KABUPATEN KUDUS (ANTARA) - Era modern yang ditandai dengan kecanggihan teknologi informasi (Information Technology/IT) memudahkan seseorang menemukan relasi baru. Salah satunya melalui media sosial (Medsos) yang saat ini menjamur dan berbagai platform pilihan untuk mendapatkan relasi yang diinginkan.
Media sosial bisa menjadi cara yang mudah dan menyenangkan untuk mendapatkan teman dan orang tersayang, baik itu yang berlokasi dekat maupun jauh.
Berdasarkan pendapat Nielsen Wire, 2010; Smith & Anderson Wire, 2018, menyebutkan bahwa hampir semua orang menggunakan media ini untuk terhubung dengan teman, keluarga, rekan kerja, dan komunitas, sebagian besar kehidupan sosial kaum muda kini dilakukan di media sosial dan forum daring.
Bahkan, data terbaru menunjukkan rata-rata pengguna global menghabiskan 3 jam 31 menit sehari di platform sosial (Data Reportal, 2023).
Meskipun ada kemudahan mendapatkan relasi, ternyata loneliness atau kesepian justru muncul sebagai silent pandemic yang menggerogoti kesehatan mental generasi muda. Media sosial yang semula diharapkan menjadi jembatan penghubung, ternyata menyimpan paradoks, semakin banyak orang terhubung secara virtual, semakin dalam mereka merasakan keterasingan emosional (Turkle, 2015).
Bahkan, berdasarkan hasil Survei Into The Light, 2023, disebutkan bahwa 67 persen generasi Z di Indonesia mengaku merasa kesepian meski memiliki ratusan followers di Instagram.
Rasa kesepian di tengah relasi yang banyak lewat medsos juga pernah ditulis oleh Time Magazine pada tahun 2015 dengan menerbitkan artikel "Why Loneliness May Be the Next Big Public-Helath Issu" yang menyatakan bahwa kesepian adalah pandemi potensial setara dengan obesitas dan penyalahgunaan zat.
Artikel tersebut juga diperkuat hasil penelitian Hunt tahun 2018 "No More FOMO: Limiting Social Media Decreases Loneliness and Depression" membahas dampak penggunaan media sosial terhadap kesehatan mental, khususnya perasaan kesepian dan depresi. Hasilnya menunjukkan bahwa keterlibatan yang berlebihan dalam media sosial dapat meningkatkan perasaan FOMO (Fear of Missing Out), yang berkontribusi pada tingkat kesepian dan depresi yang tinggi.
Penelitian serupa juga dilakukan terhadap platform media sosial Facebook oleh (Shakya & Christakis, 2017) "The Facebook Paradox: Social Media Use and Loneliness" membahas fenomena yang dikenal dengan "paradoks Facebook" di mana penggunaan media sosial, khususnya facebook, dapat berhubungan dengan perasaan kesepian yang lebih tinggi.
Penulis menyarankan agar pengguna lebih sadar akan cara mereka berinteraksi di platfrom media sosial dan mempertimbangkan untuk mengutamakan interaksi langsung untuk mengurangi perasaan kesepian. Penulis mengemukakan bahwa interaksi online mungkin tidak dapat menggantikan interaksi tatap muka yang lebih mendalam dan bermakna, yang penting untuk membangun hubungan sosial yang kuat.
Berdasarkan analisis mendalam dan rangkuman penelitian terkait sosial media dan loneliness, mengungkap temuan kualitatif terkait hubungan media sosial dan kesepian. Paradoks konektivitas semu, menggambarkan media sosial sebagai pesta yang sunyi, ramai oleh interaksi digital, tetapi kosong secara emosional.
Interaksi online yang konstan tidak menjamin kehadiran sosial yang bermakna. Tekanan untuk menampilkan kehidupan sempurna di media sosial menjadi sumber distress tersembunyi, perbandingan sosial yang tidak sehat menciptakan siklus kesepian yang sulit terputus. Krisis makna dalam interaksi manusia di era digitalisasi.
Kesepian digital bukanlah kegagalan individu, solusinya adalah memerlukan pendekatan human-centered yang mengembalikan makna sejati dari "keterhubungan".
Penelitian ini menegaskan bahwa kesepian digital bukan sekedar masalah individu melainkan gejala dari transformasi sosial yang lebih luas dalam cara kita berelasi di era teknologi. Solusi yang efektif harus mengatasi akar masalah ini dengan mempertimbangkan aspek psikologis, sosial dan teknis secara bersamaan.
*) Dhiya' Almirra Azzahra, mahasiswa Program Magister Sains Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.