Magelang (ANTARA) - Para seniman petani dan pegiat Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang mementaskan wayang orang dengan lakon "Endang Werdiningsih" pada puncak rangkaian Festival Lima Gunung XXIII/2024 di Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Rabu (25/9) malam.
"Kami menyadari dengan baik, bukan semua pemain wayang orang ini seniman, tetapi juga mereka dengan berbagai latar belakang yang bergiat di Komunitas Lima Gunung. Pementasan ini sebagai wujud dari proses bersama sekitar satu bulan terakhir atas lakon ini," kata Ketua Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang Sujono usai pementasan hingga menjelang tengah malam itu di Magelang, Rabu (25/9) malam.
Selain sebagai hiburan dan membangun pemaknaan atas lakon bagi warga dan penonton pementasan, ujar dia, pementasan itu juga menjadi tetenger yang dihadirkan komunitas bagi Festival Lima Gunung tahun ini.
Tidak setiap penyelenggaraan festival yang rutin setiap tahun secara mandiri --termasuk saat pandemi COVID-19-- itu, komunitas berbasis seniman petani yang didirikan budayawan Magelang Sutanto Mendut lebih dari 20 tahun lalu tersebut, menggelar pementasan bersama para pegiatnya.
Biasanya, mereka menggelar pementasan pada festival berdasarkan kelompok-kelompok sanggar atau kolaborasi sejumlah seniman. Jumlah personel pementasan wayang orang itu 75 orang, meliputi pemain wayang, penabuh gamelan, dalang, sutradra, serta asisten sutradara.
Sutradara dan penulis naskah lakon "Endang Werdiningsih", Sitras Anjilin, sedangkan dalang Sih Agung Prasetyo. Lakon yang dibawakan komunitas itu dalam durasi sekitar 2,5 jam bercerita tentang pernikahan Erawati (Kerajaan Mandaraka) dengan Waji Jaladara atau Kakrasana (Mandura).
Sitras menjelaskan tentang lakon tersebut berupa peristiwa pernikahan yang tidak terlepas dari nilai-nilai keharmonisan dan keagungan, serta kehidupan berkeluarga yang menjadi bagian penting atas perjalanan manusia meluhurkan Sang Pencipta, sesama makhluk, dan alam semesta.
Terkait dengan proses menghadirkan lakon wayang orang itu, ia menjelaskan, bahwa hal terpenting menyangkut disiplin setiap personel dalam menjalani latihan sebagai proses bersama-sama.
Hal demikian juga berlaku untuk aktivitas setiap orang di luar lingkup berkesenian, seperti bekerja, belajar, pergaulan, bertetangga, dan berorganisasi atau berkomunitas.
"Pementasan ini hanya salah satu bagian dari wujud proses bersama-sama. Demikian juga dengan komunitas ini (Komunitas Lima Gunung) yang berproses bersama-sama menghidupi dan menjaga," kata Sitras yang juga pimpinan Padepokan Tjipto Boedojo Tutup Ngisor Desa Sumber, Kecamatan Dukun. Padepokan seni budaya di kawasan Gunung Merapi sejak 1937 itu, berbasis kesenian wayang orang.
Para pemain wayang orang "Endang Werdiningsih" menjalani proses berlatih bersama-sama selama satu bulan terakhir di Padepokan Tjipto Boedojo Tutup Ngisor (pimpinan Sitras Anjilin) dan Sanggar Bangun Budaya Desa Sumber, Kecamatan Dukun (pimpinan Untung Pribadi).
Festival Lima Gunung XXIII dengan tema utama "Wolak-Waliking Jaman Kelakone" berlangsung selama 17-29 September 2024 di sejumlah tempat, yakni Sanggar Dhom Sunthil Warangan, Desa Muneng Warangan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, Studio Mendut, Kelurahan Mendut, Kecamatan Mungkid, Padepokan Warga Budaya Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, dan puncaknya di Dusun Keron, Desa Krogowanan dengan basis para seniman petani Sanggar Saujana Keron, pimpinan Sujono.
Dalam festival tersebut, sedikitnya 120 grup kesenian dengan total sekitar 2.000 personel dari berbagai tempat dan luar negeri mementaskan berbagai kesenian, seperti tarian, wayang, performa seni, pameran foto, pameran instalasi seni desa berbahan alam, pidato kebudayaan, musik, teater, pembacaan puisi, melukis "on the spot", kirab budaya, dan pidato kebudayaan. Festival Lima Gunung digelar tanpa sponsor oleh Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh).
Pada Senin (23/9) atau dua hari menjelang puncak rangkaian Festival Lima Gunung XXIII/2024, Komunitas Lima Gunung menerima anugerah bernama "Penghargaan Akademi Jakarta" diselenggarakan Akademi Jakarta sebagai agenda tahunan. Penerimaan penghargaan berupa patung karya pematung Dolorosa Sinaga, piagam, dan natura itu, berlangsung di Taman Ismail Marzuki (TIM) di Jakarta.