Banyumas (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Siti Mukaromah mendorong diversifikasi pasar ekspor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) agar tidak tergantung pada pasar Amerika Serikat (AS) meskipun telah ada kesepakatan dagang antara Indonesia dan AS.
Ditemui di Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, legislator yang akrab disapa Erma itu menilai hubungan dagang Indonesia dan AS saat ini belum memberikan keuntungan yang signifikan bagi masyarakat Indonesia, termasuk pelaku UMKM.
Terkait dengan hal itu, ia mengharapkan pemerintah berhati-hati dalam menyusun kesepakatan dagang dan lebih mengutamakan dampaknya terhadap masyarakat luas.
“Kesepakatan antarnegara jangan hanya dipandang dari sisi formalitas, tapi juga harus dilihat secara menyeluruh, terutama implikasinya terhadap masyarakat. Jangan sampai hubungan dagang justru merugikan rakyat," katanya.
Dalam pola hubungan dagang saat ini, kata dia, Indonesia tampaknya tidak mendapatkan ruang yang adil. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya diplomasi ekonomi yang cermat dan tidak terbawa arus kebijakan negara mitra, terutama Amerika Serikat.
“Pemerintah harus punya kemampuan membaca celah dalam diplomasi dan berdiri pada posisi yang tidak merugikan. Jangan sampai kita ikut arus dan akhirnya justru rakyat kita yang dirugikan,” katanya.
Sebagai anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi bidang perindustrian, UMKM, ekonomi kreatif, pariwisata, dan sarana publikasi, dia menyoroti pentingnya penguatan sektor UMKM sebagai strategi menghadapi ketimpangan hubungan dagang global.
Menurut dia, UMKM Indonesia bisa tetap berkembang tanpa harus bergantung pada Amerika Serikat, yakni dengan memperluas atau diversifikasi pasar ekspor ke negara lain.
“Kalau kita bisa maju tanpa Amerika dulu, kenapa tidak? Jangan sampai kita berpikir tanpa Amerika kita tidak bisa hidup, masih banyak negara lain yang terbuka dan bahkan lebih ramah terhadap produk Indonesia,” ujarnya.
Ia mengatakan pasar Eropa merupakan peluang besar yang belum tergarap optimal, sehingga bisa sebagai alternatif untuk memasarkan produk-produk UMKM Indonesia.
Menurut dia, negara-negara Eropa saat ini tengah menggemari produk-produk organik dan buatan tangan (handmade) dari negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Eropa itu sekarang sangat terbuka dengan produk organik dan handmade dari Indonesia. Tapi justru selama ini Filipina dan Thailand yang lebih dominan di sana. Kita tidak boleh kalah," katanya menegaskan.
Ia mencontohkan potensi besar dari para petani gula kelapa di daerah seperti Banyumas yang terdapat lebih dari 29 ribu petani gula kelapa.
"Tapi kenapa yang ekspor ke Eropa malah Filipina? Padahal kualitas gula kelapa kita lebih baik," katanya.
Menurut dia, lemahnya politik dagang Indonesia menjadi salah satu penyebab utama.
Ia mengatakan banyak produk lokal yang justru diekspor melalui negara lain dan akhirnya kehilangan identitas Indonesia.
“Kita ekspor ke Filipina, lalu Filipina ekspor lagi ke Eropa atas nama mereka. Ini menunjukkan bahwa negara kita belum hadir secara kuat dalam mendukung ekspor UMKM," katanya.
Sebagai solusi, dia mendorong pemerintah untuk membuka lebih banyak pasar alternatif selain AS dan memperkuat dukungan terhadap UMKM lokal agar mampu menembus pasar internasional dengan nama dan branding Indonesia sendiri.
“Kita harus cari pasar baru, jangan hanya terpaku pada Amerika, karena negara lain juga banyak yang siap menyambut produk kita. Pemerintah harus hadir dan memfasilitasi ini," kata Erma menegaskan.
Baca juga: Bulog salurkan dana TJSL untuk puluhan pelaku UMKM di Banyumas

