Semarang (ANTARA) - Ancaman kanker payudara mulai menghampiri kalangan usia muda dan Generasi Z sehingga sistem kesehatan nasional harus memiliki cetak biru yang jelas untuk menekan angka kematian akibat kanker.
"Pihak civil society, government, dan kalangan bisnis harus berkolaborasi dengan baik dalam mengupayakan tercapainya tingkat kesehatan masyarakat yang lebih baik," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Edukasi "Pita Merah Pink”: Remaja Z dan Perempuan Milenial dalam rangka Bulan Kanker Payudara yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (13/10).
Diskusi yang dipandu Anggiasari Puji Aryatie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Linda Agum Gumelar (Pendiri dan Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia), dr. Ronald A Hukom, SpPD. K-HOM, MHSC, FINASIM - (Ketua Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam Indonesia /Perhompedin CabangJakarta), Aryanthi Baramuli (Ketua Umum _Indonesian Cancer Information and Support Center Association_ (CISC) dan Prof. Dr. dr Ari Fahrial Syam Sp. PD (Dekan FK Universitas Indonesia) sebagai narasumber.
Hadir pula Siswantini Suryandari (Wartawati Media Indonesia, Award Winning Journalist Bidang Kesehatan), Tania Nordina (Yayasan Muda Giat Peduli Indonesia #MillennialGoesPink) dan Andini Aisyah Haryadi (Sahabat Artis, Penyintas Kanker Payudara) sebagai penanggap.
Menurut Lestari dalam keterangan tertulisnya, pemerintah harus memberi perhatian khusus dan ruang lebih luas dalam kebijakan anggaran agar upaya-upaya pencegahan kanker bisa dilakukan secara masif.
Rerie, sapaan akrab Lestari berharap kesadaran terhadap ancaman kanker payudara pada kalangan perempuan usia muda bisa terus ditingkatkan lewat edukasi secara menyeluruh terhadap masyarakat.
Berbagai upaya dalam bentuk penyuluhan dan deteksi dini kanker payudara, menurut anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, harus bisa disosialisasikan dan dipahami secara luas oleh masyarakat.
Karena, jelasnya, pemahaman perempuan muda tentang deteksi dini lewat periksa payudara sendiri (Sadari), misalnya masih jadi pekerjaan rumah kita bersama.
Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia, Linda Agum Gumelar sependapat bila tingginya ancaman kanker payudara harus diatasi sejak di hulu sehingga upaya-upaya preventif harus dilakukan untuk mencegah kanker payudara sejak dini.
Diakui Linda, terjadi hambatan informasi terkait proses pemahaman masyarakat di Indonesia tentang upaya-upaya preventif seperti Sadari dan Sadanu, yang disebabkan kendala geografis.
Karena itu, jelasnya, berbagai upaya untuk mengatasi hambatan tersebut harus segera dilakukan agar upaya preventif dapat dilakukan secara masif.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam berpendapat problem yang kita hadapi saat ini adalah bertebarannya berita-berita hoax tentang kesehatan, termasuk tentang kanker payudara di masyarakat.
Akibatnya, ujar Ari, banyak pasien kanker terlambat mendapat pengobatan secara medis. Padahal, tambahnya, keterlambatan pasien kanker dalam menerima pengobatan berdampak buruk dari sisi kesehatan dan finansial.
Ari menyarankan untuk mengatasi serbuan berita hoaks, edukasi terhadap masyarakat dan kalangan muda harus dilakukan secara lebih luas dengan memanfaatkan media sosial.
Tenaga kesehatan dan institusi kesehatan, ujar Ari, diharapkan juga memanfaatkan media sosial untuk berpartisipasi dalam mengedukasi masyarakat lewat menyebarkan informasi kesehatan yang benar dan mudah dipahami.
"Pekerjaan rumah bagi kita adalah bagaimana masyarakat mampu memilah antara berita-berita yang benar dan hoaks. Karena berdasarkan survei Masyarakat Telekomunikasi pada 2017, 41,2 persen berita hoaks terkait tentang informasi kesehatan," ujar Ari.
Lebih agresif
Ketua Perhompedin Cabang Jakarta, Ronald A Hukom mengungkapkan ditemukannya kanker payudara pada usia muda kemungkinan besar dipicu faktor genetik, meski secara umum faktor genetik memicu kanker hanya 5-10 persen.
Hukom berpendapat, penanganan multi disiplin dalam proses penanganan kanker pada pasien usia muda harus diperbaiki.
Karena, menurut Hukom, kanker payudara yang dialami pasien usia muda biasanya lebih agresif dibandingkan kanker yang menyerang pasien usia lanjut.
Ketua Umum CISC Aryanthi Baramuli berharap upaya edukasi dengan informasi yang benar tentang kanker payudara disampaikan secara masif melalui berbagai cara, baik secara langsung lewat penyuluhan, sosial media, media massa, dan film.
Aryanthi berpendapat upaya Sadari harus ditindaklanjuti dengan kemudahan akses untuk mendapatkan diagnosa secara medis, sehingga masyarakat benar-benar terlindungi dari potensi serangan kanker payudara.
Pada kesempatan itu, pegiat di Milenial Goes Pink, Tania Nordina dan artis Andini Aisyah mengungkapkan pengalaman mereka dalam menghadapi penderita kanker payudara usia muda.
Rendahnya pengetahuan para perempuan usia muda terkait kanker payudara, menurut mereka menjadi salah satu penyebab meningkatnya penderita kanker payudara di usia muda saat ini.
Menanggapi hal itu, jurnalis Media Indonesia, Siswantini Suryandari berpendapat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi harus disebarluaskan kepada masyarakat sejak usia dini dengan penyampaian yang tepat dan mudah dipahami, agar kepedulian masyarakat tentang kesehatan organ reproduksi dan kesehatan secara umum bisa ditingkatkan.***