Harga jual mahal tersebut, menurut pelaku UMKM sekaligus Pendamping UMKM dari Dinas Koperasi Kota Semarang Bernadette Natalia Sari Pujiastuti, karena ongkos produksi kerajinan tangan di Kota Semarang tinggi.
"Itu saya ketahui setelah saya dan beberapa pelaku UMKM dari Semarang memasukkan produk UMKM ke salah satu toko di Yogyakarta yaitu Mirota Batik. Ternyata harga jual produk kami jauh lebih mahal dibandingkan dengan produk-produk lain," katanya di Semarang, Rabu.
Menurutnya, mahalnya harga jual tersebut bukan karena ingin memperoleh keuntungan yang tinggi tetapi ongkos produksi yang terlalu tinggi.
"Artinya harga produksi terutama kerajinan tangan di Kota Semarang ini relatif lebih mahal dibandingkan dengan kota Yogya atau Solo," katanya.
Kondisi tersebut karena jumlah perajin di Kota Semarang yang relatif lebih sedikit dengan keterampilan yang tidak lebih baik dari perajin di Kota Yogya atau Solo.
"Ini yang membuat kerajinan tangan dari Kota Semarang secara kompetisi lebih rendah dibandingkan Yogya atau Solo. Misalnya sama-sama membuat dompet, di Solo harganya bisa separuh dari harga di Semarang," katanya.
Selain itu, sebagian produk kerajinan tangan yang dijual di Kota Semarang bukan merupakan produksi asli Semarang tetapi dari kota lain di antaranya Demak dan Purwodadi.
Sementara itu, di dua kota tersebut produk kerajinan tangan sudah memiliki pasar yang potensial, sebagai contoh Pasar Beringharjo di Yogya.
Ia berharap Pasar Johar juga dapat menjadi wadah untuk pemasaran produk-produk kerajinan tangan dari Semarang.
Terkait dengan ongkos produksi di Kota Semarang yang lebih tinggi dibandingkan Yogya dan Solo, pihaknya berharap agar hal tersebut menjadi perhatian semua pihak.
"Ini harus menjadi perhatian semua pihak yang terlibat dalam pengembangan UMKM. Jika kondisi ini terus terjadi maka kita akan kalah saing dari daerah lain," katanya.