prai Ijin dihuni sekitar 300 warga dengan rumah-rumah tradisional khas Sumba yang seharusnya berjumlah 40-an unit, namun hingga saat ini baru 32 unit yang sudah dibangun.
Sekitar 60 warga di Tebara, menurut Marten, terlibat dalam usaha kepariwisataan di kampung adat yang sampai sekarang masih memelihara budaya warisan nenek moyang.
Baca juga: Kampung Adat Ratenggaro berdayakan warga agar sadar wisata
Dana Desa tahun 2018 untuk Desa Tebara, yang meliputi enam dusun dengan jumlah warga 2.683 jiwa, sekitar Rp923 juta dan pada 2019 sekitar Rp1,233 miliar.
Pendapatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setempat pada 2018 sekitar Rp170 juta dan selama Januari sampai Juni 2019 sekitar Rp250 juta.
Martenen mengatakan, sebagian Dana Desa yang dialokasikan untuk kampung adat setempat antara lain digunakan untuk pengadaan bahan-bahan untuk perawatan dan pembangunan rumah adat, pembangunan sarana mandi, cuci, dan kakus (MCK), serta sarana air bersih.
Selain itu, ia melanjutkan tanpa menyebut detail Dana Desa untuk Kampung Adat Prai Ijin, dana digunakan untuk pelatihan pemandu wisata, peningkatan kesadaran masyarakat terkait dengan potensi wisata kampung, penataan sistem loket, tempat kuliner, dan suvenir, serta program pinjaman untuk usaha produktif.
Ia mengatakan wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara, di Kampung Adat Prai Ijin pada Senin--Kamis sekitar 250 orang, sedangkan Jumat--Minggu antara 220--250 orang.
Baca juga: Menikmati petik stroberi di Desa Wisata Serang
Dari kunjungan wisatawan itu, setiap hari BUMDes setempat mengumpulkan pendapatan antara Rp2,5 juta dan Rp5 juta.
"Umumnya wisatawan asing ke kampung adat kami dari Eropa dan Asia, kalau untuk promosinya lewat media sosial dan website desa," ujar Marten, yang juga pembina BUMDes Iyya Tekki Desa Tebara, Kecamatan Kota Waikabubak.
Ia juga menjelaskan tentang tradisi dan kearifan lokal yang terus dijalani serta dipelihara warga kampung adat terkait dengan kepercayaan Ma-rappu.
Kepala Seksi Promosi Dinas Pariwisata Kabupaten Sumba Barat Benyamin Yewang mengatakan hingga saat ini daerahnya memiliki 124 kampung adat dan kampung situs dengan masyarakat yang tetap menghidupi tradisi budaya serta mengembangkan kekhasan kampung sebagai tempat tujuan wisata.
"Untuk pengelolaan, antara lain memang ada yang bersumber dari Dana Desa, ada juga bantuan APBD kabupaten dan provinsi," ucapnya.
Baca juga: Desa wisata Serang intensifkan promosi digital
Promosi wisata untuk daerah wisata tersebut dilakukan Pemerintah Kabupaten Sumba Barat antara lain melalui media massa, masyarakat lokal, media sosial, media dalam jaringan, dan pameran pariwisata di berbagai kota besar.
Bupati Sumba Barat Agustinus Niga Dapawole ketika menerima kunjungan rombongan dari Pemerintah Kota Magelang pimpinan Sekda Joko Budiyono mengatakan, kehidupan tradisional masyarakat setempat dan keteguhan mereka memelihara budaya lokal yang unik menjadi salah satu kekuatan bagi pengembangan kepariwisataan di daerah itu.
"Nuansa kehidupan tradisional dan mereka terus mempertahankan kebudayaan. Ada kampung-kampung adat dengan kepercayaan Ma-rappu, tentang roh leluhur yang menyimpan legenda, ada upacara ritual pasola (pacuan kuda) yang menjadi bagian dari potensi wisata unggulan di sini, dan terus dipromosikan," ucap dia.
Baca juga: Wacana Ganjar bantu desa wisata Rp100 juta patut diapresiasi
Baca juga: Pemerintah desa petakan potensi wisata
"Melalui BUMDes Iyya Tekki desa kami, sebagian Dana Desa itu untuk pengelolaan kampung adat, baik pembangunan sarana prasarana maupun penguatan kapasitas sumber daya pengelolaan," kata Kepala Desa Tebara Marten R. Bira di Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat, Kamis.
Kampung Adat Prai Ijin dihuni sekitar 300 warga dengan rumah-rumah tradisional khas Sumba yang seharusnya berjumlah 40-an unit, namun hingga saat ini baru 32 unit yang sudah dibangun.
Sekitar 60 warga di Tebara, menurut Marten, terlibat dalam usaha kepariwisataan di kampung adat yang sampai sekarang masih memelihara budaya warisan nenek moyang.
Baca juga: Kampung Adat Ratenggaro berdayakan warga agar sadar wisata
Dana Desa tahun 2018 untuk Desa Tebara, yang meliputi enam dusun dengan jumlah warga 2.683 jiwa, sekitar Rp923 juta dan pada 2019 sekitar Rp1,233 miliar.
Pendapatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setempat pada 2018 sekitar Rp170 juta dan selama Januari sampai Juni 2019 sekitar Rp250 juta.
Martenen mengatakan, sebagian Dana Desa yang dialokasikan untuk kampung adat setempat antara lain digunakan untuk pengadaan bahan-bahan untuk perawatan dan pembangunan rumah adat, pembangunan sarana mandi, cuci, dan kakus (MCK), serta sarana air bersih.
Selain itu, ia melanjutkan tanpa menyebut detail Dana Desa untuk Kampung Adat Prai Ijin, dana digunakan untuk pelatihan pemandu wisata, peningkatan kesadaran masyarakat terkait dengan potensi wisata kampung, penataan sistem loket, tempat kuliner, dan suvenir, serta program pinjaman untuk usaha produktif.
Ia mengatakan wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara, di Kampung Adat Prai Ijin pada Senin--Kamis sekitar 250 orang, sedangkan Jumat--Minggu antara 220--250 orang.
Baca juga: Menikmati petik stroberi di Desa Wisata Serang
Dari kunjungan wisatawan itu, setiap hari BUMDes setempat mengumpulkan pendapatan antara Rp2,5 juta dan Rp5 juta.
"Umumnya wisatawan asing ke kampung adat kami dari Eropa dan Asia, kalau untuk promosinya lewat media sosial dan website desa," ujar Marten, yang juga pembina BUMDes Iyya Tekki Desa Tebara, Kecamatan Kota Waikabubak.
Ia juga menjelaskan tentang tradisi dan kearifan lokal yang terus dijalani serta dipelihara warga kampung adat terkait dengan kepercayaan Ma-rappu.
Kepala Seksi Promosi Dinas Pariwisata Kabupaten Sumba Barat Benyamin Yewang mengatakan hingga saat ini daerahnya memiliki 124 kampung adat dan kampung situs dengan masyarakat yang tetap menghidupi tradisi budaya serta mengembangkan kekhasan kampung sebagai tempat tujuan wisata.
"Untuk pengelolaan, antara lain memang ada yang bersumber dari Dana Desa, ada juga bantuan APBD kabupaten dan provinsi," ucapnya.
Baca juga: Desa wisata Serang intensifkan promosi digital
Promosi wisata untuk daerah wisata tersebut dilakukan Pemerintah Kabupaten Sumba Barat antara lain melalui media massa, masyarakat lokal, media sosial, media dalam jaringan, dan pameran pariwisata di berbagai kota besar.
Bupati Sumba Barat Agustinus Niga Dapawole ketika menerima kunjungan rombongan dari Pemerintah Kota Magelang pimpinan Sekda Joko Budiyono mengatakan, kehidupan tradisional masyarakat setempat dan keteguhan mereka memelihara budaya lokal yang unik menjadi salah satu kekuatan bagi pengembangan kepariwisataan di daerah itu.
"Nuansa kehidupan tradisional dan mereka terus mempertahankan kebudayaan. Ada kampung-kampung adat dengan kepercayaan Ma-rappu, tentang roh leluhur yang menyimpan legenda, ada upacara ritual pasola (pacuan kuda) yang menjadi bagian dari potensi wisata unggulan di sini, dan terus dipromosikan," ucap dia.
Baca juga: Wacana Ganjar bantu desa wisata Rp100 juta patut diapresiasi
Baca juga: Pemerintah desa petakan potensi wisata