BPJS Ketenagakerjaan salurkan klaim Rp55,1 miliar Program JKK dan JKM ke PMI
Semarang (ANTARA) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan telah menyalurkan total Rp55,10 miliar klaim untuk program jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan program jaminan kematian (JKM) kepada pekerja migran Indonesia (PMI). Nominal tersebut mewakili total 2.368 kasus dari 2017 hingga Mei 2024.
Klaim program JKK mencapai 1.843 kasus dengan nominal Rp24 miliar, sementara program JKM mencapai 525 kasus dengan nominal Rp31 miliar.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro mengatakan kasus yang paling banyak ditemui adalah terkait pekerja migran gagal berangkat yang mencakup 21,48 persen dari total klaim.
“Posisi hari ini, kami sudah membayarkan 2.368 kasus sebesar Rp55,10 miliar. Terbesar karena gagal berangkat yang kedua adalah karena pemulangan PMI bermasalah,” kata Anggoro dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR RI Komisi IX, Selasa (2/7/2024).
Perinciannya untuk gagal berangkat ada sejumlah 656 kasus dengan nominal manfaat yang dibayarkan Rp6,31 miliar. Sementara pemulangan PMI bermasalah mencapai 556 kasus dengan nominal Rp2,86 miliar.
Dari sisi nominal, Anggoro menyebutkan bahwa kontribusi terbanyak adalah pada kasus santunan kematian JKM sebelum dan setelah bekerja mencapai Rp8,5 miliar, serta santunan kematian JKM selama bekerja yang mencapai Rp22,06 miliar.
Kemudian untuk kepesertaan PMI, Anggoro menyebut pertumbuhannya mencapai 151,38 persen apabila dibandingkan dengan pada 2021. Sampai dengan Juni 2024, peserta BPJS Ketenagakerjaan dari segmen PMI mencapai 592.392, sementara 235.657 pada 2021.
"Pertumbuhan tertinggi mulai terlihat pada tahun 2023. Pada 2023, pekerja migran yang terdaftar BPJS Ketenagakerjaan mencapai 472.934, dari sebelumnya 333.163 peserta pada 2022," katanya.
Hingga bulan Juni 2024, lima negara dengan jumlah peserta PMI tertinggi adalah Taiwan 216.738 (sebesar 36,55 persen), diikuti Malaysia 176.278 (sebesar 29,73 persen), Hong Kong 68.216 (sebesar 11,50 persen), Korea Selatan 27.268 (sebesar 4,60 persen), dan Jepang 25.151 (sebesar 4,24 persen).
Anggoro menyebut khusus Malaysia, ada penurunan pendaftaran PMI baru yakni hanya mencapai 4.255 pada Juni 2024. Angka tersebut turun 61,05 persen dibandingkan 10.923 pada Mei 2024. Hal tersebut lantaran aturan penghentian penempatan PMI ke Malaysia di mana batas waktu pengajuan sampai 31 Maret 2024.
PPs Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Semarang Majapahit Rakesh Sitepu mengatakan pihaknya terus berupaya memberikan bantuan santunan kepada seluruh anggota BPJS Ketenagakerjaan yang mengalami musibah.
"Tujuannya agar tidak terjadi adanya kemiskinan baru akibat meninggalnya tulang punggung keluarga. Bahkan tidak hanya santunan klaim kematian saja, namun juga ada beasiswa untuk para ahli waris yang masih sekolah," kata Rakesh.
Rakesh mengatakan di dalam Program JKK dan JKM juga terdapat manfaat layanan tambahan yaitu beasiswa untuk dua orang anak peserta yang meninggal atau mengalami cacat permanen akibat kecelakaan kerja. Pemberian beasiswa tersebut berlaku mulai anak usia TK hingga lulus perguruan tinggi.
Klaim program JKK mencapai 1.843 kasus dengan nominal Rp24 miliar, sementara program JKM mencapai 525 kasus dengan nominal Rp31 miliar.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro mengatakan kasus yang paling banyak ditemui adalah terkait pekerja migran gagal berangkat yang mencakup 21,48 persen dari total klaim.
“Posisi hari ini, kami sudah membayarkan 2.368 kasus sebesar Rp55,10 miliar. Terbesar karena gagal berangkat yang kedua adalah karena pemulangan PMI bermasalah,” kata Anggoro dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR RI Komisi IX, Selasa (2/7/2024).
Perinciannya untuk gagal berangkat ada sejumlah 656 kasus dengan nominal manfaat yang dibayarkan Rp6,31 miliar. Sementara pemulangan PMI bermasalah mencapai 556 kasus dengan nominal Rp2,86 miliar.
Dari sisi nominal, Anggoro menyebutkan bahwa kontribusi terbanyak adalah pada kasus santunan kematian JKM sebelum dan setelah bekerja mencapai Rp8,5 miliar, serta santunan kematian JKM selama bekerja yang mencapai Rp22,06 miliar.
Kemudian untuk kepesertaan PMI, Anggoro menyebut pertumbuhannya mencapai 151,38 persen apabila dibandingkan dengan pada 2021. Sampai dengan Juni 2024, peserta BPJS Ketenagakerjaan dari segmen PMI mencapai 592.392, sementara 235.657 pada 2021.
"Pertumbuhan tertinggi mulai terlihat pada tahun 2023. Pada 2023, pekerja migran yang terdaftar BPJS Ketenagakerjaan mencapai 472.934, dari sebelumnya 333.163 peserta pada 2022," katanya.
Hingga bulan Juni 2024, lima negara dengan jumlah peserta PMI tertinggi adalah Taiwan 216.738 (sebesar 36,55 persen), diikuti Malaysia 176.278 (sebesar 29,73 persen), Hong Kong 68.216 (sebesar 11,50 persen), Korea Selatan 27.268 (sebesar 4,60 persen), dan Jepang 25.151 (sebesar 4,24 persen).
Anggoro menyebut khusus Malaysia, ada penurunan pendaftaran PMI baru yakni hanya mencapai 4.255 pada Juni 2024. Angka tersebut turun 61,05 persen dibandingkan 10.923 pada Mei 2024. Hal tersebut lantaran aturan penghentian penempatan PMI ke Malaysia di mana batas waktu pengajuan sampai 31 Maret 2024.
PPs Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Semarang Majapahit Rakesh Sitepu mengatakan pihaknya terus berupaya memberikan bantuan santunan kepada seluruh anggota BPJS Ketenagakerjaan yang mengalami musibah.
"Tujuannya agar tidak terjadi adanya kemiskinan baru akibat meninggalnya tulang punggung keluarga. Bahkan tidak hanya santunan klaim kematian saja, namun juga ada beasiswa untuk para ahli waris yang masih sekolah," kata Rakesh.
Rakesh mengatakan di dalam Program JKK dan JKM juga terdapat manfaat layanan tambahan yaitu beasiswa untuk dua orang anak peserta yang meninggal atau mengalami cacat permanen akibat kecelakaan kerja. Pemberian beasiswa tersebut berlaku mulai anak usia TK hingga lulus perguruan tinggi.