Purwokerto (ANTARA) - Dalam era perubahan yang semakin pesat, sistem pendidikan di Indonesia telah mengalami transformasi besar-besaran, dengan fokus pada inovasi dan adaptasi. Salah satu tonggak penting dalam perkembangan ini adalah program Merdeka Belajar, yang menandai komitmen untuk memberikan pendidikan yang relevan dan bermakna bagi anak-anak Indonesia.
Baru-baru ini, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, secara resmi meluncurkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).
Peraturan ini, sebagai bagian dari program Merdeka Belajar Episode 25, memiliki tujuan yang jelas: melindungi siswa, pendidik, dan staf pendidikan dari kekerasan selama kegiatan pendidikan.
Mengapa program ini begitu penting? Angka-angka dari hasil survei dan penelitian terbaru memberikan kita pandangan yang mendorong perubahan. Survei Asesmen Nasional tahun 2022 mengungkapkan bahwa sekitar 34,51 persen siswa berpotensi mengalami kekerasan seksual, diikuti oleh 26,9 persen yang berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen menghadapi potensi perundungan.
Data lebih lanjut dari Survei Nasional tentang Pengalaman Anak dan Remaja menunjukkan bahwa 20 persen anak laki-laki dan 25,4 persen anak perempuan berusia 13 hingga 17 tahun mengakui pernah mengalami setidaknya satu bentuk kekerasan dalam 12 bulan terakhir. Bahkan, data pengaduan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa kategori tertinggi korban anak berkaitan dengan kejahatan seksual, termasuk kekerasan fisik dan/atau psikologis, serta kasus pornografi dan kejahatan siber, dengan total 2.133 kasus.
Dalam upaya mencapai tujuan program ini, sejumlah pemangku kepentingan termasuk praktisi mengajar berperan penting dalam menerapkan Permendikbudristek PPKSP. Program ini menghilangkan keraguan dengan memberikan definisi yang jelas untuk berbagai bentuk kekerasan, seperti kekerasan fisik, psikologis, kekerasan seksual, perundungan, diskriminasi, dan intoleransi. Hal ini mendukung upaya pencegahan dan penanganan kekerasan serta memastikan tidak ada kebijakan di dalam lembaga pendidikan yang berpotensi memicu kekerasan.
Namun, program ini akan berhasil jika melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk para praktisi mengajar yang berinteraksi langsung dengan siswa. Para pendidik memiliki peran sentral dalam mendeteksi dan melaporkan tanda-tanda kekerasan, serta memberikan dukungan bagi korban.
Dalam pelaksanaannya, Permendikbudristek PPKSP juga mengamanatkan pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di setiap satuan pendidikan, dengan pengawasan dari pemerintah daerah dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Sebagai praktisi mengajar, kita harus memahami bahwa lingkungan belajar yang aman dan nyaman adalah hak setiap siswa. Untuk mencapai Merdeka Belajar yang sesungguhnya, kita perlu menjaga keamanan siswa, memberikan pemahaman yang mendalam tentang kekerasan, dan memberikan dukungan kepada korban. Kita adalah garda terdepan dalam menjalankan visi dan tujuan program ini.
Namun, upaya ini juga memerlukan sumber daya dan pelatihan yang memadai. Praktisi mengajar perlu mendapatkan pelatihan dalam pengenalan tanda-tanda kekerasan, serta cara mengelola kasus-kasus kekerasan dengan sensitivitas dan empati.
Kesiapan ini harus diimbangi dengan dukungan penuh dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk dukungan psikologis bagi para pendidik yang terlibat dalam penanganan kasus-kasus kekerasan.
Melalui program Merdeka Belajar Episode 25, kita memiliki kesempatan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan inklusif, di mana setiap siswa dapat merasa didengar dan dilindungi. Hal ini adalah bagian dari transformasi pendidikan kita menuju yang lebih baik. Dengan kolaborasi, kesadaran, dan upaya bersama, kita dapat menjadikan program ini sebagai landasan kuat bagi generasi mendatang untuk meraih masa depan yang lebih baik dan merdeka.
Saran dan masukan ini merupakan titik awal untuk memastikan program ini berhasil. Praktisi mengajar harus terus terlibat dalam pengembangan, implementasi, dan evaluasi program ini, sambil senantiasa memprioritaskan kepentingan siswa. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa pendidikan di Indonesia tidak hanya berubah menjadi lebih merdeka, tetapi juga lebih aman bagi semua.
*) Dr. Yudha Febrianta, M.Or., AIFO -- Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP)
Baca juga: Merdeka Belajar Berkelanjutan dan konsep Kampus Merdeka Vokasi
Baca juga: Mahasiswa UMP raih juara I di Graha Padma Kejurprov Jateng
Baca juga: UMP terus tingkatkan standar internasional dalam pendidikan tinggi