Semarang (ANTARA) - Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah ikut menggerakkan kader melakukan pemantauan terhadap ibu hamil dan bayi di bawah dua tahun (baduta) sebagai langkah membantu pencegahan stunting.
Manajer Program Komunikasi Perubahan Perilaku untuk Pencegahan Stunting Fatayat NU Jateng Umi Hanik, di Semarang, Rabu, langkah tersebut merupakan bagian program Sambung Simbok Sambang Bocah.
Hal tersebut disampaikannya saat diskusi bertema "Peran Lembaga dalam Pencegahan Stunting di Jawa Tengah melalui Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) yang Optimal".
Ia memastikan seluruh kader turut serta menyukseskan program tersebut, dan hingga kini Fatayat NU berhasil memantau 51.563 ibu hamil dan baduta, dengan memberikan minimal satu pesan kunci pencegahan stunting.
“Program ini bagian dari mendukung pemerintah dalam penurunan stunting. Dan kami fokus pada pencegahan, fokus menyasar ke ibu hamil, baduta, dan pengasuh anak," katanya.
Fatayat NU Jateng, kata dia, berkolaborasi dengan Dinas Kesehatan Jateng dan UNICEF untuk mengedukasi para kader serta organisasi masyarakat yang terlibat.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting tahun 2021 adalah 20,9 persen, tahun 2022 sebanyak 20,8 persen, dan pada tahun 2023 turun menjadi 20,7 persen.
Namun, diingatkannya bahwa penurunan yang hanya 0,1 persen itu pun belum memenuhi target yang sesuai dengan RPJMN sebesar 14 persen.
Sedangkan berdasar Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, kata dia, sekitar satu dari lima balita di Indonesia mengalami stunting sehingga Fatayat NU akan gencar memberikan edukasi.
"Jadi, satu kader akan menjangkau satu ibu hamil atau satu ibu baduta minimal dengan memberikan pesan pencegahan stunting," katanya.
Kalau untuk ibu hamil, kata dia, kader akan menyampaikan pentingnya mengecek kesehatan, sedangkan baduta lebih ke pertumbuhan dan perkembangan anak melalui MPASI yang optimal, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta sanitasi dan jamban sehat.
Sementara itu, Koordinator Program Manajer Satgas Stunting BKKBN Jateng Edi Subagiyo menyampaikan bahwa Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) terus berupaya melakukan intervensi untuk mencapai target penurunan stunting.
"Dari tahun 2022 sampai 2023 ada penurunan (stunting, red.) 0,1 persen. Jadi, kami di TPPS terus melakukan upaya dan intervensi dengan seluruh pemerintah kabupaten/kota," katanya.
Kabupaten Wonosobo menjadi daerah dengan prevalensi stuntingnya paling tinggi, yakni di angka 29 persen, sedangkan Kabupaten Demak paling rendah yakni 9,5 persen.
"Selain pola asuh, kondisi rumah lingkungan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan pada anak. Jadi, ini yang perlu kita sampaikan pada masyarakat," katanya.*
Baca juga: Fatayat NU Banyumanik berikan santunan ke anak yatim piatu dan dhuafa