Semarang (ANTARA) - Pemerintah Kota Semarang melakukan monitor mulai usia remaja yang mengalami anemia sebagai langkah pencegahan stunting sejak dini sebelum kelahiran bayi.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Jawa Tengah Abdul Hakam, di Semarang, Selasa, mengatakan bahwa pihaknya mulai memonitor remaja yang memiliki kasus anemia.
"Untuk intervensi stunting, kami dari Pemkot Semarang memulainya dari remaja anemia, calon pengantin yang kami edukasi selama tiga bulan, dan melakukan pendampingan saat ibu hamil hingga makanan pendamping ASI (MPASI)," katanya.
Ia menyebutkan saat ini angka stunting per Juli 2024 tercatat ada 977 kasus atau tinggal 1,16 persen dari penduduk Kota Semarang sehingga akan terus diintervensi hingga tuntas.
"Ini yang menjadi atensi kami. Apalagi, ditarget untuk 'zero stunting' maka ini harus benar-benar menjadi sesuatu yang dihitungkan. Jangan sampai kami melakukan intervensi ada kasus baru," katanya.
Karena itu, kata dia, para remaja yang anemia tersebut akan mendapatkan penanganan agar nantinya ketika menikah sudah dalam keadaan yang siap.
Menurut dia, menekan angka stunting tidak bisa dilakukan hanya satu dinas saja, melainkan perlu sinergi berbagai pihak.
"Perlu adanya sinergitas berbagai dinas agar program menekan angka stunting dari Pemkot Semarang ini bisa berjalan baik," katanya.
Sebab, kata Hakam, pangkal permasalahan stunting bukan hanya dari calon orang tua saja, melainkan lingkungan juga.
Ia menyebutkan kondisi rumah tak layak huni, sanitasi yang buruk, dan air yang tidak bersih justru menjadi penyebab utama terjadinya stunting.
"Tidak mungkin kami dari Dinas Kesehatan menangani semacam masalah rumah tak layak dan air bersih. Makanya program ini perlu dilakukan lintas sektor," katanya.
Karena itu, beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) terkait yang membidangi perumahan dan air bersih, kata dia, juga harus terlibat dan bersinergi dalam penanganan stunting.