Semarang (ANTARA) - "Buku adalah jendela dunia" merupakan pepatah populer yang memiliki banyak kebenarannya dalam kehidupan, sebab dengan membaca buku maka bisa mengetahui banyak hal, memperluas pandangan, dan bisa saja mengubah hidup manusia.
Adalah Indra Gunawan, jebolan sarjana ilmu politik (S.IP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta yang merasakan betul manfaat dari rajin membaca buku.
Semasa duduk di bangku SMP, ia bisa menyelesaikan membaca satu buku yang dipinjamnya dari perpustakaan dalam satu hari, dan kegemarannya membaca buku terus bertahan.
"Dari kecil, saya memang hobi baca. Bahkan, sampai saya kuliah masih sering nyewa buku, komik, novel untuk saya baca di waktu luang," kata pria kelahiran Banyumas, 24 April 1984 itu.
Setelah lulus, ia mulai mencoba dan memberanikan diri untuk menulis, sembari menunggu wisuda yang akhirnya melahirkan sebuah karya novelnya yang diberi judul "Cinta Naik Tanggal".
Novel itu kemudian ditawarkannya ke penerbit, tapi ditolak sampai tiga kali oleh penerbit, sampai akhirnya tujuh tahun kemudian, tepatnya pada 2013, ada penerbit yang bersedia menerbitkannya.
Tak dinyana, novel perdananya yang bergenre komedi cinta remaja itu ludes terjual sampai kurang lebih 3.000 eksemplar yang membuatnya kemudian dikenal luas sebagai penulis.
Dalam novel setebal 349 halaman yang pertama kalinya diterbitkan oleh CV. Tebe Agisna Mandiri (TAM Publishing) itu, ia menggunakan nama pena Indra Defandra, nama yang kini lebih banyak dikenal ketimbang nama aslinya.
Bukan hanya novel, ayah tiga anak itu pun piawai mengolah rentetan kata dan kalimat menjadi cerpen dan puisi yang telah terbit di beberapa buku, serta banyak dimuat surat kabar.
Puisi karyanya yang berjudul "Renjanaku" yang juga bergenre percintaan malah sampai dijadikan lagu yang dirilis pada 2020, menyusul single pertamanya yang dirilis pada 2013.
Bikin penerbitan
Kecintaannya terhadap buku ternyata begitu besar yang membuatnya ingin membuat perusahaan penerbitan, apalagi jika ingat novel karyanya dulu pernah beberapa kali ditolak oleh penerbit.
Pada 11 November 2014, ia mendirikan perusahaan penerbitan bernama CV. Satria Indra Prasta (SIP) Publishing yang berpusat di kota kelahirannya, Purwokerto, Jawa Tengah.
Berkat keuletan dan ketekunannya, perusahaan penerbitan yang didirikannya terus berkembang besar dan saat ini telah menerbitkan tidak kurang dari 3.500 judul buku, mulai novel, antologi puisi, cerita anak, dan berbagai karya lainnya.
"Saya akhirnya bikin penerbitan SIP Publishing. SIP itu kan gelar sarjana saya," katanya, seraya menjelaskan bahwa nama perusahaan itu juga terinspirasi dari gelar sarjananya, di samping akronim.
Pada 2015, Indra yang telah menyelesaikan program magister di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) itu mulai memberanikan diri merekrut satu karyawan, dan di tahun yang sama menikah dengan Tri Zuliaturrochmah yang kemudian menjadi CEO dari SIP Publishing.
Usaha penerbitan saat itu dikelola istrinya, sedangkan dirinya masih fokus bekerja di salah satu program pemerintah, yakni sebagai Tenaga Ahli Pemberdayaan di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pada 2016.
Sejalan dengan waktu, perusahaan penerbitan SIP Publishing ternyata tumbuh positif, dan pada 2020 berhasil mempunyai kantor di pusat kota Purwokerto dengan karyawan empat orang.
Saat ini, SIP Publishing bahkan sudah mempunyai perwakilan di lima provinsi, yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan DKI Jakarta, serta menjalin kerja sama dengan lebih dari 100 sekolah, perguruan tinggi, instansi pemerintah, swasta dan komunitas.
Perusahaan penerbitan yang semakin berkembang pesat dengan omzet yang mencapai ratusan juta rupiah per bulan dan memiliki puluhan karyawan membuatnya berani memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai tenaga ahli di Kemendes PDTT pada 2022.
Pada Februari 2024, SIP Publishing mendapatkan penghargaan dari Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah (Arpusda) Jateng sebagai tiga besar terbaik dari 993 penerbit yang ada di Jateng.
Keliling dunia
Meski sudah menjadi pengusaha, Indra ternyata tak melupakan "kodratnya" sebagai penulis, bahkan malah senang membagikan ilmunya dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakannya.
Antara lain, membuat "Ruang LiteraSIP", yakni media sastra online yang beroperasi mulai 2022, pelatihan dan lomba menulis, lomba membaca, festival dongeng, safari literasi, hingga peluncuran buku.
Untuk kelas menulis, ia sudah berkali-kali dan masih mengadakan, yang ternyata sangat diminati oleh generasi muda dari berbagai daerah, termasuk negara lain.
Dalam sekali kelas menulis yang dilakukannya secara "online" setidaknya ada 800-an peserta yang ikut per kelasnya, padahal dalam sehari bisa mengajar sampai lima kelas.
Artinya, literasi anak muda sudah mulai bergairah dan tinggi yang dibuktikan dengan membeludaknya peserta setiap kegiatan kelas menulis yang digelar SIP Publishing.
"Ada yang bilang literasi masyarakat rendah, tapi saya yakin kok masih tinggi. Buktinya, saya bikin kelas menulis itu setiap bulannya ada kalau 5.000 peserta. Pesertanya juga tidak hanya dari Indonesia," katanya.
Beberapa kali, Indra juga berangkat ke luar negeri untuk menggelar berbagai kegiatan, seperti peluncuran buku di Kedutaan Besar RI Indonesia di Singapura pada Januari 2024, kemudian di tahun yang sama bulan Juli bertolak ke Thailand.
Pada Februari 2025, ia sempat pergi ke Hongkong, dan rencananya pada Juli mendatang akan melanjutkan kegiatannya yang masih terkait dengan literasi itu di Turki.
Dari sosok Indra, bisa dipetik pelajaran bahwa buku benar-benar merupakan jendela dunia, apalagi berkaitan dengan momentum Hari Buku Nasional yang diperingati setiap 17 Mei yang harus diresapi, terutama oleh generasi muda. Jangan sampai generasi muda sebagai penerus bangsa kehilangan budaya membaca dan justru lebih asyik bermain gadget, sebab masa depan Indonesia akan sangat bergantung kepada mereka.