Dengan demikian, pendidikan akan dapat berfungsi sebagai sarana membangun karakter para siswa dan pengajarnya, yaitu membangun kecintaan pada bangsa dan negara, kata Eva Kusuma Sundari mewakili pimpinan MPR saat membuka diskusi ilmiah 4 Pilar Kebangsaan Indonesia bertema "Tinjauan Implementasi Tap MPR Nomor 1/MPR/2003 Pascapemberlakuan UU No. 12/2011" kerja sama MPR dan Unlam di Banjarmasin, Kamis.
Eva selaku anggota Tim Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan MPR RI mengemukakan hal itu di hadapan Rektor Universitas Lambung Mangkurat (Unlam), Prof.Dr.Ir. H. Muhammad Ruslan, M.S. dan 150-an peserta yang meliputi mahasiswa S-1 dan pascasarjana serta para dosen dan masyarakat kampus di kota itu, termasuk para guru SMA.
Menanggapi pertanyaan dari seorang mahasiswa perihal mekanisme penalti bagi tindakan-tindakan pelanggaran ideologi Pancasila, misalnya, DPR yang banyak memperoduksi UU yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 sehingga banyak dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), anggota MPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu menjelaskan bahwa MPR lebih memilih mencari jalan keluar.
Di samping itu, kata Eva yang juga anggota Komisi III (Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia) DPR RI, melanjutkan sosialisasi. Dan, dia pun bertekad 4 pilar harus bisa menjadi framework dalam melakukan kerja-kerja keparlemenen, yakni pembuatan legislasi, penyusunan budget, dan pengawasan.
Sementara itu, Rektor Universitas Lambung Mangkurat, Muhammad Ruslan, mengingatkan bahwa dalam menyelenggarakan pendidikan karakter perlu role model/panutan. Dalam hal ini, menurut dia, anggota DPR/MPR belum sepenuhnya berhasil.
Dosen Fakultas Hukum Unlam, Dr. Moh. Effendi, S.H.,M.H., yang tampil di sesi kedua menekankan bahwa sebenarnya penyelesaian masalah justru di DPR. "Tantangannya adalah bagaimana MPR membangun komunikasi dengan DPR sehingga isu penting soal mewujudkan demokrasi ekonomi dapat menjadi agenda setting di DPR, misalnya, melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas)," ujarnya.