Semarang (ANTARA) - Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini menilai putusan Mahkamah Agung Nomor 24 P/HUM/2023 merupakan oase bagi masa depan gerakan keterwakilan perempuan politik Indonesia di tengah banyak kemunduran.
Kemunduran itu, menurut Titi Anggraini, akibat menurunnya komitmen lembaga penyelenggara pemilu terhadap afirmasi keterwakilan perempuan dan politik inklusif.
"Sebagai salah satu pemohon, saya mengapresiasi dan sangat bersyukur atas putusan MA," kata Titi, pemohon uji materi PKPU Nomor 10 Tahun 2023 terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Rabu.
Sebelumnya, pada tanggal 29 Agustus 2023, majelis hakim Mahkamah Agung (MA) mengabulkan keberatan permohonan hak uji materi dengan pemohon Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Hadar Nafis Gumay, Titi Anggraini, dan Wahidah Suaib. Sementara itu, Ketua KPU RI selaku termohon.
Objek permohonan adalah Pasal 8 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota terhadap UUD NRI Tahun 1945, UU Pemilu, serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW).
Majelis hakim MA menyatakan Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 1984.
Ditegaskan pula bahwa PKPU itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: "Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas."
Dengan demikian, pasal a quo selengkapnya berbunyi: "Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas."
Titi berharap KPU langsung mengeksekusi putusan tersebut secara konsisten dan tidak mencari celah apa pun untuk menghindari atau mendistorsi putusan MA ini.
Partai politik pun, lanjut Titi, harus patuh dan berkomitmen penuh melaksanakan putusan MA ini sehingga keterwakilan perempuan dalam daftar calon anggota legislatif (caleg) sepenuhnya memenuhi ketentuan paling sedikit 30 persen di setiap dapil.
Dia mengemukakan bahwa MA telah mengajarkan kepada semua pihak, terutama KPU, untuk tidak menegasikan keterwakilan perempuan yang telah dijamin konstitusi, UU Pemilu, ataupun CEDAW.
"Sungguh ini sangat menggembirakan. Saya anggap ini putusan progresif," kata Titi yang juga pengajar Hukum Pemilu pada Fakultas Hukum UI.
Baca juga: Wali Kota Semarang ajak perempuan korban KDRT berani lapor
Berita Terkait
MPWN Jateng bacakan putusan sidang dan gelar perkara notaris
Rabu, 13 November 2024 17:16 Wib
PT Sritex berikan perhatian serius putusan pembatalan homologasi
Jumat, 25 Oktober 2024 20:02 Wib
DPR akan evaluasi posisi MK, ini alasannya
Kamis, 29 Agustus 2024 13:46 Wib
Polresta Surakarta terjunkan ratusan personel amankan unjuk rasa
Senin, 26 Agustus 2024 20:48 Wib
KPU Jepara pedomani putusan MK untuk pendaftaran pasangan calon bupati
Minggu, 25 Agustus 2024 8:03 Wib
BEM Unissula komitmen kawal terus putusan MK
Jumat, 23 Agustus 2024 8:21 Wib
Belasan mahasiswa peserta aksi unjuk rasa dilarikan ke RS
Kamis, 22 Agustus 2024 22:21 Wib
Aksi tolak pengesahan UU Pilkada di Semarang
Kamis, 22 Agustus 2024 19:33 Wib