Membangun ekosistem biomassa menuju energi yang ramah lingkungan
Diakui ada pihak yang mengkhawatirkan program cofiring merupakan deforestasi atau penebangan hutan untuk mendapatkan kayu sebagai pengganti batubara.
Padahal, dalam program tersebut dilakukan penanaman tanaman energi pada lahan kering, bukan melalui pembukaan hutan. Tanaman gamal dan kaliandra dipilih karena sifatnya cepat tumbuh dan berkelanjutan, sehingga kebutuhan biomassa dapat terpenuhi, emisi bisa diturunkan, dan masyarakatnya punya penghasilan.
Kendati saat ini baru berupa demplot seluas 6 hektare, Direktorat Biomassa PLN EPI menargetkan luasan lahan tanaman energi di Cilacap mencapai 100 hektare. Jika luasan lahan tersebut ditanami tanaman energi secara penuh atau monokultur (pertanaman tunggal), potensi panennya bisa mencapai 40 ton per hektare, dengan asumsi satu tanaman gamal seberat 6 kilogram sekali panen.
Direktur Utama PT Artha Daya Coalindo, Judi Winarko, mengemukakan bahwa dalam penyerapan tanaman gamal dan kaliandra tersebut, pihaknya menerapkan mekanisme business to business (B2B) antara perusahaan dan BUMDes.
BUMDes akan mengolah tanaman energi tersebut menjadi serbuk kayu. Dari 1 ton kayu tanaman energi, bisa menghasilkan 0,5 ton serbuk kayu untuk dijual ke PT Artha Daya Coalindo dengan harga sesuai perolehan batu bara setempat, yakni harga batu bara yang diperoleh PLTU Adipala.
PT Artha Daya Coalindo hingga saat ini belum menyerap biomassa kayu dari tanaman energi tersebut, tetapi telah menyerap produk lain seperti limbah serbuk gergaji dan sekam padi sejak tahun 2021 untuk cofiring PLTU.
Oleh karena kebutuhan untuk cofiring mengalami peningkatan, pasokan limbah-limbah tersebut tidak lagi mencukupi, sehingga PLN melangkah ke penanaman tanaman energi.
Terkait dengan kebutuhan biomassa di PLTU Adipala, Manajer Pengembangan Bisnis, Teknologi, dan Pemasaran Biomassa PT PLN Energi Primer Indonesia, Odi Sefriadi, menambahkan bahwa hingga saat ini baru mencapai 3 persen, selebihnya berupa batubara dan persentasenya ke depan akan ditingkatkan.
"Mungkin lebih dari 5.000 ton per bulan untuk pasokan biomassanya. Itu yang coba kita penuhi, dan karena target tahun per tahunnya semakin meningkat, maka kita harus menggalakkan penanaman," ucapnya.
Dengan demikian, kekurangan biomassa yang selama ini dipenuhi oleh limbah, akan ditutup oleh biomassa kayu yang diperoleh melalui penanaman tanaman energi, sehingga kebutuhan biomassa pada masa mendatang sudah bisa dipasok sendiri melalui penanaman yang dilakukan oleh masyarakat.
Kepala Desa Kalijeruk Yanto menyampaikan terima kasih karena desanya menjadi salah satu lokasi percontohan melalui demplot tanaman gamal yang diharapkan bisa berkembang, sehingga daerah itu tidak hanya menghasilkan jagung dan kopi.
Bahkan, selain kayu yang dijadikan serbuk untuk memenuhi kebutuhan PLTU Adipala, daun gamal juga dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak.
Saat ini, di Desa Kalijeruk terdapat sekitar 40 petani yang terlibat dalam penanaman gamal di demplot maupun secara mandiri. Dengan demikian, kegiatan tersebut diharapkan dapat menambah penghasilan petani setempat.
Program cofiring
Padahal, dalam program tersebut dilakukan penanaman tanaman energi pada lahan kering, bukan melalui pembukaan hutan. Tanaman gamal dan kaliandra dipilih karena sifatnya cepat tumbuh dan berkelanjutan, sehingga kebutuhan biomassa dapat terpenuhi, emisi bisa diturunkan, dan masyarakatnya punya penghasilan.
Kendati saat ini baru berupa demplot seluas 6 hektare, Direktorat Biomassa PLN EPI menargetkan luasan lahan tanaman energi di Cilacap mencapai 100 hektare. Jika luasan lahan tersebut ditanami tanaman energi secara penuh atau monokultur (pertanaman tunggal), potensi panennya bisa mencapai 40 ton per hektare, dengan asumsi satu tanaman gamal seberat 6 kilogram sekali panen.
Direktur Utama PT Artha Daya Coalindo, Judi Winarko, mengemukakan bahwa dalam penyerapan tanaman gamal dan kaliandra tersebut, pihaknya menerapkan mekanisme business to business (B2B) antara perusahaan dan BUMDes.
BUMDes akan mengolah tanaman energi tersebut menjadi serbuk kayu. Dari 1 ton kayu tanaman energi, bisa menghasilkan 0,5 ton serbuk kayu untuk dijual ke PT Artha Daya Coalindo dengan harga sesuai perolehan batu bara setempat, yakni harga batu bara yang diperoleh PLTU Adipala.
PT Artha Daya Coalindo hingga saat ini belum menyerap biomassa kayu dari tanaman energi tersebut, tetapi telah menyerap produk lain seperti limbah serbuk gergaji dan sekam padi sejak tahun 2021 untuk cofiring PLTU.
Oleh karena kebutuhan untuk cofiring mengalami peningkatan, pasokan limbah-limbah tersebut tidak lagi mencukupi, sehingga PLN melangkah ke penanaman tanaman energi.
Terkait dengan kebutuhan biomassa di PLTU Adipala, Manajer Pengembangan Bisnis, Teknologi, dan Pemasaran Biomassa PT PLN Energi Primer Indonesia, Odi Sefriadi, menambahkan bahwa hingga saat ini baru mencapai 3 persen, selebihnya berupa batubara dan persentasenya ke depan akan ditingkatkan.
"Mungkin lebih dari 5.000 ton per bulan untuk pasokan biomassanya. Itu yang coba kita penuhi, dan karena target tahun per tahunnya semakin meningkat, maka kita harus menggalakkan penanaman," ucapnya.
Dengan demikian, kekurangan biomassa yang selama ini dipenuhi oleh limbah, akan ditutup oleh biomassa kayu yang diperoleh melalui penanaman tanaman energi, sehingga kebutuhan biomassa pada masa mendatang sudah bisa dipasok sendiri melalui penanaman yang dilakukan oleh masyarakat.
Kepala Desa Kalijeruk Yanto menyampaikan terima kasih karena desanya menjadi salah satu lokasi percontohan melalui demplot tanaman gamal yang diharapkan bisa berkembang, sehingga daerah itu tidak hanya menghasilkan jagung dan kopi.
Bahkan, selain kayu yang dijadikan serbuk untuk memenuhi kebutuhan PLTU Adipala, daun gamal juga dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak.
Saat ini, di Desa Kalijeruk terdapat sekitar 40 petani yang terlibat dalam penanaman gamal di demplot maupun secara mandiri. Dengan demikian, kegiatan tersebut diharapkan dapat menambah penghasilan petani setempat.
Program cofiring