Membangun jiwa seni melalui Desa Kartun di Purbalingga
Purbalingga (ANTARA) - Siang itu, sejumlah remaja tampak mewarnai sketsa yang telah dilukis pada dinding-dinding rumah maupun tempat lainnya yang ada di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga.
Sementara di sebuah ruangan salah satu rumah warga, sejumlah anak sekolah dasar tampak disibukkan dengan aktivitas mewarnai kertas bergambar.
Kegiatan tersebut merupakan bagian dari pembukaan rintisan desa wisata berupa Desa Kartun (Cartoon Village) dan Sekolah Kartun Kie Art (Kie Art Cartoon School) di Desa Sidareja pada hari Rabu (9/9).
Program yang diinisiasi oleh salah seorang warga Desa Sidareja yang juga pegiat seni, Slamet Santosa bersama rekannya Gita Yohanna Thomdean itu diharapkan dapat meningkatkan perekonomian warga setempat.
Baca juga: Hidup berkelindan seni di antara pandemi
Hal itu disebabkan, Desa Sidareja yang berpenduduk sebanyak 5.362 jiwa, sebagian besar warganya bermata pencaharian sebagai petani atau sekitar 1.340 orang dan di wilayah itu terdapat 557 keluarga miskin dari total 1.452 keluarga.
Kendati baru dirintis sejak awal pandemi COVID-19 dan dibuka pada hari Rabu (9/9). ide untuk mewujudkan Desa Kartun dan Sekolah Kartun di Sidareja itu telah muncul sejak dua tahun silam.
"Saya merasa tertantang karena masing-masing desa di Purbalingga punya desa wisata, tapi Desa Kartun Sidareja ini lain daripada yang lain karena kami mengangkat budaya khusus untuk Sidareja, pendidikan lewat kartun terutama untuk anak-anak zaman sekarang," kata Slamet Santosa.
Selain itu, kata dia, pihaknya ingin meningkatkan ekonomi masyarakat melalui Desa Kartun, yakni dengan mengadakan berbagai kegiatan yang dapat mendatangkan banyak orang.
Sementara untuk Sekolah Kartun Kie Art yang diberikan secara gratis ditujukan untuk melatih anak-anak dalam melukis dan membuat kartun.
"Sementara ini, saya baru melayani siswa dari satu sekolah dasar, kelas tiga hingga kelas lima yang berjumlah sekitar 90 anak. Mereka akan diajari tentang kartun maupun lukisan, kurikulumnya sudah ada," jelasnya.
Kembangkan desa kartun
Pegiat seni lainnya, Gita Yohanna Thomdean mengakui jika ide awalnya hanya untuk merintis dan mengembangkan Desa Kartun di Sidareja.
Menurut dia, Desa Kartun tidak akan kuat tanpa ada fondasinya dan fondasi itu berasal dari generasi yang ada di Desa Sidareja.
"Nah, kartun ini di sekolahan ini ada kurikulumnya. Jadi dengan 8 bulan berjalan, anak-anak akan dilatih dasar-dasar menggambar, bagaimana mencari ide, hingga akhirnya pada bulan kedelapan mereka akan berkompetisi," katanya.
Selanjutnya, siswa-siswa tersebut akan disaring sehingga mendapatkan talenta yang bakal dikembangkan untuk berkompetisi di tingkat internasional.
Sedangkan untuk Desa Kartun, kata dia, pihaknya ingin menggapai pasar yang ada di luar, baik untuk meningkatkan perekonomian warga maupun meningkatkan kecintaan anak-anak terhadap tradisi leluhur atau nenek moyang bangsa Indonesia melalui kartun.
"Kita banyak terpapar ya oleh dunia luar, tapi ini adalah suatu tempat yang tidak hanya 'instagramable', tapi ada edukatifnya, kemudian mereka bisa membangkitkan lagi dan mengenal lagi nenek moyangnya mereka," jelasnya.
Dalam hal ini, nantinya di setiap rumah akan ada cerita melalui lukisan mural berdasarkan legenda yang berkembang di Desa Sidareja.
Pada tahap awal, ada sebanyak 88 rumah yang akan digambari mural oleh anak-anak dan selanjutnya akan bergeser ke rumah-rumah warga lainnya.
"Kami melakukan investigasi sekitar lima bulan, dengan bertanya kepada sesepuh desa atau orang. Jadi benar-benar kami gali," katanya.
Lebih lanjut, Gita mengatakan ada delapan kartunis dari berbagai daerah yang memberikan dukungan dalam mengembangkan Desa Kartun dan Sekolah Kartun di Sidareja.
Menurut dia, delapan kartunis tersebut akan mengirimkan sketsanya dan berkolaborasi dengan seorang muralis, Irwan Guntarto, untuk diaplikasikan bersama 15 anak Desa Sidareja.
"Berdasarkan hasil penelitian, dari menggambar itu akan menstimulasi saraf motorik halus dari anak. Kemudian dia mudah konsentrasi, fokus, kemudian jujur dengan perasaannya," katanya.
Ia mengharapkan saat anak-anak itu bersekolah, akan jauh lebih mudah dalam menerima materi pelajaran yang lain.
Disinggung mengenai sumber dana yang digunakan untuk merintis Desa Kartun, Gita mengatakan hal itu berasal swadaya pribadi serta dukungan produk dari sejumlah perusahaan alat tulis.
Kehadiran Desa Kartun dan Sekolah Kartun tersebut mendapat sambutan positif dari Pemerintah Desa Sidareja dan warga setempat khususnya anak-anak.
"Dengan adanya Kie Art Cartoon School ini diharapkan dapat memberi dampak positif bagi anak-anak yang saat sekarang disibukkan dengan bermain gawai dan game. Semoga kegiatan ini akan mengedukasi anak-anak karena dengan menggambar dapat melatih kejujuran," kata Sekretaris Desa Sidareja Wasis Wangsa Wijaya.
Menurut dia, imajinasi yang muncul dalam sebuah lukisan merupakan wujud kejujuran dari seorang pelukis, sehingga dengan adanya kegiatan melukis diharapkan dapat menumbuhkan jiwa yang jujur pada diri anak-anak.
"Selain itu, dengan adanya kegiatan melukis ini, mudah-mudahan ke depan dapat sebagai destinasi wisata desa," katanya.
Salah seorang remaja, Pandu Wicaksono mengaku senang mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Kie Art Cartoon School di Cartoon Village karena dapat melatih kemampuan melukis.
"Sebelumnya, saya memang tidak bisa melukis namun dengan adanya sekolah kartun, saya jadi bisa belajar melukis dan pada acara ini, saya ditugasi untuk melukis mural tentang anak-anak yang sedang bermain permainan tradisional," katanya.
Ia mengharapkan ke depan Kie Art Cartoon School dan Cartoon Village lebih maju sehingga banyak yang datang berkunjung.
Sementara salah seorang siswa kelas 4 SDN Sidareja 1, Cahya mengaku senang mengikuti kegiatan mewarnai di Kie Art Cartoon School. "Saya juga bisa belajar melukis," katanya.
Anak-anak yang belajar di sekolah kartun selama delapan bulan, akan diajari teknik menggambar mulai dari pelatihan dasar seperti mencari ide, cara mencampur warna, teknik menggunakan berbagai macam alat tulis, maupun penjajalan objek.
Itu semua karena setiap anak desa memiliki hak yang sama untuk dapat berprestasi hingga level nasional maupun internasional serta menghapuskan doktrinasi orang tua yang berorientasi terhadap suatu profesi dan makin terbuka terhadap seni dengan tidak memandang sebelah mata.
Baca juga: Lakon "Sabdo Pandito Rakjat" Ki Nartosabdo diputar "streaming" petang nanti
Baca juga: Performa "Lelakuning Urip" hidupkan kegiatan seni-budaya Borobudur
Sementara di sebuah ruangan salah satu rumah warga, sejumlah anak sekolah dasar tampak disibukkan dengan aktivitas mewarnai kertas bergambar.
Kegiatan tersebut merupakan bagian dari pembukaan rintisan desa wisata berupa Desa Kartun (Cartoon Village) dan Sekolah Kartun Kie Art (Kie Art Cartoon School) di Desa Sidareja pada hari Rabu (9/9).
Program yang diinisiasi oleh salah seorang warga Desa Sidareja yang juga pegiat seni, Slamet Santosa bersama rekannya Gita Yohanna Thomdean itu diharapkan dapat meningkatkan perekonomian warga setempat.
Baca juga: Hidup berkelindan seni di antara pandemi
Hal itu disebabkan, Desa Sidareja yang berpenduduk sebanyak 5.362 jiwa, sebagian besar warganya bermata pencaharian sebagai petani atau sekitar 1.340 orang dan di wilayah itu terdapat 557 keluarga miskin dari total 1.452 keluarga.
Kendati baru dirintis sejak awal pandemi COVID-19 dan dibuka pada hari Rabu (9/9). ide untuk mewujudkan Desa Kartun dan Sekolah Kartun di Sidareja itu telah muncul sejak dua tahun silam.
"Saya merasa tertantang karena masing-masing desa di Purbalingga punya desa wisata, tapi Desa Kartun Sidareja ini lain daripada yang lain karena kami mengangkat budaya khusus untuk Sidareja, pendidikan lewat kartun terutama untuk anak-anak zaman sekarang," kata Slamet Santosa.
Selain itu, kata dia, pihaknya ingin meningkatkan ekonomi masyarakat melalui Desa Kartun, yakni dengan mengadakan berbagai kegiatan yang dapat mendatangkan banyak orang.
Sementara untuk Sekolah Kartun Kie Art yang diberikan secara gratis ditujukan untuk melatih anak-anak dalam melukis dan membuat kartun.
"Sementara ini, saya baru melayani siswa dari satu sekolah dasar, kelas tiga hingga kelas lima yang berjumlah sekitar 90 anak. Mereka akan diajari tentang kartun maupun lukisan, kurikulumnya sudah ada," jelasnya.
Kembangkan desa kartun
Pegiat seni lainnya, Gita Yohanna Thomdean mengakui jika ide awalnya hanya untuk merintis dan mengembangkan Desa Kartun di Sidareja.
Menurut dia, Desa Kartun tidak akan kuat tanpa ada fondasinya dan fondasi itu berasal dari generasi yang ada di Desa Sidareja.
"Nah, kartun ini di sekolahan ini ada kurikulumnya. Jadi dengan 8 bulan berjalan, anak-anak akan dilatih dasar-dasar menggambar, bagaimana mencari ide, hingga akhirnya pada bulan kedelapan mereka akan berkompetisi," katanya.
Selanjutnya, siswa-siswa tersebut akan disaring sehingga mendapatkan talenta yang bakal dikembangkan untuk berkompetisi di tingkat internasional.
Sedangkan untuk Desa Kartun, kata dia, pihaknya ingin menggapai pasar yang ada di luar, baik untuk meningkatkan perekonomian warga maupun meningkatkan kecintaan anak-anak terhadap tradisi leluhur atau nenek moyang bangsa Indonesia melalui kartun.
"Kita banyak terpapar ya oleh dunia luar, tapi ini adalah suatu tempat yang tidak hanya 'instagramable', tapi ada edukatifnya, kemudian mereka bisa membangkitkan lagi dan mengenal lagi nenek moyangnya mereka," jelasnya.
Dalam hal ini, nantinya di setiap rumah akan ada cerita melalui lukisan mural berdasarkan legenda yang berkembang di Desa Sidareja.
Pada tahap awal, ada sebanyak 88 rumah yang akan digambari mural oleh anak-anak dan selanjutnya akan bergeser ke rumah-rumah warga lainnya.
"Kami melakukan investigasi sekitar lima bulan, dengan bertanya kepada sesepuh desa atau orang. Jadi benar-benar kami gali," katanya.
Lebih lanjut, Gita mengatakan ada delapan kartunis dari berbagai daerah yang memberikan dukungan dalam mengembangkan Desa Kartun dan Sekolah Kartun di Sidareja.
Menurut dia, delapan kartunis tersebut akan mengirimkan sketsanya dan berkolaborasi dengan seorang muralis, Irwan Guntarto, untuk diaplikasikan bersama 15 anak Desa Sidareja.
"Berdasarkan hasil penelitian, dari menggambar itu akan menstimulasi saraf motorik halus dari anak. Kemudian dia mudah konsentrasi, fokus, kemudian jujur dengan perasaannya," katanya.
Ia mengharapkan saat anak-anak itu bersekolah, akan jauh lebih mudah dalam menerima materi pelajaran yang lain.
Disinggung mengenai sumber dana yang digunakan untuk merintis Desa Kartun, Gita mengatakan hal itu berasal swadaya pribadi serta dukungan produk dari sejumlah perusahaan alat tulis.
Kehadiran Desa Kartun dan Sekolah Kartun tersebut mendapat sambutan positif dari Pemerintah Desa Sidareja dan warga setempat khususnya anak-anak.
"Dengan adanya Kie Art Cartoon School ini diharapkan dapat memberi dampak positif bagi anak-anak yang saat sekarang disibukkan dengan bermain gawai dan game. Semoga kegiatan ini akan mengedukasi anak-anak karena dengan menggambar dapat melatih kejujuran," kata Sekretaris Desa Sidareja Wasis Wangsa Wijaya.
Menurut dia, imajinasi yang muncul dalam sebuah lukisan merupakan wujud kejujuran dari seorang pelukis, sehingga dengan adanya kegiatan melukis diharapkan dapat menumbuhkan jiwa yang jujur pada diri anak-anak.
"Selain itu, dengan adanya kegiatan melukis ini, mudah-mudahan ke depan dapat sebagai destinasi wisata desa," katanya.
Salah seorang remaja, Pandu Wicaksono mengaku senang mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Kie Art Cartoon School di Cartoon Village karena dapat melatih kemampuan melukis.
"Sebelumnya, saya memang tidak bisa melukis namun dengan adanya sekolah kartun, saya jadi bisa belajar melukis dan pada acara ini, saya ditugasi untuk melukis mural tentang anak-anak yang sedang bermain permainan tradisional," katanya.
Ia mengharapkan ke depan Kie Art Cartoon School dan Cartoon Village lebih maju sehingga banyak yang datang berkunjung.
Sementara salah seorang siswa kelas 4 SDN Sidareja 1, Cahya mengaku senang mengikuti kegiatan mewarnai di Kie Art Cartoon School. "Saya juga bisa belajar melukis," katanya.
Anak-anak yang belajar di sekolah kartun selama delapan bulan, akan diajari teknik menggambar mulai dari pelatihan dasar seperti mencari ide, cara mencampur warna, teknik menggunakan berbagai macam alat tulis, maupun penjajalan objek.
Itu semua karena setiap anak desa memiliki hak yang sama untuk dapat berprestasi hingga level nasional maupun internasional serta menghapuskan doktrinasi orang tua yang berorientasi terhadap suatu profesi dan makin terbuka terhadap seni dengan tidak memandang sebelah mata.
Baca juga: Lakon "Sabdo Pandito Rakjat" Ki Nartosabdo diputar "streaming" petang nanti
Baca juga: Performa "Lelakuning Urip" hidupkan kegiatan seni-budaya Borobudur