Kendal, ANTARA JATENG - Jumlah pekerja industri pengolahan tembakau PT Sari Tembakau Harum di Kendal, Jawa Tengah, kian menyusut seiring berkurangnya volume produksi karena semakin turunnya konsumsi pasar.
"Pabrik ini pertama kali berdiri 9 November 2006 dengan serapan tenaga kerja sebanyak 1.797 orang. Sekitar 90 persennya perempuan," kata Manager Operasional PT Sari Tembakau Harum Joko Surono di Kendal, Kamis.
Pabrik rokok PT Sari Tembakau Harum yang berlokasi di Cepiring, Kendal, itu, merupakan salah satu dari 38 mitra produksi sigaret (MPS) produsen rokok PT HM Sampoerna Tbk yang tersebar di berbagai wilayah.
Joko mengatakan pengurangan jumlah tenaga kerja memang harus dilakukan karena ada penurunan volume produksi rokok sehingga kini tersisa 647 pekerja yang sebagian besar adalah kaum perempuan pada usia produktif.
"Mereka bekerja sebagai pelinting rokok. Syaratnya juga mudah, usia minimal 18 tahun. Rata-rata yang bekerja usia 21-40 tahun. Pendidikan formal juga tidak jadi syarat wajib. Yang penting bisa membaca," katanya.
Namun, ia menjamin penghasilan yang didapatkan para buruh pelinting rokok itu tidak kalah dengan industri lain dan sesuai Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kendal sehingga banyak yang tertarik melamar bekerja.
Dalam seharinya, kata dia, buruh pelinting rokok bekerja selama tujuh jam untuk Senin-Jumat, Sabtu hanya bekerja lima jam, dan Minggu libur, serta sudah terjamin dalam jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan.
"Kalau dulu, kami cari pekerja sampai harus ke desa-desa karena memang butuh banyak. Sekarang, yang melamar bekerja banyak, tetapi butuhnya tidak banyak karena volume produksi tidak setinggi dulu," ungkapnya.
Untuk perbandingan, kata Joko, pada 2007 jumlah pekerja sempat melonjak jadi 1.825 orang, pada 2008 turun jadi 1.653 orang, pada 2009 jadi 1.344 orang, pada 2016 tinggal 701 pekerja, dan sekarang ini 647 pekerja.
Mandor pelintingan rokok PT Sari Tembakau Harum, Ulil Hikmah (31) mengakui sekarang jumlah pekerja memang berkurang dan jam kerja lembur tidak sesering dulu karena volume produksi rokok berkurang.
"Setiap pekerja targetnya kan melinting 370 batang rokok/jam. Namun, rata-rata sudah terampil jadi mampu 400 batang/jam. Kalau ada lembur kan nambah jam kerja, nambah penghasilan," kata warga Desa Penjalin, Kendal itu.
Sementara itu, Direktur Utama PT Sari Tembakau Harum Warih Sugriyanto mengakui terpaksa mengurangi karyawan karena volume produksi rokok yang diorder turun seiring turunnya tingkat konsumsi pasar.
"Tahun depan, automatis ada pengurangan produksi lagi kalau cukainya naik lagi. Selama kami masih mampu pengurangan produksi dulu tidak akan mengurangi karyawan. Namun, kalau turun terpaksa harus mengurangi," katanya.
Diakuinya, kenaikan cukai rokok yang semakin tinggi menjadikan harga rokok semakin mahal memang menjadi penyebab utama turunnya volume produksi seiring turunnya permintaan pasar terhadap rokok yang diproduksi.
"Turunnya permintaan pasar ini bukan karena orang kemudian berhenti merokok, namun menyesuaikan. Biasanya, mereka mencari rokok yang lebih murah. Kalau cukai stabil, kami bisa nambah karyawan," katanya.
Selain itu, Warih menambahkan pengurangan karyawan juga bukan persoalan yang mudah dihadapi industri rokok lintingan manusia, berbeda dengan lintingan yang menggunakan mesin karena tidak buruh banyak pekerja.

Pekerja Pabrik Rokok di Kendal Kian Menyusut

Kendal - Proses pengemasan rokok yang dilakukan para pekerja di PT Sari Tembakau Harum, Kendal, Kamis (9/11) (Foto: ANTARAJATENG.COM/Zuhdiar Laeis)
