Magelang, Antara Jateng - Sekolah Menengah Kejuruan Maarif Salam, Kabupaten Magelang, menggandeng enam pondok pesantren untuk mengantisipasi gerakan radikalisme melalui media sosial dan situs "online", kata Ketua Panitia Pesantren Kilat SMK Maarif Salam, Fauzan AZ.
Fauzan di Magelang, Rabu, menyebutkan keenam ponpes tersebut yakni Ponpes Darussalam Kricaan Mesir (Salam), Jami'atul Quro (Sucen, Salam), Salafiyah Al Falah (Glagah Ombo, Salam), Ponpes Roudhotul Falah (Srumbung), Assyafiyah (Plosogede, Ngluwar), dan Muchtar (Ngluwar).
"Kami juga menggandeng Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Salam, MWC NU Srumbung dan MWC NU Ngluwar untuk memberikan materi. Kami berupaya menangkal radikalisme agar tidak masuk sekolah," katanya.
Fauzan mengatakan upaya radikalisme melalui medsos seperti facebook, twitter dan situs-situs tertentu sangat marak. Mereka menyasar anak-anak muda yang masih labil dan dalam tahap pencarian ilmu dan identitas diri.
"Anak-anak muda sekarang gemar dengan medsos, jika tidak diimbangi dengan pengetahuan yang cukup mereka bisa terjebak dengan gerakan radikal. Kami ingin anak-anak kami menjadi generasi muda yang rahmatan lil alamin," katanya.
Ia menuturkan pesantren kilat SMK Maarif Salam 2016 mengambil tema "Membuka Cakrawala Santun Berpikir untuk Menjadi Anak Sholeh dan Sholihan yang Berguna Bagi Nusa dan Bangsa serta Agama."
Nenurut dia hal ini sesuai visi sekolah yakni menciptakan tenaga kerja yang unggul dan berakhlakul karimah untuk memenuhi kebutuhan pembangunan nasional sejalan tuntutan globalisasi.
Ia mengatakan dengan menggandeng ponpes siswa terlibat langsung aktivitas pesantren sehingga bisa belajar dari santri dan memetik pengalaman dan pelajaran berharga.
"Diharapkan hal ini bisa memotifasi dan membuka cakrawala berpikir siswa sehingga lulusan SMK Maarif Salam menjadi generasi muda yang taat beragama, bermoral, cerdas, bertanggungjawab serta tangguh menghadapi arus globalisasi," katanya.
Pengasuh Ponpes Assyafiyah Ngluwar, Imam Baidhowi mengatakan gerakan radikal muncul di Indonesia karena mereka memahami agama sepotong-potong.
Menurut dia banyak anak muda hanya belajar dari buku, maupun website dan medsos. Mereka tidak dibimbing seorang kiai maupun ulama sehingga memahami Islam secara tidak benar.
"Berdakwah dan menegakkan Islam itu tidak harus dengan kekerasan apalagi sampai perang. Islam bisa menyebar di nusantara karena disampaikan dengan halus tetapi mengena. Kafir juga harus dilindungi, jangan semua dimusuhi. Jangan lupa budaya Arab belum tentu budaya Islam," katanya.

