Boyolali (ANTARA) - Sejumlah akademisi dari beberapa perguruan tinggi terlibat pada pengembangan Desa Wisata Terintegrasi Cepogo di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Pada Soft launching Desa Wisata Terintegrasi Cepogo, Kamis, Ketua Tim Pelaksana Dr. Dewi SPA, S.E, M.Si, mengatakan acara tersebut merupakan rangkaian kegiatan pengabdian Kosabangsa yang merupakan kolaborasi antara Universitas Sebelas Maret selaku tim pendamping dan dari Universitas Slamet Riyadi sebagai pelaksana.
“Sebelumnya sudah didahului oleh Universitas Gajah Mada dan Universitas Diponegoro yang sudah mengawali kegiatan ini. Kegiatan ini didanai oleh program hibah dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek),” katanya.
Ia mengatakan kegiatan tersebut sudah dimulai sejak Juli tahun ini dan diawali dengan sosialisasi kepada para warga dan kepada pelaku usaha untuk melaksanakan pengembangan wisata terintegrasi.
“Di Desa Cepogo ini merupakan sentra usaha kerajinan tembaga yang sebetulnya sudah lama berdiri. Di sekitar kerajinan tembaga ini banyak sekali tempat-tempat wisata yang sebetulnya bisa diintegrasikan sehingga sayang sekali kalau itu kita tidak kembangkan makanya kami kemas dalam bentuk digitalisasi sesuai dengan eranya,” katanya.
Ia berharap dengan adanya wisata terintegrasi, desa tersebut dapat dikenal secara luas oleh masyarakat.
“Kami dari civitas akademika dan masyarakat ingin mensinergikan antarkegiatan di perguruan tinggi dengan tokoh masyarakat, tujuannya untuk bisa mengembangkan desa wisata dan kegiatan yang sudah kita laksanakan,” katanya.
Ia mengatakan dari awal bulan Juli sampai dengan sekarang sudah ada beberapa kegiatan yang dihasilkan, salah satunya pembuatan web Cepogo.com yang sudah bisa di akses.
“Di situ ada profile-nya para pelaku kerajinan, story telling, dan peta digital. Jadi kalau ingin mengunjungi kerajinan tembaga nanti bisa ke mana lagi seperti Cheese Park, budidaya maggot, dan pasar sayur Cepogo. Ke depan mungkin kami kembangkan lagi sampai dengan Selo,” katanya.
Perwakilan tim pendamping Prof. Dr. Zainal Arifin, S.T., M.T, mengatakan ada beberapa kegiatan yang dilakukan dalam upaya pengembangan desa wisata terintegrasi ini, di antaranya program transformasi teknologi dan inovasi (PTTI) dan kolaborasi sosial membangun bangsa (Kosabangsa).
“Kami merasa senang melakukan pengabdian di sini, dengan hiruk-pikuk Solo, kita naik ke Cepogo itu rasanya sudah makcles. Kami mohon izin, jika diperkenankan maka tahun ini kami akan mengajukan proposal lagi sehingga harapannya apa yang kita upayakan ini makin bermanfaat untuk masyarakat khususnya Cepogo, utamanya dalam hal ini harapannya dapat peningkatan revenue generating kegiatan pengrajin tembaga,” katanya.
Selain itu, pihaknya juga memberikan bantuan berupa teknologi tepat guna untuk mempermudah proses produksi. Meski demikian, ia memastikan teknologi tersebut tidak akan menggerus tradisi tatah yang selama ini dijalankan para pengrajin.
“Teknologi ini untuk proses raw material, kalau finishingnya tetap perlu sentuhan dari pengrajin yang nilainya tidak bisa tergantikan. Kalau kita full mesin kita kalah dari China, tapi kita lebih ke raw materialnya, finishing tetap melalui sentuhan tangan para perajin Cepogo. Kearifan lokal bisa tetap kita pertahankan,” katanya.
Wakil Rektor Bidang Akademik Unisri Surakarta Ir Saiful Bahri M.Kom mengatakan kerajinan tembaga di desa tersebut tidak hanya terkenal di pelosok negeri tetapi juga hingga mancanegara.
“Di samping terkenal dengan tembaganya, juga ada wisata yang cukup terkenal yaitu sadran yang merupakan kekhasan Cepogo. Harapannya warga setempat agar terus mengembangkan pangan lokal, nyadran juga dikembangkan dan dikomunikasikan agar lebih terintegrasi,” katanya.
Ia mengatakan potensi lokal semacam ini harus terus ditumbuhkembangkan dan disiarkan ke seluruh tanah air.
“Dengan pengabdian Kosabangsa ini insyaallah Cepogo makin moncer, masyarakat makin sejahtera.
Ini yang diharapkan semuanya, termasuk pemerintah yang memberikan dana dalam hal ini Kemendiktisaintek,” katanya.
Terkait program pengabdian masyarakat tersebut, Pemerintah Desa Cepogo memberikan apresiasi kepada pihak yang sudah terlibat untuk menggarap desa wisata terintegrasi.
“Desa wisata Cepogo sebetulnya sudah mendapatkan SK sebagai desa wisata, namun dalam pengembangannya kami masih mengalami kendala. Maka kami kerja sama dengan civitas akademika untuk mengembangkannya, kami juga jalin komunikasi dengan Cepogo cheese Park, harapannya ini jadi tonggak awal untuk mengembangkan desa wisata terintegrasi,” kata Kepala Desa Cepogo Mawardi.
Pihaknya juga membutuhkan bimbingan dari berbagai pihak, termasuk juga dari instansi terkait dan civitas akademika.
“Instansi terkait dan civitas akademika ini kami ajak bareng-bareng untuk merealisasikan desa wisata terintegrasi. Kami mohon bimbingannya,” katanya.

