Program pendidikan harus sesuai kebutuhan siswa
Semarang (ANTARA) - Penemu talents observation Andri Fajria mengatakan pembelajaran di rumah (BDR) menyadarkan pemangku kepentingan bahwa program pendidikan seharusnya menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan setiap siswa.
"Inilah yang kami sebut Customized Education Program (CEP) atau program pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap siswa, yang bermula dari pengakuan terhadap keunikan setiap anak," kata Andri Fajria dalam percakapan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Senin malam.
Andri yang juga pendiri Sekolah Menengah (SM) Surau Merantau Tangerang menyebutkan berbagai kegiatan belajar yang beragam, sehingga siswa dapat melakukan kegiatan yang sesuai dengan dirinya.
Praktisi dan santri talents mapping ini mengemukakan bahwa kondisi pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini membuat pemerintah membuat "kurikulum darurat" yang mengizinkan sekolah membuat turunannya sebagai "kurikulum adaptif" yang menyesuaikan dengan kondisi setiap sekolah.
Ia mencontohkan sekolah yang sebagian besar muridnya tidak bisa mengakses internet membuat program "kunjungan ke rumah siswa", baik sekadar mengantarkan modul maupun melakukan pembelajaran di rumah siswa.
Menurut dia, frekuensinya tentu tidak setiap hari. Pengurangan frekuensi pembelajaran maupun kualitas proses belajar membuat target capaian kurikulum harus menyesuaikan dengan kondisi masing-masing.
"Dalam lingkup tinjauan siswa, praktis yang menjadi gurunya adalah orang tuanya yang bukan berlatar belakang pendidik. Bahkan, ketika membuat rapor, guru dan orang tua murid bekerja sama dalam penyusunannya," kata Andri.
Ditegaskan pula bahwa pendekatan pembelajarannya tidak bisa dipaksakan bila tidak sesuai dengan gaya belajarnya. Misalnya, siswa yang gaya belajarnya kinestetik, sulit bisa konsentrasi lebih dari 20 menit untuk mendengarkan ceramah orang tuanya.
Sebelumnya, sejumlah orang tua murid via kanal YouTube Surau Merantau, Minggu (10/4), termasuk Group Head SME Business Bank Syariah Indonesia Dedy Suryadi dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Prof. Dr. H. Ahmad Soediro menilai bagus mengenai pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di SM Surau Merantau Tangerang.
Bahkan, menurut Ahmad Soediro, kegiatan belajar di SM Surau Merantau Tangerang telah lebih dahulu menerapkan kurikulum "Merdeka Belajar", atau sebelum lahirnya Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Dalam topik "Customized Education Program", Ahmad Soediro mengatakan pula bahwa perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap kualitas pendidikan yang terus meningkat dan berkembang pada era Disrupsi 4.0.
"Di sinilah pentingnya metode pendidikan dan pembelajaran seharusnya lebih fleksibel dengan menerapkan kurikulum 'Merdeka Belajar'," kata dia.
Ia menyebutkan "Merdeka Belajar" berdasarkan gaya belajar, bakat dan minat serta kebutuhan setiap siswa, kemudian menerapkan metode pembelajaran student centre learning, lalu melakukan evaluasi pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan minat dan bakat serta kebutuhan siswa.
"Peningkatan dan pengembangan kerja sama dan kolaborasi yang strategis dengan para mitra ahli dan/atau praktisi yang memiliki kompetensi sesuai dengan minat dan bakat, serta kebutuhan setiap siswa," katanya.
"Inilah yang kami sebut Customized Education Program (CEP) atau program pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap siswa, yang bermula dari pengakuan terhadap keunikan setiap anak," kata Andri Fajria dalam percakapan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Senin malam.
Andri yang juga pendiri Sekolah Menengah (SM) Surau Merantau Tangerang menyebutkan berbagai kegiatan belajar yang beragam, sehingga siswa dapat melakukan kegiatan yang sesuai dengan dirinya.
Praktisi dan santri talents mapping ini mengemukakan bahwa kondisi pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini membuat pemerintah membuat "kurikulum darurat" yang mengizinkan sekolah membuat turunannya sebagai "kurikulum adaptif" yang menyesuaikan dengan kondisi setiap sekolah.
Ia mencontohkan sekolah yang sebagian besar muridnya tidak bisa mengakses internet membuat program "kunjungan ke rumah siswa", baik sekadar mengantarkan modul maupun melakukan pembelajaran di rumah siswa.
Menurut dia, frekuensinya tentu tidak setiap hari. Pengurangan frekuensi pembelajaran maupun kualitas proses belajar membuat target capaian kurikulum harus menyesuaikan dengan kondisi masing-masing.
"Dalam lingkup tinjauan siswa, praktis yang menjadi gurunya adalah orang tuanya yang bukan berlatar belakang pendidik. Bahkan, ketika membuat rapor, guru dan orang tua murid bekerja sama dalam penyusunannya," kata Andri.
Ditegaskan pula bahwa pendekatan pembelajarannya tidak bisa dipaksakan bila tidak sesuai dengan gaya belajarnya. Misalnya, siswa yang gaya belajarnya kinestetik, sulit bisa konsentrasi lebih dari 20 menit untuk mendengarkan ceramah orang tuanya.
Sebelumnya, sejumlah orang tua murid via kanal YouTube Surau Merantau, Minggu (10/4), termasuk Group Head SME Business Bank Syariah Indonesia Dedy Suryadi dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Prof. Dr. H. Ahmad Soediro menilai bagus mengenai pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di SM Surau Merantau Tangerang.
Bahkan, menurut Ahmad Soediro, kegiatan belajar di SM Surau Merantau Tangerang telah lebih dahulu menerapkan kurikulum "Merdeka Belajar", atau sebelum lahirnya Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Dalam topik "Customized Education Program", Ahmad Soediro mengatakan pula bahwa perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap kualitas pendidikan yang terus meningkat dan berkembang pada era Disrupsi 4.0.
"Di sinilah pentingnya metode pendidikan dan pembelajaran seharusnya lebih fleksibel dengan menerapkan kurikulum 'Merdeka Belajar'," kata dia.
Ia menyebutkan "Merdeka Belajar" berdasarkan gaya belajar, bakat dan minat serta kebutuhan setiap siswa, kemudian menerapkan metode pembelajaran student centre learning, lalu melakukan evaluasi pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan minat dan bakat serta kebutuhan siswa.
"Peningkatan dan pengembangan kerja sama dan kolaborasi yang strategis dengan para mitra ahli dan/atau praktisi yang memiliki kompetensi sesuai dengan minat dan bakat, serta kebutuhan setiap siswa," katanya.