Semarang (ANTARA) - Pemerintah Kota Semarang terus berupaya mengembangkan potensi wisata berbasis lingkungan, salah satunya menyiapkan wilayah Tambakrejo Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang sebagai lokasi ekowisata mangrove.
"Saya melihat potensi penanaman mangrove di sini bisa dikembangkan lagi menjadi destinasi ekowisata mangrove," kata Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti, di Semarang, Senin.
Menurut dia, pengembangan objek wisata ini dilandasi oleh dua pertimbangan, yakni potensi peningkatan ekonomi masyarakat pesisir dan sebagai langkah proaktif dalam melestarikan ekosistem pesisir pantai, terutama dari ancaman abrasi pantai yang semakin nyata.
"Ekowisata mangrove ini bisa menjadi daya tarik baru sehingga tidak hanya menjaga lingkungan yang berkelanjutan, melainkan pengunjung bisa menikmati spot-spot menarik dan mengungkit perekonomian masyarakat," katanya.
Pengembangan objek ekowisata mangrove di Tambakrejo menjadi contoh pemanfaatan potensi alam yang dapat berjalan selaras dengan upaya pelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Diharapkan, kata dia, pengembangan ekowisata mangrove tersebut dapat mendatangkan dampak positif berupa kemajuan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan pesisir khususnya di Kota Semarang.
Keseriusannya dalam mewujudkan pengembangan ekowisata mangrove di Tambakrejo ini dibuktikan dengan meminta berbagai instansi seperti kelurahan, kecamatan, hingga perangkat daerah terkait untuk segera menyusun "masterplan" lokasi wisata tersebut.
Namun, ia mengingatkan agar tetap memperhatikan analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan agar peruntukan ruang yang dihasilkan dapat efisien dan optimal.
"Setelah semua siap dan lengkap, pada tahun 2026 Pemerintah Kota Semarang akan mendukung dalam bentuk penganggaran kali pertama, selebihnya wisata mangrove akan dikelola oleh masyarakat," katanya.
Disinggung soal konsep pengembangan wisata yang sedang direncanakan, ia menyampaikan akan mengedepankan konsep rembugan, yakni menekankan untuk mengedepankan kebersamaan dalam pengambilan keputusan.
"Saya tidak bisa memutuskan (konsepnya, red.), justru lebih bagus kalau membangun bersama, melibatkan dan memberdayakan masyarakat itu sendiri. Jadi masyarakat maunya apa, 'opportunity'-nya apa saja sehingga mereka merasa ikut terlibat dan semua diselesaikan oleh 'stakeholder' yang ada di sini," katanya.
Ia mengaku telah ada asosiasi lain yang memiliki program yang sejalan dengan Pemkot Semarang dalam hal pelestarian lingkungan hidup, khususnya di pesisir pantai.
Kolaborasi, kata dia, justru menjadi hal penting agar perkembangan wisata mangrove terus berkelanjutan.
"Rotary Club dan Keuskupan Agung Semarang juga punya program yang sama. Ini juga harus seiring, selaras, jadi tidak sendiri-sendiri," pungkasnya.

