Kementerian BUMN memastikan program TJSL bermanfaat bagi masyarakat
Solo (ANTARA) - Kementerian BUMN berupaya memastikan program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) bermanfaat bagi masyarakat sehingga perlu penghitungan baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan melibatkan Sucofindo.
"Sesuai dengan arahan Pak Menteri BUMN, Pak Erick Thohir, kami diminta untuk bertransformasi dalam program TJSL ini," kata Asisten Deputi Bidang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Kementerian BUMN Edi Eko Cahyono pada Bimbingan Teknis dan Workshop Pengukuran Dampak Program TJSL metode Social Return On Investment (SROI) Batch II di The Sunan Hotel Solo, Kamis.
Ia mengatakan untuk transformasi utamanya adalah memastikan dampak apa yang sudah dilakukan oleh perusahaan di bawah BUMN betul-betul dirasakan oleh masyarakat.
"Maka untuk mengetahui sejauh mana sudah dirasakan oleh masyarakat, stakeholder, kita perlu mengukurnya. Sesuai jenis program kegiatan, yang paling berterima secara umum adalah social return on Investment yang saat ini sedang kami pelajari bersama," katanya.
Selanjutnya, hasil dari pengukuran tersebut akan menjadi bahan evaluasi untuk kemudian menjadi pembelajaran ke depan. Ia berharap manfaat TJSL dapat terus meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
"Misalnya UMKM sudah sejauh mana memberikan manfaat bagi masyarakat. Perusahaan BUMN sudah membina, bagaimana manfaatnya, selanjutnya dihitung secara kuantitatif, misalnya kita sudah memberikan pelatihan kepada UMKM bagaimana mengemas sebuah produk," katanya.
Terkait hal itu, pihaknya menggandeng PT Sucofindo yang sudah berpengalaman melakukan pengukuran serupa. Pada kesempatan tersebut melibatkan sebanyak 135 peserta dari sekitar 50 BUMN dan anak perusahaannya.
"Kami berharap teman-teman bisa memahami dan hands on menghitung apa manfaatnya dan merencanakan program ke depan," katanya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Sucofindo Mas Wigrantoro Roes Setiyadi mengatakan setiap perusahaan BUMN memiliki program TJSL dan setiap programnya berbeda satu sama lain.
Untuk melakukan pengukuran dampak program TJSL, dikatakannya, harus menunggu program tersebut selesai terlebih dahulu. Selanjutnya, dari perusahaan akan ada pengukuran data, misalnya berapa banyak anggaran yang sudah keluar, siapa penerimanya, dan untuk kegiatan apa anggaran tersebut.
"Selanjutnya ada atau tidak perbedaan hasil antara sebelum ada bantuan dengan sesudah. Ada atau tidak hasilnya, seberapa besar selisihnya, apa ada perubahan, bukan hanya jadi lebih sejahtera tetapi juga kepuasan," katanya.
Seperti misalnya dampak terhadap UMKM, dikatakannya, apakah program TJSL dari perusahaan BUMN berdampak pada perluasan pasar dari UMKM yang bersangkutan.
"Nah perbedaan ini disajikan tidak hanya kualitatif tetapi juga kuantitatif. Kuantitatif karena bisa digunakan sebagai pertimbangan untuk membuat keputusan berikutnya. Apakah untuk melanjutkan program yang sama pada UKM yang sama atau dikembangkan ke yang lain lagi, selanjutnya apa manfaat bagi perusahaan. Nanti akan ada formulanya, rumusnya. Ini yang diajarkan di sini," katanya.**
"Sesuai dengan arahan Pak Menteri BUMN, Pak Erick Thohir, kami diminta untuk bertransformasi dalam program TJSL ini," kata Asisten Deputi Bidang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Kementerian BUMN Edi Eko Cahyono pada Bimbingan Teknis dan Workshop Pengukuran Dampak Program TJSL metode Social Return On Investment (SROI) Batch II di The Sunan Hotel Solo, Kamis.
Ia mengatakan untuk transformasi utamanya adalah memastikan dampak apa yang sudah dilakukan oleh perusahaan di bawah BUMN betul-betul dirasakan oleh masyarakat.
"Maka untuk mengetahui sejauh mana sudah dirasakan oleh masyarakat, stakeholder, kita perlu mengukurnya. Sesuai jenis program kegiatan, yang paling berterima secara umum adalah social return on Investment yang saat ini sedang kami pelajari bersama," katanya.
Selanjutnya, hasil dari pengukuran tersebut akan menjadi bahan evaluasi untuk kemudian menjadi pembelajaran ke depan. Ia berharap manfaat TJSL dapat terus meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
"Misalnya UMKM sudah sejauh mana memberikan manfaat bagi masyarakat. Perusahaan BUMN sudah membina, bagaimana manfaatnya, selanjutnya dihitung secara kuantitatif, misalnya kita sudah memberikan pelatihan kepada UMKM bagaimana mengemas sebuah produk," katanya.
Terkait hal itu, pihaknya menggandeng PT Sucofindo yang sudah berpengalaman melakukan pengukuran serupa. Pada kesempatan tersebut melibatkan sebanyak 135 peserta dari sekitar 50 BUMN dan anak perusahaannya.
"Kami berharap teman-teman bisa memahami dan hands on menghitung apa manfaatnya dan merencanakan program ke depan," katanya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Sucofindo Mas Wigrantoro Roes Setiyadi mengatakan setiap perusahaan BUMN memiliki program TJSL dan setiap programnya berbeda satu sama lain.
Untuk melakukan pengukuran dampak program TJSL, dikatakannya, harus menunggu program tersebut selesai terlebih dahulu. Selanjutnya, dari perusahaan akan ada pengukuran data, misalnya berapa banyak anggaran yang sudah keluar, siapa penerimanya, dan untuk kegiatan apa anggaran tersebut.
"Selanjutnya ada atau tidak perbedaan hasil antara sebelum ada bantuan dengan sesudah. Ada atau tidak hasilnya, seberapa besar selisihnya, apa ada perubahan, bukan hanya jadi lebih sejahtera tetapi juga kepuasan," katanya.
Seperti misalnya dampak terhadap UMKM, dikatakannya, apakah program TJSL dari perusahaan BUMN berdampak pada perluasan pasar dari UMKM yang bersangkutan.
"Nah perbedaan ini disajikan tidak hanya kualitatif tetapi juga kuantitatif. Kuantitatif karena bisa digunakan sebagai pertimbangan untuk membuat keputusan berikutnya. Apakah untuk melanjutkan program yang sama pada UKM yang sama atau dikembangkan ke yang lain lagi, selanjutnya apa manfaat bagi perusahaan. Nanti akan ada formulanya, rumusnya. Ini yang diajarkan di sini," katanya.**