Antibodi Manusia bisa Lindungi Janin Tikus dari Zika
Paris Antara Jateng - Antibodi yang dihasilkan oleh tubuh manusia bisa melindungi tikus yang belum lahir dari virus Zika menurut hasil penelitian yang dipublikasikan Senin (7/11), membangkitkan harapan untuk menghalau dampak virus yang diketahui berkaitan dengan kerusakan otak pada janin manusia itu.
Antibodi itu menetralkan semua strain virus Zika yang diketahui dalam penelitian di laboratorium, dan "nyata mengurangi" level virus pada tikus hamil yang terinfeksi dan janin mereka.
"Ini antivirus pertama yang terbukti dapat bekerja saat kehamilan untuk melindungi perkembangan janin dari virus Zika," kata salah satu penulis hasil studi, Michael Diamond dari Washington University School of Medicine.
"Ini bukti utama bahwa virus Zika selama kehamilan bisa diatasi dan kami sudah memiliki antibodi manusia yang bisa mengatasinya, setidaknya pada tikus."
Zika utamanya menular melalui gigitan nyamuk terinfeksi, tetapi dalam kasus langka dapat bisa lewat hubungan seksual.
Pada kebanyakan orang, infeksi virus tersebut hanya menimbulkan gejala ringan atau tidak sama sekali.
Namun dalam wabah yang dimulai pada 2015, virus tersebut dikaitkan dengan penyakit mikrosefali pada janin, kondisi yang membatasi pertumbuhan kepala dan otak.
Lebih dari 2.300 bayi, utamanya di Brasil, lahir dengan mikrosefali atau kecacatan sistem syaraf pusat terkait Zika sejak tahun lalu menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Sampai sekarang belum ada obat atau vaksin untuk infeksi virus tersebut.
Diamond dan timnya mengambil sampel antibodi dari orang-orang yang sudah pulih dari infeksi Zika.
Satu antibodi yang bisa menjadi benteng menghadapi Zika disebut ZIKV-117 dan diambil dari satu orang menurut laporan tim peneliti di jurnal Nature.
Antibodi adalah prajurit dalam sistem pertahanan tubuh. Mereka adalah protein berbentuk Y yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh sebagai respons terhadap keberadaan antigen, patogen yang menyebabkan penyakit.
Setiap jenis antibodi berikatan dengan antigen spesifik, kemudian menonaktifkannya langsung atau menandainya untuk dihancurkan oleh sel-sel kekebalan tubuh yang lain.
Butuh kesabaran
Para peneliti memberikan ZIKV-117 pada tikus hamil yang sudah disuntik dengan Zika, dan menemukan plasenta mereka tetap normal dan sehat dibandingkan dengan tikus-tikus yang tidak mendapat antibodi.
"Hampir semua janin terlindung dari infeksi dan penyakit," kata Diamond kepada kantor berita AFP.
Dalam tes lanjutan, antibodi juga melindungi tikus jantan dewasa dari dosis virus Zika mematikan.
Manusia diketahui bisa secara alami menghasilkan antibodi persis seperti itu dalam merespons infeksi menurut Diamond. Bahkan jika mereka bisa, itu tidak akan cukup cepat untuk melindungi bayi yang belum lahir, karenanya perlu ada pendorong.
Temuan-temuan itu bisa membantu memberikan perlindungan sementara terhadap Zika sementara para peneliti merancang satu vaksin untuk melawan virus tersebut.
Namun pertama pengujian harus dilakukan pada monyet, yang kehamilannya punya banyak kesamaan dengan manusia.
"Akan butuh beberapa waktu...sampai kami merasa cukup yakin untuk mencoba pengobatan ini pada manusia," kata Derek Gatherer dari Lancaster University mengomentari hasil studi tersebut.
Antibodi itu menetralkan semua strain virus Zika yang diketahui dalam penelitian di laboratorium, dan "nyata mengurangi" level virus pada tikus hamil yang terinfeksi dan janin mereka.
"Ini antivirus pertama yang terbukti dapat bekerja saat kehamilan untuk melindungi perkembangan janin dari virus Zika," kata salah satu penulis hasil studi, Michael Diamond dari Washington University School of Medicine.
"Ini bukti utama bahwa virus Zika selama kehamilan bisa diatasi dan kami sudah memiliki antibodi manusia yang bisa mengatasinya, setidaknya pada tikus."
Zika utamanya menular melalui gigitan nyamuk terinfeksi, tetapi dalam kasus langka dapat bisa lewat hubungan seksual.
Pada kebanyakan orang, infeksi virus tersebut hanya menimbulkan gejala ringan atau tidak sama sekali.
Namun dalam wabah yang dimulai pada 2015, virus tersebut dikaitkan dengan penyakit mikrosefali pada janin, kondisi yang membatasi pertumbuhan kepala dan otak.
Lebih dari 2.300 bayi, utamanya di Brasil, lahir dengan mikrosefali atau kecacatan sistem syaraf pusat terkait Zika sejak tahun lalu menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Sampai sekarang belum ada obat atau vaksin untuk infeksi virus tersebut.
Diamond dan timnya mengambil sampel antibodi dari orang-orang yang sudah pulih dari infeksi Zika.
Satu antibodi yang bisa menjadi benteng menghadapi Zika disebut ZIKV-117 dan diambil dari satu orang menurut laporan tim peneliti di jurnal Nature.
Antibodi adalah prajurit dalam sistem pertahanan tubuh. Mereka adalah protein berbentuk Y yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh sebagai respons terhadap keberadaan antigen, patogen yang menyebabkan penyakit.
Setiap jenis antibodi berikatan dengan antigen spesifik, kemudian menonaktifkannya langsung atau menandainya untuk dihancurkan oleh sel-sel kekebalan tubuh yang lain.
Butuh kesabaran
Para peneliti memberikan ZIKV-117 pada tikus hamil yang sudah disuntik dengan Zika, dan menemukan plasenta mereka tetap normal dan sehat dibandingkan dengan tikus-tikus yang tidak mendapat antibodi.
"Hampir semua janin terlindung dari infeksi dan penyakit," kata Diamond kepada kantor berita AFP.
Dalam tes lanjutan, antibodi juga melindungi tikus jantan dewasa dari dosis virus Zika mematikan.
Manusia diketahui bisa secara alami menghasilkan antibodi persis seperti itu dalam merespons infeksi menurut Diamond. Bahkan jika mereka bisa, itu tidak akan cukup cepat untuk melindungi bayi yang belum lahir, karenanya perlu ada pendorong.
Temuan-temuan itu bisa membantu memberikan perlindungan sementara terhadap Zika sementara para peneliti merancang satu vaksin untuk melawan virus tersebut.
Namun pertama pengujian harus dilakukan pada monyet, yang kehamilannya punya banyak kesamaan dengan manusia.
"Akan butuh beberapa waktu...sampai kami merasa cukup yakin untuk mencoba pengobatan ini pada manusia," kata Derek Gatherer dari Lancaster University mengomentari hasil studi tersebut.