Semarang (ANTARA) - Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Prof. Eddy OS Hiariej minta para perancang peraturan perundang-undangan memperhatikan substansi hukum dengan cermat dalam setiap proses penyusunan regulasi.
Dalam kesempatan memberikan penguatan, Eddy menegaskan bahwa perancang peraturan perundang-undangan harus mampu menyusun norma yang tidak hanya mematuhi asas formalitas, tetapi juga mengandung substansi hukum yang memenuhi asas-asas keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.
Eddy mengibaratkan perancang peraturan perundang-undangan sebagai "penjahit hukum" yang bertugas merumuskan norma hukum sesuai dengan "ukuran" kebutuhan masyarakat.
Menurutnya, seorang perancang peraturan perundang-undangan tidak hanya bekerja pada tataran redaksional, tetapi juga berkewajiban untuk melakukan kajian secara komprehensif agar norma yang dibentuk sejalan dengan prinsip-prinsip hukum serta mampu menjawab kebutuhan hukum masyarakat.
“Perancang harus memiliki pemahaman mendalam atas asas lex certa (kepastian hukum) sehingga norma hukum yang dirancang dapat meminimalisasi multitafsir yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum di lapangan,” ujar Eddy yang juga Guru Besar Hukum Pidana UGM Yogyakarta itu.
Lebih lanjut, Eddy menekankan pentingnya harmonisasi regulasi. Ia menyoroti praktik penyusunan peraturan yang sering kali menghasilkan aturan tumpang-tindih, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan hukum dan menciptakan inkonsistensi.
Eddy mengingatkan bahwa setiap rancangan peraturan perundang-undangan seharusnya melalui tahap harmonisasi yang ketat untuk memastikan konsistensi dengan peraturan yang sudah ada serta menghindari konflik norma (conflict of norms) di antara peraturan perundang-undangan.
“Seorang perancang hukum harus memahami asas lex superior derogat legi inferiori sehingga aturan yang mereka buat tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi," terang Eddy.
"Hukum ideal adalah hukum yang dapat memberikan kepastian dan keadilan kepada masyarakat, bukan justru menimbulkan kebingungan atau bahkan menimbulkan disparitas dalam penegakan hukum,” imbuhnya.
Eddy juga mengingatkan pentingnya pemenuhan asas keterbukaan dalam proses perancangan perundang-undangan.
Ia menekankan bahwa masyarakat harus dilibatkan melalui konsultasi publik untuk menjamin adanya transparansi serta agar aturan yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
Dengan demikian, hukum yang terbentuk tidak hanya berfungsi sebagai instrumen pengendalian sosial, tetapi juga sebagai sarana pemberdayaan dan pemenuhan hak-hak masyarakat secara komprehensif.
Dengan pendekatan seperti ini, Eddy berharap para perancang perundang-undangan dapat menyusun hukum yang responsif, berkeadilan, dan mengandung nilai kemanfaatan yang tinggi bagi seluruh masyarakat.
Adapun kegiatan penguatan ini diikuti oleh para perancang peraturan perundang-undangan di seluruh Kantor Wilayah Kemenkumham di Indonesia melalui daring, Rabu (6/11).
Dari Kanwil Jateng hadir, Kepala Kantor Wilayah Tejo Harwanto, Kepala Divisi Administrasi Anton Edward Wardhana, Kepala Bagian Program & Humas Toni Sugiarto, Kepala Sub Bagian Pengelolaan Keuangan & BMN Maria Titik, serta para Perancang Peraturan Perundang-Undangan Kanwil Jateng. ***