Bapenda Jateng: Pajak progresif kendaraan dinolkan sampai akhir tahun
Semarang (ANTARA) - Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Tengah mengeluarkan kebijakan dengan menetapkan nol Rupiah untuk pajak progresif atau kepemilikan lebih dari satu unit kendaraan bermotor.
Kepala Bidang Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Bapenda Jateng Danang Wicaksono di Semarang, Sabtu mengatakan, kebijakan nol Rupiah untuk pajak progresif dimulai Mei lalu hingga akhir tahun ini.
Penjabat Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana mengeluarkan peraturan gubernur mengenai kebijakan tersebut yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan surat keputusan (SK) sekretaris daerah untuk pelaksanaannya.
"Gubernur (Pj Gubernur) menerbitkan pergub untuk memberikan fasilitas nol Rupiah untuk pajak progresif. Jadi, bukan pajak progresif ditiadakan. Di perda masih ada pajak progresif," katanya.
Menurut dia, kebijakan pajak progresif sebenarnya diberlakukan sebagai sarana pengendalian populasi kendaraan bermotor yang kondisinya tentu tidak sama untuk masing-masing daerah.
"Kalau di Jakarta, pajak progresif itu cocok, karena mereka harus segera mengendalikan jumlah kendaraan. Tapi di Jateng belum sampai pada titik itu," katanya.
Oleh karena itu, Pemprov Jateng memberikan tarif nol Rupiah untuk pajak progresif karena kondisi wilayah masih memungkinkan untuk pengembangan industri otomotif.
Saat ini, kata dia, pertumbuhan kendaraan baru di Jateng tercatat sekitar 6,6 persen dari rentang 6-8 persen rata-rata pertumbuhan secara nasional.
Ia mengatakan kendaraan bermotor sebenarnya bukan sekadar kebutuhan primer, sebab jika kebutuhan primer maka satu unit saja sudah mencukupi.
"(Kendaraan bermotor, red.) Bukan sekadar kebutuhan primer. Kalau primer kan hanya butuh satu, tapi kebutuhan tersier. Kalau satu orang punya dua, tiga, sampai empat kendaraan berarti tingkat kesejahteraan masyarakat sudah cukup baik," katanya.
Artinya, kata dia, memungkinkan bagi masyarakat untuk memiliki lebih dari satu kendaraan bermotor, misalnya untuk memenuhi hobi atau memang menginginkan.
Danang mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada korelasi sepenuhnya kepemilikan lebih dari satu kendaraan bermotor dengan kemacetan, sebab tidak mungkin satu orang memakai dua atau tiga kendaraan sekaligus.
"Solusinya (kemacetan, red.), ya dengan penyediaan kendaraan umum. Kalau kendaraan umum sudah nyaman, orang juga masih bisa menyimpan (menyisihkan, red.) duitnya untuk hobi (membeli kendaraan bermotor, red.)," katanya.
Namun, kata dia, setelah Desember 2024 kebijakan pajak progresif akan menyesuaikan dengan gubernur yang baru nantinya apakah akan tetap dinolkan atau dikenai tarif.
Baca juga: Pemkab Magelang: Realisasi Bagi Hasil PKB capai Rp27,7 miliar
Kepala Bidang Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Bapenda Jateng Danang Wicaksono di Semarang, Sabtu mengatakan, kebijakan nol Rupiah untuk pajak progresif dimulai Mei lalu hingga akhir tahun ini.
Penjabat Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana mengeluarkan peraturan gubernur mengenai kebijakan tersebut yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan surat keputusan (SK) sekretaris daerah untuk pelaksanaannya.
"Gubernur (Pj Gubernur) menerbitkan pergub untuk memberikan fasilitas nol Rupiah untuk pajak progresif. Jadi, bukan pajak progresif ditiadakan. Di perda masih ada pajak progresif," katanya.
Menurut dia, kebijakan pajak progresif sebenarnya diberlakukan sebagai sarana pengendalian populasi kendaraan bermotor yang kondisinya tentu tidak sama untuk masing-masing daerah.
"Kalau di Jakarta, pajak progresif itu cocok, karena mereka harus segera mengendalikan jumlah kendaraan. Tapi di Jateng belum sampai pada titik itu," katanya.
Oleh karena itu, Pemprov Jateng memberikan tarif nol Rupiah untuk pajak progresif karena kondisi wilayah masih memungkinkan untuk pengembangan industri otomotif.
Saat ini, kata dia, pertumbuhan kendaraan baru di Jateng tercatat sekitar 6,6 persen dari rentang 6-8 persen rata-rata pertumbuhan secara nasional.
Ia mengatakan kendaraan bermotor sebenarnya bukan sekadar kebutuhan primer, sebab jika kebutuhan primer maka satu unit saja sudah mencukupi.
"(Kendaraan bermotor, red.) Bukan sekadar kebutuhan primer. Kalau primer kan hanya butuh satu, tapi kebutuhan tersier. Kalau satu orang punya dua, tiga, sampai empat kendaraan berarti tingkat kesejahteraan masyarakat sudah cukup baik," katanya.
Artinya, kata dia, memungkinkan bagi masyarakat untuk memiliki lebih dari satu kendaraan bermotor, misalnya untuk memenuhi hobi atau memang menginginkan.
Danang mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada korelasi sepenuhnya kepemilikan lebih dari satu kendaraan bermotor dengan kemacetan, sebab tidak mungkin satu orang memakai dua atau tiga kendaraan sekaligus.
"Solusinya (kemacetan, red.), ya dengan penyediaan kendaraan umum. Kalau kendaraan umum sudah nyaman, orang juga masih bisa menyimpan (menyisihkan, red.) duitnya untuk hobi (membeli kendaraan bermotor, red.)," katanya.
Namun, kata dia, setelah Desember 2024 kebijakan pajak progresif akan menyesuaikan dengan gubernur yang baru nantinya apakah akan tetap dinolkan atau dikenai tarif.
Baca juga: Pemkab Magelang: Realisasi Bagi Hasil PKB capai Rp27,7 miliar