Wonosobo (ANTARA) - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bersama jajaran Polri akan menyikat berbagai praktik penambangan galian C ilegal yang marak terjadi di sejumlah tempat.
“Aduan tentang galian C ini banyak di Wonosobo dan Magelang. Saya titipkan kepada kepolisian, (galian C) yang tidak izin atau ilegal disikat saja,” kata Ganjar saat memimpin Musrenbangwil Kabupaten Purworejo, Wonosobo, Magelang, Temanggung, dan Kota Magelang di Aula PT Geo Dipa, Kabupaten Wonosobo, Senin.
Hal tersebut disampaikan Ganjar merespons aduan dari masyarakat terkait praktik galian C ilegal di lereng Gunung Sindoro.
Orang nomor satu di Jateng itu menyebut praktik galian C ilegal berdampak besar terhadap lingkungan sekitar, mulai dari hilangnya sumber mata air hingga kerusakan jalan.
"Tadi ada kiai dari Wonosobo menyampaikan tentang galian C yang merusak. Keluhannya ternyata sama, sebelum Pak Kiai tadi datang saya sampaikan galian C ilegal itu merusak mata air, merusak jalan, dan ini mesti dihentikan," ujarnya.
Menurut Ganjar, pihaknya sudah berkoordinasi dengan jajaran Polri dalam melakukan penindakan pelaku penambangan galian C ilegal.
Mantan anggota DPR itu blak-blakan di depan peserta musrenbangwil yang disiarkan secara daring tersebut terkait dengan adanya beking galian C.
Ganjar mengungkapkan dirinya harus dimusuhi temannya gara-gara menolak memberikan izin galian C.
"Kami sampaikan ini secara blak-blakan saja, tidak hanya di sini. Hari ini saya komunikasi dengan kepolisian, satu tempat di utara Jateng akan ditangani," katanya.
Aduan terkait praktik penambangan galian C ilegal itu disampaikan oleh seorang kiai bernama Imam Baihaqi kepada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo saat musrenbangwil.
Imam mengaku sudah sepuluh tahun lebih bersama warga Kertek, Kabupaten Wonosobo, berjuang untuk menghentikan penambangan pasir ilegal.
"Warga Kertek sudah sepuluh tahun lebih berjuang menghentikan penambangan pasir ilegal, termasuk saya sendiri sudah sering bilang ke bupati," ujarnya kepada Ganjar.
Dampak dari penambangan pasir ilegal, kata dia, sudah sangat besar karena setidaknya sekitar 40 persen mata air di Gunung Sindoro sudah mati dan hal itu sangat terasa apabila musim kemarau tiba. (LHP)