Kejari bebaskan pengasuh ponpes yang hukum santrinya dengan air panas
Kudus (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Kudus, Jawa Tengah, menghentikan proses hukum terhadap salah satu pengasuh Pondok Pesantren Anfaul Ulum Kudus atas perkara kekerasan terhadap santri hingga jari santrinya mengalami luka akibat hukuman dicelupkan ke dalam air panas.
"Penerapan keadilan restoratif (restorative justice) terhadap pelaku yang merupakan pengasuh ponpes bernama A. Syaefudin asal Kajar, Kecamatan Dawe, Kudus itu setelah mendapatkan persetujuan dari Kejaksaan Agung," kata Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kudus Tegar Mawang Dhita di Kudus, Senin.
Sebelumnya, kata dia, Kejari Kudus mengajukan permohonan ke Kejaksaan Tinggi Jateng, kemudian meneruskannya ke Kejaksaan Agung untuk keperluan ekspos perkara.
Karena permohonan dikabulkan, kata dia, kasus tersebut ditutup sehingga tersangka bebas dari tuntutan tindak pidana. Bahkan, korban kekerasan dengan tersangka juga sudah berdamai.
Sementara itu, tersangka juga memberikan ganti rugi kepada keluarga korban sebesar Rp30 juta.
Setelah itu, dikeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) per tanggal 16 Agustus 2024 sehingga pelaku bisa dibebaskan karena sebelumnya dititipkan di Rutan Kelas II B Kudus sebagai tahanan titipan Kejaksaan Negeri Kudus.
Adapun pertimbangan Kejari Kudus, antara lain, karena pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman di bawah 5 tahun, korban dan keluarganya telah memaafkan perbuatan tersangka, serta memperhatikan keadaan keluarga korban dan tersangka.
Kekerasan yang dialami santri tersebut berawal ketika tersangka menemukan rokok, tembakau, dan vape di kamar Lantai III Ponpes Anfaul Ulum. Tersangka menanyakan kepada seluruh santri laki-laki. Ternyata korban merupakan salah satu santri yang memiliki rokok, tembakau, dan vape.
Atas kejadian tersebut, pelaku menyuruh korban untuk memasukkan kedua tangannya ke dalam baskom yang berisi air panas yang telah dicampur air dingin selama kurang lebih 15 detik sambil mengatakan kata-kata "demi Allah bila melanggar peraturan pondok lagi, maka saya siap dihukum".
Setelah memberikan hukuman, pelaku lantas menemui korban di kamar dan melihat kedua tangan korban merah, bengkak, dan melepuh, kemudian orang tuanya membawa korban pulang.
Atas perbuatannya itu, pelaku dijerat dengan Pasal 80 ayat (2) juncto Pasal 76 C subsider Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Baca juga: OJK kembangkan ekosistem ponpes inklusi keuangan syariah di Jateng
"Penerapan keadilan restoratif (restorative justice) terhadap pelaku yang merupakan pengasuh ponpes bernama A. Syaefudin asal Kajar, Kecamatan Dawe, Kudus itu setelah mendapatkan persetujuan dari Kejaksaan Agung," kata Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kudus Tegar Mawang Dhita di Kudus, Senin.
Sebelumnya, kata dia, Kejari Kudus mengajukan permohonan ke Kejaksaan Tinggi Jateng, kemudian meneruskannya ke Kejaksaan Agung untuk keperluan ekspos perkara.
Karena permohonan dikabulkan, kata dia, kasus tersebut ditutup sehingga tersangka bebas dari tuntutan tindak pidana. Bahkan, korban kekerasan dengan tersangka juga sudah berdamai.
Sementara itu, tersangka juga memberikan ganti rugi kepada keluarga korban sebesar Rp30 juta.
Setelah itu, dikeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) per tanggal 16 Agustus 2024 sehingga pelaku bisa dibebaskan karena sebelumnya dititipkan di Rutan Kelas II B Kudus sebagai tahanan titipan Kejaksaan Negeri Kudus.
Adapun pertimbangan Kejari Kudus, antara lain, karena pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman di bawah 5 tahun, korban dan keluarganya telah memaafkan perbuatan tersangka, serta memperhatikan keadaan keluarga korban dan tersangka.
Kekerasan yang dialami santri tersebut berawal ketika tersangka menemukan rokok, tembakau, dan vape di kamar Lantai III Ponpes Anfaul Ulum. Tersangka menanyakan kepada seluruh santri laki-laki. Ternyata korban merupakan salah satu santri yang memiliki rokok, tembakau, dan vape.
Atas kejadian tersebut, pelaku menyuruh korban untuk memasukkan kedua tangannya ke dalam baskom yang berisi air panas yang telah dicampur air dingin selama kurang lebih 15 detik sambil mengatakan kata-kata "demi Allah bila melanggar peraturan pondok lagi, maka saya siap dihukum".
Setelah memberikan hukuman, pelaku lantas menemui korban di kamar dan melihat kedua tangan korban merah, bengkak, dan melepuh, kemudian orang tuanya membawa korban pulang.
Atas perbuatannya itu, pelaku dijerat dengan Pasal 80 ayat (2) juncto Pasal 76 C subsider Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Baca juga: OJK kembangkan ekosistem ponpes inklusi keuangan syariah di Jateng