"Kegagapan berkampanye itu bukan hanya tampak pada caleg untuk DPRD, caleg untuk DPR RI juga mengalami masalah sama," katanya ketika dihubungi dari Semarang, Selasa.
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Semarang itu memberi contoh bahwa hampir semua bakal caleg memasang poster atau spanduk dengan gambar diri tanpa "tagline" atau kata-kata sakti yang mudah diingat berisi identifikasi visi dan misi mereka.
Dari penampilan gambar diri di poster relatif baik, namun Adi mengaku tidak menemukan satu pun poster dari caleg dengan 'tagline' yang disiapkan secara sungguh-sungguh.
Menurut dia, kegagapan tersebut selain disebabkan mereka tiba-tiba jadi politikus karena dibutuhkan oleh partai untuk ditempatkan di nomor urut daftar caleg, juga karena mereka bekerja sendiri atau dibantu tim sukses yang tidak memiliki pengalaman memadai di bidang komunikasi politik.
Oleh karena itu, Adi yang mengamati pemasangan poster caleg dalam perjalanan mudik dari Semarang ke Jawa Timur, tidak menemukan ada kata-kata sakti dalam poster caleg, kecuali sejumlah susunan kata-kata basi yang nyaris kehilangan makna, misalnya, "Siap menyejahterakan rakyat".
"Keberadaan poster itu mungkin tidak terlalu efektif untuk pencitraan diri. Namun, mereka akan mencari peluang meningkatkan popularitasnya meskipun hasilnya belum tentu, seperti halnya memasang poster di jalan-jalan pada saat arus mudik," katanya.
Pemantauan di sepanjang jalur pantura mulai dari Pekalongan-Semarang-Demak-Jepara selama arus mudik Lebaran 2013 menunjukkan banyak poster caleg dipajang sembarangan dengan menggunakan penopang bambu.
Para caleg dan politikus tersebut cenderung memamerkan fisik, terutama wajah, dengan penampilan yang ditata sesuai dengan citra diri yang ingin dibangun.
Bila ingin membangun sosok diri yang optimistik, gambar wajahnya diambil dalam posisi tersenyum. Namun, jika ingin bercitra tegas dan berwibawa, posisi bibir cenderung mengatup dengan sorot mata tajam.
Jika ingin dikenal sebagai sosok religius, maka penggunaan aksesori yang berasosiasi dengan agama harus melekat pada diri caleg tersebut, misalnya, menggunakan baju takwa, sorban, atau berpakaian serbaputih.
"Saat ini orang fokus Lebaran. Saya tidak yakin pemudik memperhatikan poster-poster itu, namun mereka (caleg, red.) melihat hal sebaliknya," demikian Adi Nugroho. (editor: M. Hari Atmoko)

