Bandung (Antaranews Jateng) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong Bank Perkreditan Rakyat (BPR) memenuhi modal inti minimum sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum.
"Untuk di wilayah Jawa Tengah dan DIY, ada sekitar 60 BPR dari 304 BPR yang belum memenuhi aturan ini," kata Deputi Direktur Manajemen Strategis dan Kemitraan Pemerintah Daerah Kantor OJK Regional 3 Jateng dan DIY, Dedy Patria pada acara Pelatihan Wartawan di Bandung, Jumat.
Ia mengatakan pada aturan tersebut tertulis hingga batas waktu akhir tahun?2019, setiap BPR wajib memenuhi modal inti sebesar Rp3 miliar. Selanjutnya, hingga akhir tahun 2024 setiap BPR wajib memenuhi modal inti minimal Rp6 miliar.
"Sesuai dengan ketentuan, kami berikan BPR batas waktu. Ada upaya yang kami lakukan terhadap mereka, dalam hal ini kami mendorong BPR untuk melakukan `action plan`," katanya.
Ia mengatakan pada pendampingannya OJK berupaya memenuhi beberapa syarat, salah satunya pemenuhan modal BPR dengan memanfaatkan investor yang sudah ada maupun investor baru.
"Terakhir, jika tidak memungkinkan BPR untuk menambah modal inti, kami mendorong agar mereka melakukan merger," katanya.
Ia mengatakan dari sekitar 60 BPR yang belum memenuhi modal minimum tersebut, diprediksi hanya ada lima BPR yang betul-betul kesulitan memenuhinya.
Sementara itu, bagi BPR yang tidak dapat memenuhi aturan tersebut, akan ada beberapa konsekuensi yaitu mengalami penurunan tingkat kesehatan.
"Kondisi ini berdampak pada beberapa sanksi, di antaranya larangan membuka jaringan kantor dan larangan melakukan aktivitas penukaran mata uang asing," katanya.
Terkait hal itu, ia berharap BPR dapat memenuhi syarat yang berlaku karena jika harus berhadapan dengan sanksi maka akan mematikan banknya.
"Meski demikian, akan kami lihat apa solusi untuk bank-bank yang tidak memenuhi ini. Harus ada solusi yang sifatnya memperkuat kondisi lembaga keuangan tersebut," katanya.