Komunitas "Kota Toea Magelang" Kembangkan Wisata Sejarah
"Masih terus kami lakukan program jelajah sejarah dan cagar budaya. Selain untuk wisata sejarah, juga untuk pembelajaran sejarah secara langsung di lapangan," kata Koordinator Komunitas Kota Toea Magelang Bagus Priyana di Magelang, Kamis malam.
Komunitasnya mengembangkan berbagai tema dalam kegiatan wisata jelajah sejarah tersebut, antara lain jelajah jalur sepur yang hingga saat ini telah empat seri (Magelang-Parakan, Secang-Candi Umbul, Stasiun Bedono-Stasiun Candi Umbul, Stasiun Bedono-Ambarawa).
Selain itu, kata dia, jelajah situs dan candi, seperti di kawasan Secang, Temanggung, Muntilan-Salam, Bandongan-Windusari, dan jelajah Diponegoro, antara lain di Kota dan Kabupaten Magelang serta Kabupaten Kulon Progo.
Pada bulan Januari 2016, pihaknya melakukan jelajah sepeda Candi Borobudur dengan menyusuri rute kampung-kampung di kawasan candi yang juga warisan budaya dunia tersebut.
"Melalui jelajah sepeda Borobudur ini, peserta juga diajak untuk belajar tentang kearifan lokal, termasuk mengunjungi pusat kerajinan batik dan gerabah, serta usaha kecil, menengah, dan mikro lainnya," katanya.
Pada bulan Februari mendatang, pihaknya telah mengagendakan seri keempat untuk jelajah pecinan setelah tiga seri sebelumnya di Kota Magelang dan Muntilan. Untuk seri keempat, rencananya di Temanggung kota.
Pada bulan Maret 2016, lanjut dia, pihaknya juga mengagendakan seri kedua untuk jelajah Kali Manggis setelah seri pertama menyusuri hulu singai itu dari Badran, Kabupaten Temanggung hingga Kota Magelang, untuk seri kedua mendatang dari Payaman hingga Badran.
Ia mengemukakan pentingnya menyusun agenda wisata jelajah sejarah tersebut supaya berbagai kalangan masyarakat luas melakukan persiapan sejak awal untuk menjadi peserta.
Setiap kali pelaksanaan jelajah sejarah, pihaknya juga menyiapkan pemandu yang memiliki pengetahuan secara memadai tentang lokasi yang dikunjungi peserta.
Sejak 2009 hingga saat ini, Komunitas Kota Toea Magelang telah mencatatkan 50 kegiatan terkait dengan upaya membangun kecintaan terhadap peninggalan sejarah dan cagar budaya di Magelang dan sekitarnya.
"Baik kegiatan yang bersifat 'in door' seperti sarasehan dan diskusi buku, maupun 'out door' yang penjelajahan di lapangan. Peserta jelajah dari tahun ke tahun terus bertambah, kalau pada awalnya hanya sekitar 10 orang, sejak beberapa tahun terakhir bisa sampai 120 orang setiap kali penyelenggaraan jelajah sejarah," katanya.
Para peserta wisata jelajah sejarah yang diselenggarakan secara mandiri oleh komunitas itu, kata dia, berasal dari berbagai kalangan, antara lain siswa SD hingga perguruan tinggi, kalangan pekerja, pegawai, dan ibu rumah tangga.
Peserta tidak hanya berasal dari warga Magelang, tetapi juga dari berbagai kota besar lainnya dan luar negeri, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Semarang, Surabaya, Banjarnegara, Malaysia, Vietnam, dan Jerman.
"Promosi kami lewat media sosial, tetapi kami bukan menjual jasa wisata, kami komunitas yang menularkan pengetahuan dan kecintaan tentang sejarah Magelang dan sekitarnya," katanya.
Ia mengemukakan pentingnya memberikan pengetahuan dan wawasan tentang sejarah dan cagar budaya kepada masyarakat umum dengan cara-cara yang menyenangkan.
"Ini bisa disebut wisata sejarah. Kami berpikir kalau mau mengenalkan sejarah kepada masyarakat umum, dengan cara menyenangkan, masyarakat umum dengan latar belakang yang berbeda, umur variatif, tetapi punya atensi terhadap sejarah, maka teknik berbagi ilmu dengan cara menyenangkan, antara lain mengajak mereka jalan-jalan ke lapangan sehingga mengasyikkan dan menjadikan mereka tergerak untuk belajar sejarah," kata Bagus Priyana. (hms)
Komunitasnya mengembangkan berbagai tema dalam kegiatan wisata jelajah sejarah tersebut, antara lain jelajah jalur sepur yang hingga saat ini telah empat seri (Magelang-Parakan, Secang-Candi Umbul, Stasiun Bedono-Stasiun Candi Umbul, Stasiun Bedono-Ambarawa).
Selain itu, kata dia, jelajah situs dan candi, seperti di kawasan Secang, Temanggung, Muntilan-Salam, Bandongan-Windusari, dan jelajah Diponegoro, antara lain di Kota dan Kabupaten Magelang serta Kabupaten Kulon Progo.
Pada bulan Januari 2016, pihaknya melakukan jelajah sepeda Candi Borobudur dengan menyusuri rute kampung-kampung di kawasan candi yang juga warisan budaya dunia tersebut.
"Melalui jelajah sepeda Borobudur ini, peserta juga diajak untuk belajar tentang kearifan lokal, termasuk mengunjungi pusat kerajinan batik dan gerabah, serta usaha kecil, menengah, dan mikro lainnya," katanya.
Pada bulan Februari mendatang, pihaknya telah mengagendakan seri keempat untuk jelajah pecinan setelah tiga seri sebelumnya di Kota Magelang dan Muntilan. Untuk seri keempat, rencananya di Temanggung kota.
Pada bulan Maret 2016, lanjut dia, pihaknya juga mengagendakan seri kedua untuk jelajah Kali Manggis setelah seri pertama menyusuri hulu singai itu dari Badran, Kabupaten Temanggung hingga Kota Magelang, untuk seri kedua mendatang dari Payaman hingga Badran.
Ia mengemukakan pentingnya menyusun agenda wisata jelajah sejarah tersebut supaya berbagai kalangan masyarakat luas melakukan persiapan sejak awal untuk menjadi peserta.
Setiap kali pelaksanaan jelajah sejarah, pihaknya juga menyiapkan pemandu yang memiliki pengetahuan secara memadai tentang lokasi yang dikunjungi peserta.
Sejak 2009 hingga saat ini, Komunitas Kota Toea Magelang telah mencatatkan 50 kegiatan terkait dengan upaya membangun kecintaan terhadap peninggalan sejarah dan cagar budaya di Magelang dan sekitarnya.
"Baik kegiatan yang bersifat 'in door' seperti sarasehan dan diskusi buku, maupun 'out door' yang penjelajahan di lapangan. Peserta jelajah dari tahun ke tahun terus bertambah, kalau pada awalnya hanya sekitar 10 orang, sejak beberapa tahun terakhir bisa sampai 120 orang setiap kali penyelenggaraan jelajah sejarah," katanya.
Para peserta wisata jelajah sejarah yang diselenggarakan secara mandiri oleh komunitas itu, kata dia, berasal dari berbagai kalangan, antara lain siswa SD hingga perguruan tinggi, kalangan pekerja, pegawai, dan ibu rumah tangga.
Peserta tidak hanya berasal dari warga Magelang, tetapi juga dari berbagai kota besar lainnya dan luar negeri, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Semarang, Surabaya, Banjarnegara, Malaysia, Vietnam, dan Jerman.
"Promosi kami lewat media sosial, tetapi kami bukan menjual jasa wisata, kami komunitas yang menularkan pengetahuan dan kecintaan tentang sejarah Magelang dan sekitarnya," katanya.
Ia mengemukakan pentingnya memberikan pengetahuan dan wawasan tentang sejarah dan cagar budaya kepada masyarakat umum dengan cara-cara yang menyenangkan.
"Ini bisa disebut wisata sejarah. Kami berpikir kalau mau mengenalkan sejarah kepada masyarakat umum, dengan cara menyenangkan, masyarakat umum dengan latar belakang yang berbeda, umur variatif, tetapi punya atensi terhadap sejarah, maka teknik berbagi ilmu dengan cara menyenangkan, antara lain mengajak mereka jalan-jalan ke lapangan sehingga mengasyikkan dan menjadikan mereka tergerak untuk belajar sejarah," kata Bagus Priyana. (hms)