Jakarta (ANTARA) - Terdakwa kasus berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet akhirnya mengajukan banding atas vonis 2 tahun penjara dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kuasa hukum Ratna, Insank Nasruddin, di Jakarta, Rabu, mengatakan pengajuan banding tersebut dilakukan karena Ratna keberatan dengan pertimbangan hakim atas vonis yang dijatuhkan kepadanya yang menyebut apa yang dilakukan Ratna merupakan "benih-benih keonaran".
Sebelumnya, usai sidang vonis pada Kamis (11/7/2019) Ratna mengatakan tidak ingin mengajukan banding.
Baca juga: Divonis 2 tahun, Ratna Sarumpaet belum berniat banding
Namun, akhirnya Ratna berubah pikiran dengan melakukan banding ini.
"Setelah kembali berdiskusi, bahwa benih-benih keonaran ini kami nilai tidak relevan bila dikaitkan dengan pasal 14 ayat 1 UU No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Karena dalam pasal 14 tersebut tidak menyebutkan benih-benih," tutur Insank usai mengajukan banding di PN Jakarta Selatan.
Menurut dia, kalau berbicara "benih-benih" artinya baru sebatas menduga-duga.
Baca juga: Tompi berharap Ratna Sarumpaet tak dihukum penjara
"Sementara di dalam pasal 14 ayat 1 itu harus terjadi keonaran, harus mutlak, ini lah yang kami minta kepastian hukumnya," ujar Insank.
Setelah banding ini, Insank berharap proses peradilan di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memeriksa secara objektif putusan pengadilan tingkat pertama PN Jaksel ini.
Dia tak khawatir putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nantinya akan memutuskan memperberat hukuman untuk Ratna.
Pengajuan banding ini, menurut Insank, bukan semata dari kepentingan hukum Ratna Sarumpaet, tapi keputusan ini nantinya akan jadi yurisprudensi.
"Kalau yang dimaksud dalam pasal 14 ayat 1 itu adalah keonaran, terus kita tarik lagi, kita kaitkan lagi dengan benih keonaran, maka dikhawatirkan ini sangat berbahaya sekali," kata dia.
Menurut Insank, orasi, demonstrasi, dan konferensi bisa jadi akan dimaknai sebagai bibit keonaran juga.
"Padahal, semuanyan itu sebagai bagian dari kebebasan berekspresi," tambah Insank.