Kabupaten Banyumas hasilkan 600 ton sampah perhari
Purwokerto, Jateng (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat berkomitmen untuk menyelesaikan persoalan sampah di wilayah itu hingga tuntas.
"Ini karena produksi sampah di Kabupaten Banyumas per harinya mencapai kisaran 600 ton, sekitar 300 ton di antaranya berasal dari wilayah kota Purwokerto," kata Kepala DLH Kabupaten Banyumas Junaidi di Purwokerto, Banyumas, Selasa.
Terkait dengan hal itu, kata dia, Pemkab Banyumas pada tahun 2023 akan menambah fasilitas pengelolaan sampah berupa pusat daur ulang (PDU) di 10 lokasi, tujuh PDU di antaranya dibangun menggunakan dana alokasi khusus (DAK) dan tiga PDU lainnya dari APBN.
Menurut dia, hingga saat ini di Banyumas telah ada sebanyak 29 PDU, 15 unit di antaranya berada di wilayah Purwokerto.
"Kami berharap dengan adanya penambahan PDU tersebut, persoalan sampah di Banyumas akan semakin berkurang, hingga akhirnya dapat terselesaikan secara bertahap," tegasnya.
Ia mengatakan pengelolaan sampah di Banyumas yang didasari oleh inovasi dari Bupati Banyumas Achmad Husein berupa "Sumpah Beruang" (Sulap Sampah Berubah Uang) kini mulai menunjukkan hasil.
Dalam hal ini, kata dia, dari seluruh tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) dan PDU di Kabupaten Banyumas saat sekarang telah mampu memroduksi maggot sebanyak 3,5 ton per hari dengan harga jual sebesar Rp5.000 per kilogram.
"Kita sekarang juga jualan RDF (Refuse Derived Fuel atau bahan bakar alternatif dari limbah sebagai pengganti batubara, red.) rata-rata 24 ton per hari dengan harga Rp375 ribu per ton," katanya.
Menurut dia, RDF tersebut dijual ke pabrik semen milik PT Solusi Bangun Indonesia Tbk di Cilacap (Semen Indonesia Group) sebagai bahan bakar alternatif.
Sementara uang hasil penjualan RDF maupun maggot tersebut digunakan untuk kebutuhan kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang mengelola sampah di TPST maupun PDU.
"Kami masih punya timbunan bubur sampah yang bisa dijadikan RDF manakala kering. Tahun ini, Pemkab Banyumas akan membeli mesin pengering bubur sampah," katanya.
Ia mengatakan saat ini di Banyumas telah ada sembilan mesin pirolisis untuk mengolah sampah menjadi RDF, empat unit di antaranya di PDU dan lima lainnya di Tempat Pembuangan Akhir Berbasis Lingkungan dan Edukasi (TPA BLE).
Menurut dia, keberadaan TPA BLE menjadi "sapu jagad" dalam pengelolaan sampah di Banyumas karena tempat tersebut menangani limbah sampah hasil pemilahan yang dilakukan di PDU maupun TPST yang hingga saat ini mencapai 60 ton per hari.
Dengan adanya mesin pirolisis yang secara keseluruhan berkapasitas 15 kubik per jam dan pengoperasiannya dibagi menjadi tiga sif, kata dia, proses pembuatan RDF cukup membutuhkan waktu satu hari karena sampah yang diolah telah dipilah atau dipisahkan antara organik dan anorganik oleh mesin pemilah.
"Kalau di Cilacap, pembuatan RDF sampai 28 hari karena sampah organik maupun anorganik langsung dicacah tanpa dipilah," katanya.
Junaidi mengakui keberhasilan Pemkab Banyumas dalam mengelola sampah telah mendapat perhatian dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lainnya.
Bahkan hingga saat ini, kata dia, sudah ada sekitar 80 kabupaten/kota yang melakukan studi banding pengelolaan sampah di Banyumas karena banyak daerah yang sebenarnya telah membangun hanggar pengolahan sampah namun akhirnya mangkrak karena tidak ada yang mengelola.
Menurut dia, pemerintah kabupaten/kota yang melakukan studi banding itu ingin mereplikasikan pengelolaan sampah tersebut di daerah masing-masing.
"Mungkin yang jadi masalah jika di daerah lain tidak ada pabrik semen yang bisa menyerap RDF. Kami ada solusi untuk memecahkan masalah itu, yakni dengan membuat paving," katanya.
Ia mengatakan pembuatan paving dari limbah itu sudah dilakukan oleh Pemkab Banyumas dan telah dimanfaatkan untuk halaman di sekitar Menara Teratai Purwokerto.
Selain itu, kata dia, Bupati Banyumas juga telah memunculkan inovasi untuk membuat genting dan batu bata dari limbah.
"Batu batanya dibuat seperti dalam permainan lego," demikian Junaidi.
"Ini karena produksi sampah di Kabupaten Banyumas per harinya mencapai kisaran 600 ton, sekitar 300 ton di antaranya berasal dari wilayah kota Purwokerto," kata Kepala DLH Kabupaten Banyumas Junaidi di Purwokerto, Banyumas, Selasa.
Terkait dengan hal itu, kata dia, Pemkab Banyumas pada tahun 2023 akan menambah fasilitas pengelolaan sampah berupa pusat daur ulang (PDU) di 10 lokasi, tujuh PDU di antaranya dibangun menggunakan dana alokasi khusus (DAK) dan tiga PDU lainnya dari APBN.
Menurut dia, hingga saat ini di Banyumas telah ada sebanyak 29 PDU, 15 unit di antaranya berada di wilayah Purwokerto.
"Kami berharap dengan adanya penambahan PDU tersebut, persoalan sampah di Banyumas akan semakin berkurang, hingga akhirnya dapat terselesaikan secara bertahap," tegasnya.
Ia mengatakan pengelolaan sampah di Banyumas yang didasari oleh inovasi dari Bupati Banyumas Achmad Husein berupa "Sumpah Beruang" (Sulap Sampah Berubah Uang) kini mulai menunjukkan hasil.
Dalam hal ini, kata dia, dari seluruh tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) dan PDU di Kabupaten Banyumas saat sekarang telah mampu memroduksi maggot sebanyak 3,5 ton per hari dengan harga jual sebesar Rp5.000 per kilogram.
"Kita sekarang juga jualan RDF (Refuse Derived Fuel atau bahan bakar alternatif dari limbah sebagai pengganti batubara, red.) rata-rata 24 ton per hari dengan harga Rp375 ribu per ton," katanya.
Menurut dia, RDF tersebut dijual ke pabrik semen milik PT Solusi Bangun Indonesia Tbk di Cilacap (Semen Indonesia Group) sebagai bahan bakar alternatif.
Sementara uang hasil penjualan RDF maupun maggot tersebut digunakan untuk kebutuhan kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang mengelola sampah di TPST maupun PDU.
"Kami masih punya timbunan bubur sampah yang bisa dijadikan RDF manakala kering. Tahun ini, Pemkab Banyumas akan membeli mesin pengering bubur sampah," katanya.
Ia mengatakan saat ini di Banyumas telah ada sembilan mesin pirolisis untuk mengolah sampah menjadi RDF, empat unit di antaranya di PDU dan lima lainnya di Tempat Pembuangan Akhir Berbasis Lingkungan dan Edukasi (TPA BLE).
Menurut dia, keberadaan TPA BLE menjadi "sapu jagad" dalam pengelolaan sampah di Banyumas karena tempat tersebut menangani limbah sampah hasil pemilahan yang dilakukan di PDU maupun TPST yang hingga saat ini mencapai 60 ton per hari.
Dengan adanya mesin pirolisis yang secara keseluruhan berkapasitas 15 kubik per jam dan pengoperasiannya dibagi menjadi tiga sif, kata dia, proses pembuatan RDF cukup membutuhkan waktu satu hari karena sampah yang diolah telah dipilah atau dipisahkan antara organik dan anorganik oleh mesin pemilah.
"Kalau di Cilacap, pembuatan RDF sampai 28 hari karena sampah organik maupun anorganik langsung dicacah tanpa dipilah," katanya.
Junaidi mengakui keberhasilan Pemkab Banyumas dalam mengelola sampah telah mendapat perhatian dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lainnya.
Bahkan hingga saat ini, kata dia, sudah ada sekitar 80 kabupaten/kota yang melakukan studi banding pengelolaan sampah di Banyumas karena banyak daerah yang sebenarnya telah membangun hanggar pengolahan sampah namun akhirnya mangkrak karena tidak ada yang mengelola.
Menurut dia, pemerintah kabupaten/kota yang melakukan studi banding itu ingin mereplikasikan pengelolaan sampah tersebut di daerah masing-masing.
"Mungkin yang jadi masalah jika di daerah lain tidak ada pabrik semen yang bisa menyerap RDF. Kami ada solusi untuk memecahkan masalah itu, yakni dengan membuat paving," katanya.
Ia mengatakan pembuatan paving dari limbah itu sudah dilakukan oleh Pemkab Banyumas dan telah dimanfaatkan untuk halaman di sekitar Menara Teratai Purwokerto.
Selain itu, kata dia, Bupati Banyumas juga telah memunculkan inovasi untuk membuat genting dan batu bata dari limbah.
"Batu batanya dibuat seperti dalam permainan lego," demikian Junaidi.