DPRD Kudus ajukan hak interpelasi pengisian perangkat desa
Kudus (ANTARA) - Sebanyak 11 anggota DPRD Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mengajukan hak interpelasi terkait pengisian perangkat desa yang dinilai cacat hukum, menyusul perubahan Peraturan Daerah Nomor 4/2015 tentang Pengisian Perangkat Desa hingga sekarang belum disahkan di sidang paripurna.
Pengajuan hak interpelasi 11 anggota DPRD Kudus tersebut disampaikan oleh Anggota DPRD Kudus Rochim Sutopo kepada Ketua dewan Achmad Yusuf Roni saat sidang paripurna dengan agenda penjelasan Bupati Kudus terhadap Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kudus tahun anggaran 2018 di DPRD Kudus, Senin.
Anggota DPRD Kudus Rochim Sutopo ditemui usai sidang paripurna DPRD Kudus mengatakan alasan dirinya bersama teman-teman DPRD Kudus lain mengajukan hak interpelasi bukan karena perubahan Perda 4/2015 yang belum selesai.
Bahkan, kata dia, surat keputusan Bupati Kudus nomor 141.3/126/2019 tertanggal 25 Juni 2019 tentang pemberian izin, penetapan desa-desa yang menyelenggarakan dan jadwal pengisian lowongan jabatan perangkat desa secara serentak di Kudus 2019 tidak sesuai dengan Perbup nomor 36/2017 pasal 35 ayat (1) dan (2) serta Perbub Kudus nomor 36/2018 pasal 36 ayat (1).
Kerja sama Bupati Kudus dengan Universitas Jenderal Sudirman Purwokerto dalam pelaksanaan ujian penyaringan calon perangkat desa, kata dia, juga tidak sejalan dengan UU nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, PP nomor 12/2018 tentang Pedoman-Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD, serta PP nomor 28/2018 tentang Kerja Sama Daerah.
"Kami khawatir, jika hal itu tetap dilanjutkan bisa berdampak sosial di masyarakat dan berpotensi cacat hukum," ujarnya.
Menanggapi hak interpelasi tersebut, Ketua DPRD Kudus Achmad Yusuf Roni mengungkapkan keberatan tersebut
bisa disampaikan pada pandangan fraksi-fraksi.
Atas usulan hak interpelasi tersebut, kata dia, akan dikaji di tingkat pimpinan, termasuk mekanismenya seperti apa.
Baca juga: Pengisian perangkat desa di Kudus diduga sarat korupsi dan kolusi
Nantinya, kata dia, hak interpelasi tersebut juga akan dibawa ke rapat paripurna, kemudian penyampaian maksud dan meminta persetujuan semua anggota dewan.
"Informasinya, Pemkab Kudus juga sudah berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan hasilnya tidak ada permasalahan ketika tetap dijalankan," ujarnya.
Bupati Kudus Muhammad Tamzil didampingi wakilnya Hartopo menyerahkan kepada DPRD Kudus karena hak interpelasi merupakan hak anggota dewan.
Terkait pengisian perangkat desa, kata dia, dilakukan sebelum pemilihan kepala desa atau sesudah sama saja.
Alasan Pemkab Kudus menyetujui pengisian perangkat desa sebelum pilkades, disebabkan banyak keluhan dari desa bahwa dalam melayani masyarakat ada yang hanya mengandalkan empat perangkat desa.
Oleh karena itulah, kata dia, Pemkab Kudus memberikan persetujuan pengisian perangkat desa.
Sebanyak 11 anggota DPRD Kudus yang sepakat mengajukan hak interpelasi, berasal dari PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan dari Fraksi Persatuan Bintang Pembangunan (PBP).
Baca juga: Demi situasi kondusif, lagislator minta pengisian perangkat 60 desa ditunda
Pengajuan hak interpelasi 11 anggota DPRD Kudus tersebut disampaikan oleh Anggota DPRD Kudus Rochim Sutopo kepada Ketua dewan Achmad Yusuf Roni saat sidang paripurna dengan agenda penjelasan Bupati Kudus terhadap Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kudus tahun anggaran 2018 di DPRD Kudus, Senin.
Anggota DPRD Kudus Rochim Sutopo ditemui usai sidang paripurna DPRD Kudus mengatakan alasan dirinya bersama teman-teman DPRD Kudus lain mengajukan hak interpelasi bukan karena perubahan Perda 4/2015 yang belum selesai.
Bahkan, kata dia, surat keputusan Bupati Kudus nomor 141.3/126/2019 tertanggal 25 Juni 2019 tentang pemberian izin, penetapan desa-desa yang menyelenggarakan dan jadwal pengisian lowongan jabatan perangkat desa secara serentak di Kudus 2019 tidak sesuai dengan Perbup nomor 36/2017 pasal 35 ayat (1) dan (2) serta Perbub Kudus nomor 36/2018 pasal 36 ayat (1).
Kerja sama Bupati Kudus dengan Universitas Jenderal Sudirman Purwokerto dalam pelaksanaan ujian penyaringan calon perangkat desa, kata dia, juga tidak sejalan dengan UU nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, PP nomor 12/2018 tentang Pedoman-Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD, serta PP nomor 28/2018 tentang Kerja Sama Daerah.
"Kami khawatir, jika hal itu tetap dilanjutkan bisa berdampak sosial di masyarakat dan berpotensi cacat hukum," ujarnya.
Menanggapi hak interpelasi tersebut, Ketua DPRD Kudus Achmad Yusuf Roni mengungkapkan keberatan tersebut
bisa disampaikan pada pandangan fraksi-fraksi.
Atas usulan hak interpelasi tersebut, kata dia, akan dikaji di tingkat pimpinan, termasuk mekanismenya seperti apa.
Baca juga: Pengisian perangkat desa di Kudus diduga sarat korupsi dan kolusi
Nantinya, kata dia, hak interpelasi tersebut juga akan dibawa ke rapat paripurna, kemudian penyampaian maksud dan meminta persetujuan semua anggota dewan.
"Informasinya, Pemkab Kudus juga sudah berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan hasilnya tidak ada permasalahan ketika tetap dijalankan," ujarnya.
Bupati Kudus Muhammad Tamzil didampingi wakilnya Hartopo menyerahkan kepada DPRD Kudus karena hak interpelasi merupakan hak anggota dewan.
Terkait pengisian perangkat desa, kata dia, dilakukan sebelum pemilihan kepala desa atau sesudah sama saja.
Alasan Pemkab Kudus menyetujui pengisian perangkat desa sebelum pilkades, disebabkan banyak keluhan dari desa bahwa dalam melayani masyarakat ada yang hanya mengandalkan empat perangkat desa.
Oleh karena itulah, kata dia, Pemkab Kudus memberikan persetujuan pengisian perangkat desa.
Sebanyak 11 anggota DPRD Kudus yang sepakat mengajukan hak interpelasi, berasal dari PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan dari Fraksi Persatuan Bintang Pembangunan (PBP).
Baca juga: Demi situasi kondusif, lagislator minta pengisian perangkat 60 desa ditunda