Jakarta (ANTARA) - PT Pertamina (Persero) memaparkan kebutuhan pendanaan dari tahun 2020-2026 yang mencapai 133 miliar dolar AS atau setara Rp1.862 triliun dengan asumsi kurs Rp14.000/dolar AS.
Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati saat rapat dengar pendapat bersama Komisi VII,DPR, di Jakarta, Senin, menjelaskan total angka sebesar 133 miliar dolar AS tersebut merupakan belanja modal dalam 6 tahun."Kebutuhan dana tersebut sebesar 47 persen berasal dari internal, 10 persen project financing, 28 persen dari eksternal, dan 15 persen dari pembiayaan ekuitas," katanya.
Selanjutnya, pilihan dari pendanaan perusahaan dapat berasal dari saham, surat utang dan juga perbankan.
Secara khusus, Dirut Pertamina menyebutkan untuk tahun ini pendanaan sebesar 6,2 miliar AS atau Rp87 triliun untuk proyek strategis nasional.
Adapun opsi pendanaan perusahaan bisa dari saham (partnertship dan IPO atau initial public offering/penawaran umum saham perdana), surat utang (rerata tenor 1-10 tahun, dibatasi debt to equity ratio), dan perbankan (rata-rata tenor 4-5 tahun).
Nicke Widyawati yang sebelumnya juga menghadiri rapat kerja di Komisi VI DPR, sempat menjelaskan alokasi pemanfaatan pendanaan tersebut. Dia mengatakan, khusus di tahun ini sebanyak 6,2 miliar dolar AS atau Rp87 triliun dialokasikan untuk sejumlah proyek strategis nasional (PSN).
Dalam rapat dengar pendapat tersebut, juga turut dibahas rencana penawaran saham perdana ke publik (IPO) anak usaha, dan subholding yang dibentuk.
Selain itu juga strategi pengembangan program pembangunan kilang lewat Refinery Development Master Plan (RDMP), rencana program Pertamina dalam meningkatkan penggunaan BBM ramah lingkungan dan penjelasan proses kegiatan pengadaan atau impor minyak mentah melalui Intergrated Supply Chain (ISC).
Pembahasan terakhir adalah, penerimaan negara sebelum dan sesudah Petral dibubarkan serta progres kegiatan digitalisasi SPBU triwulan kedua.
Baca juga: Pekerja Pertamina Cilacap tolak pembentukan "holding" dan "subholding"