Solo (ANTARA) - Dakwah Islam di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat berjalan dalam keterbatasan, namun semangat para dai muda Muhammadiyah tak pernah padam.
Di tengah kondisi alam yang menantang dan akses yang terbatas, mereka terus berikhtiar menanamkan nilai-nilai Islam di tengah komunitas mualaf dengan cara yang bijak, membumi, dan penuh keteladanan.
Para dai yang tergabung dalam Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah terus melanjutkan kegiatan dakwah dan pendampingan mualaf di beberapa titik pemukiman di Kepulauan Mentawai. Salah satu di antaranya adalah Muhammad Agus, S.Ag., yang merupakan mahasantri Pondok Hajjah Nuriyah Shabran Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang tengah menjalankan tugas pengabdian dakwah di wilayah tersebut.
Menurut Agus, medan dakwah di Mentawai tidaklah mudah. Akses menuju perkampungan mualaf masih sulit ditempuh, terlebih ketika hujan atau badai datang secara tiba-tiba. Jalan yang rusak dan minimnya sarana transportasi membuat perjalanan dakwah sering kali harus dilakukan dengan berjalan kaki atau menggunakan perahu kecil.
“Kami di sini tidak hanya berdakwah di masjid, tetapi juga mendatangi rumah-rumah warga mualaf. Kadang perjalanan bisa berjam-jam karena medan dan cuaca,” kata Agus, Rabu.
Selain faktor geografis, keterbatasan sumber daya manusia juga menjadi tantangan tersendiri. Jumlah dai masih terbatas, sementara umat Islam, terutama para mualaf, membutuhkan pendampingan yang intensif.
Meski begitu, para mubaligh muda binaan Pondok Shabran tetap berkomitmen untuk hadir di tengah masyarakat, tidak hanya menyampaikan pesan agama tetapi juga menjadi sahabat dan penolong bagi para mualaf dalam menjalani kehidupan baru mereka sebagai muslim.
Kegiatan dakwah yang dijalankan cukup beragam, mulai dari pengajian rutin mualaf, bimbingan membaca Al-Qur’an, hingga safari dakwah yang digelar setiap bulan.
“Kalau jamaah sulit hadir karena bekerja di kebun atau melaut, kami manfaatkan waktu setelah shalat untuk menyampaikan kultum singkat,” tutur Agus.
Bersama masyarakat setempat, para dai juga menginisiasi program pemberdayaan ekonomi melalui usaha KripikMu. Program ini menjadi upaya nyata untuk membantu para mualaf dan warga sekitar agar mandiri secara ekonomi, sekaligus menegaskan bahwa dakwah tidak hanya berhenti di mimbar, tetapi juga menyentuh kehidupan sosial dan kesejahteraan umat.
“Dakwah di sini lebih banyak dilakukan lewat keteladanan dan kebersamaan. Kami belajar, mendengar, dan tumbuh bersama masyarakat,” imbuhnya.
Kehadiran para dai Pondok Shabran UMS di bawah koordinasi LDK PP Muhammadiyah menjadi bukti bahwa semangat Islam berkemajuan dapat tumbuh di mana pun. Dengan kesabaran, keramahan, dan kepedulian, cahaya dakwah terus menyala di ujung barat nusantara, menerangi hati, mempererat persaudaraan, dan meneguhkan keimanan para mualaf di tengah keberagaman.

