Warga "Nyadran Kali" untuk Lestarikan Sumber Air
Magelang, Antara Jateng - Masyarakat Dusun Warangan Desa Muneng Warangan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, di kawasan Gunung Merbabu, Rabu, melakukan tradisi "Nyadran Kali Puyam" sebagai wujud kearifan lokal mereka dalam melestarikan sumber air.
Mereka dengan dipimpin sesepuh warga setempat, Mbah Jumo (67), membawa berbagai sarana untuk melakukan tradisi itu dari Dusun Warangan ke sumber air Kali Puyam sejauh sekitar 2,5 kilometer.
Berbagai sarana untuk melakukan tradisi itu, antara lain sesaji, tumpeng, ingkung, sayuran, lauk-pauk dan jajan pasar. Di tempat di antara pepohonan rindang sekitar mata air itu, Mbah Jumo memimpin doa selama beberapa saat.
Mereka kemudian menyantap secara bersama-sama berbagai sarana pelaksanaan tradisi "Nyadran Kali Puyam" di lereng barat kawasan Gunung Merbabu.
Tradisi itu mereka lakukan setiap Kliwon pertama dalam Sapar, setelah pertengahan bulan dalam kalender Jawa itu.
"Untuk mendoakan supaya air dari sumber ini terus mengalir hingga dusun kami, karena air ini bermanfaat untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat, untuk pertanian dan rumah tangga," kata Mbah Jumo.
Pada kesempatan itu, Mbah Jumo juga memimpin doa untuk kelancaran masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari, terutama sebagai petani sayuran.
Selain itu, untuk kehidupan keluarga yang semakin sejahtera dan kelancaran anak-anak dalam menempuh pendidikan di sekolah masing-masing.
Mereka juga berdoa untuk keselamatan seluruh masyarakat di kawasan itu dari berbagai bentuk bencana.
Sekelompok warga setempat kemudian melanjutkan pementasan tari tradisional "Soreng" di dekat sumber mata air Kali Puyam yang terletak di Desa Jamusan, Kecamatan Pakis, namun airnya mengalir hingga Dusun Warangan, Desa Muneng Warangan.
"Pementasan tari 'Soreng' juga menjadi bagian dari tradisi masyarakat setiap melakukan 'Nyadran Kali Puyam', sehingga masyarakat juga menghidupi kesenian ini," tutur pemimpin Sanggar Warangan Merbabu yang juga warga Dusun Warangan, Handoko.
Ia mengatakan sehari sebelumnya, masyarakat bergotong-royong membersihkan lingkungan sekitar mata air tersebut.
Selama Rabu siang hingga malam hari, masyarakat menggelar berbagai pentas kesenian di dusunnya, termasuk melakukan kenduri di rumah kepala dusun setempat.
Mereka dengan dipimpin sesepuh warga setempat, Mbah Jumo (67), membawa berbagai sarana untuk melakukan tradisi itu dari Dusun Warangan ke sumber air Kali Puyam sejauh sekitar 2,5 kilometer.
Berbagai sarana untuk melakukan tradisi itu, antara lain sesaji, tumpeng, ingkung, sayuran, lauk-pauk dan jajan pasar. Di tempat di antara pepohonan rindang sekitar mata air itu, Mbah Jumo memimpin doa selama beberapa saat.
Mereka kemudian menyantap secara bersama-sama berbagai sarana pelaksanaan tradisi "Nyadran Kali Puyam" di lereng barat kawasan Gunung Merbabu.
Tradisi itu mereka lakukan setiap Kliwon pertama dalam Sapar, setelah pertengahan bulan dalam kalender Jawa itu.
"Untuk mendoakan supaya air dari sumber ini terus mengalir hingga dusun kami, karena air ini bermanfaat untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat, untuk pertanian dan rumah tangga," kata Mbah Jumo.
Pada kesempatan itu, Mbah Jumo juga memimpin doa untuk kelancaran masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari, terutama sebagai petani sayuran.
Selain itu, untuk kehidupan keluarga yang semakin sejahtera dan kelancaran anak-anak dalam menempuh pendidikan di sekolah masing-masing.
Mereka juga berdoa untuk keselamatan seluruh masyarakat di kawasan itu dari berbagai bentuk bencana.
Sekelompok warga setempat kemudian melanjutkan pementasan tari tradisional "Soreng" di dekat sumber mata air Kali Puyam yang terletak di Desa Jamusan, Kecamatan Pakis, namun airnya mengalir hingga Dusun Warangan, Desa Muneng Warangan.
"Pementasan tari 'Soreng' juga menjadi bagian dari tradisi masyarakat setiap melakukan 'Nyadran Kali Puyam', sehingga masyarakat juga menghidupi kesenian ini," tutur pemimpin Sanggar Warangan Merbabu yang juga warga Dusun Warangan, Handoko.
Ia mengatakan sehari sebelumnya, masyarakat bergotong-royong membersihkan lingkungan sekitar mata air tersebut.
Selama Rabu siang hingga malam hari, masyarakat menggelar berbagai pentas kesenian di dusunnya, termasuk melakukan kenduri di rumah kepala dusun setempat.