Dari sederetan rumah di kawasan RT 4 RW IV Kelurahan Plombokan, Kecamatan Semarang Utara, rumah milik Titik Maryani ini memang terlihat paling rindang. Meski tak terlalu luas, sebagian pekarangan penuh dengan tanaman bunga warna-warni, namun sebagian lagi dimanfaatkan untuk tanaman buah dan sayur.
Pekarangan di depan rumah itu tampak rindang dengan dua pohon mangga, satu pohon jambu air dan satu pohon belimbing.
Di luar pagar juga ada tanaman belimbing wuluh yang biasa dimanfaatkan untuk masakan, sedangkan di seberang rumahnya, yang juga masih ada sedikit lahan dimanfaatkan untuk menanam pisang, pohon jambu air, dan pohon buah sawo.
Dengan itu, Titik bisa menyalurkan hobi sekaligus dapat sedikit memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga.
Untuk aneka tanaman sayuran, ia tempatkan di dalam pot-pot atau polybag, selain cabai, ada juga sawi, tomat dan aneka sayuran.
Tanaman lidah buaya, pandan, serai dan aneka tanaman yang biasa digunakan untuk bumbu dapur juga ada di pekarangan itu.
Titik mengatakan sudah menyukai kegiatannya berkebun sejak muda. Terlebih lagi sekarang saat sudah pensiun, waktunya banyak dihabiskan untuk mengurus pekarangannya.
"Tiap hari disiram, dirawat. Untuk tanaman hiasnya kan hobi, biar nggak stres. Bonusnya untuk tanaman sayuran, kalau mau masak tinggal metik," kata pensiunan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah itu.
Menurut dia, memanfaatkan sedikit lahan pekarangan memang sangat menguntungkan karena selain bisa memberikan sayuran segar untuk keluarga, pengeluaran rumah tangga juga bisa lebih irit.
Setidaknya dalam sebulan, Titik bisa lebih irit sekitar Rp200-300 ribu uang belanja dari hasil buah dan sayur tersebut.
"Merawatnya juga tidak susah, kalau pas musim buah tidak usah beli, bisa nunggu buat masak di pohon, rasanya lebih manis dan segar," ujar ibu tiga anak ini.
Pemberdayaan pangan alternatif
Pemanfaatan lahan pekarangan untuk tanaman pangan ini juga sudah menjadi program sejumlah pihak, baik dari pemerintah daerah seperti Pemkot Semarang, PKK dan sejumlah kelompok masyarakat atau lembaga swadaya.
Di Kota Semarang sendiri, program pemberdayaan makanan alternatif untuk kemandirian pangan masyarakat terus digaungkan.
Sosialisasi pemanfaatan pangan lokal dan pekarangan untuk tanaman pangan semakin sering dilakukan.
Selain untuk memenuhi kebutuhan keluarga juga untuk mengantisipasi krisis pangan saat musim paceklik.
"Ini antisipasi krisis pangan jangka panjang, sosialisasi publik dilakukan agar lebih banyak mengonsumsi makanan alternatif berbasis bahan baku lokal serta lebih beranekaragam," ujar Kepala Badan Ketahanan Pangan Kota Semarang Intan Indriawan.
Sosialisasi, kata dia, dilakukan melalui koordinasi dengan sejumlah lembaga seperti desa mandiri pangan, rumah pangan lestari serta pelatihan pengolahan alternatif.
Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan, di Kota Semarang terdapat 16 desa mandiri pangan, 16 memiliki ketersediaan pangan alternatif, 47 kawasan rumah pangan lestari yang diupayakan memproduksi makanan organik.
Selain itu juga ada 31 unit warung desa yang mampu mendistribusi bahan pangan pokok hasil produksi sendiri.
Butuh imbauan pemanfaatan lahan pekarangan berupa Perda
Sekretaris Jendral DPP Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI) Riyono mengatakan pemanfaatan pekarangan ini perlu digalakkan dari daerah hingga nasional.
Ia mengimbau adanya peraturan daerah (perda) atau surat edaran untuk pemanfaatan pekarangan.
"Kalau secara nasional sudah ada program pemanfaatan rumah pangan lestari, aturan itu dimaksudkan sebagai imbauan agar masyarakat lebih 'aware' akan pemanfaatan pekarangan itu serta ada gerakan menanam bersama di pekarangan," ujarnya.
Menurut dia, pekarangan menjadi potensi yang sangat luar biasa sehingga perlu sosialisasi secara menyeluruh, baik di desa maupun di kota.
Riyono menilai saat ini masih banyak warga yang belum menyadari manfaat dan potensi pekarangan rumah.
"Coba bayangkan kalau mau melakukan pendataan, di Provinsi Jateng sendiri sudah berapa luas pekarangan? Kalau itu bisa dimanfaatkan betapa luar biasa, semua keluarga bisa mandiri pangan," paparnya.
Pekarangan sesempit apapun, kata dia, bisa dimanfaatkan, bahkan sekarang sudah ada berbagai macam teknik menanam di lahan yang terbatas luasnya.
Kendala dan program kedaulatan pangan
Dalam mengupayakan kedaulatan pangan terutama di Provinsi Jateng, masih ada sejumlah kendala yang dihadapi pemerintah daerah antara lain, alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian yang menjadi ancaman terhadap pencapaian ketahanan dan kedaulatan pangan.
Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko mengatakan kendala lain adalah masih sulitnya mengubah budaya atau pola pangan masyarakat yang hanya tergantung pada salah satu jenis pangan, meskipun sudah disiapkan sejumlah upaya pemecahan masalah yang muncul terkait dengan kedaulatan pangan tersebut.
"Salah satunya jelas mengendalikan laju alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian, dan yang tidak kalah penting yaitu mengoptimalkan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga yang terus disosialisasikan dan digalakkan," tuturnya.
Heru mengatakan, saat ini pemerintah juga terus melakukan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras.
Hal itu dilakukan melalui sosialisasi program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP).
Dalam mencapai target kedaulatan pangan tersebut, pemerintah terus melakukan koordinasi secara aktif dan sinergis melalui Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, membangun jejaring dengan badan/kantor Ketahanan Pangan di tiap kabupaten/kota, serta memberdayakan aparat dan masyarakat agar memaksimalkan pemanfaatan sumber daya lokal.
"Pertanian perlu digalakkan secara optimal menuju terciptanya kedaulatan pangan. Syukur-syukur bisa menunjang kebutuhan luar provinsi atau ekspor dan hal ini tentu akan tercapai jika ada sinergi yang tepat antara pemerintah dan seluruh masyarakat di Jawa Tengah," ujarnya.
Penguatan pangan ini harus diwujudkan bersama sesuai dengan visi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yakni "Menuju Jawa Tengah Sejahtera dan Berdikari".
Selain itu, penguatan pangan juga dilakukan di bidang lain seperti peningkatan produksi peternakan dan perikanan.
Diharapkan peningkatan komoditas berbagai bidang ini mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Jawa Tengah.